DILEMA POLRI DALAM MENGATASI KONFLIK LATENT BECAK MOTOR DAN ANGKUTAN TRAYEK RESMI DI KEBUMEN ANTARA MENEGAKKAN HUKUM DAN MEMELIHARA KAMTIBMAS
I. PENDAHULUAN
“ Polisi India “ atau Pemolisian pemadam kebakaran lekat dengan keseharian kinerja Polisi yang kerap terlambat maupun pada akhirnya dianggap lalai atau disebut tidak mampu melindungi dan mengayomi masyarakat, Polisi dan Pemolisian sebagai produk peradaban manusia, dilahirkan untuk menjaga Perdaban manusia itu sendiri dari kejahatan sebagai bayang-bayang peradaban manusia ” the Shadow of Civilizzation “
Salah satu bayang-bayang peradaban yang berpotensi menjadi peristiwa huru hara berdarah adalah terkait gerak pindah manusia dan barang yang berpeluang menimbulkan permasalahan Transportasi dan konflik antar manusia dan masyarakat, Salah satu masalah tersebut adalah mengenai system Transportasi angkutan darat menggunakan kendaraan bermotor maupun non motor seperti fenomena Becak Motor di wilayah Kebumen yang harus menjadi perhatian semua pihak khususnya pengampu kepentingan dan otoritas Kamtibmas, ketika konflik laten berkembang dan semakin berlarut larut dimana potensi konflik terbuka akan meluas seiring makin meruncingnya kompetisi antara operator angkutan umum trayek resmi dengan Pengemudi Becak Motor yang bebas berkeliaran,
Kompetisi dapat mengarah kepada suatu konflik terbuka manakala Konsensus sebagai aturan main menjadi usang ketika dilanggar sesama komponen dalam system angkutan umum, sebagai angkutan umum Becak Motor menumbuhkan persaingan dengan angkutan umum resmi, pihak angkutan umum resmi menganggap kendaraan Becak Motor tersebut mengambil bagian rezeki atau penumpang yang seharusnya didapat oleh angkutan umum resmi (penyerobotan),namun persaingan dan saling serobot penumpang antara armada Becak Motor dengan Operator angkutan umum trayek resmi semakin kompleks ketika becak motor sebagai angkutan umum menerapkan tarif angkutan semaunya pada penumpang karena tidak mengacu pada ketentuan tarif yang ditentukan oleh UULLAJ dimana ketentuan tarif hanya berlaku bagi angkutan umum resmi berplat kuning, belum lagi penumpang Becak Motor tidak dijamin dengan asuransi jiwa, hal ini dapat merugikan penumpang sebagai konsumen system selain daya jelajah mengalahkan angkutan umum resmi yang ada.
Pendapat berbeda dalam pendekatan kemanfaatan hukum adalah ketika fenomena Becak motor ini diselesaikan hanya melalui pendekatan hukum semata,mengeliminasi keberadan becak motor yang jelas bertentangan dengan hukum positif di Indonesia khususnya yang terkait dengan aspek Keamanan, keselamatan ,ketertiban dan Kelancaran Lalu lintas seperti dalam UULAJ tentunya juga akan melahirkan masalah baru disisi hukum untuk manusia.
Tanggung jawab penyelengara negara untuk memikiran lebih matang dengan perkiraan sekitar 4000 sampai 4500 armada becak motor di Kebumen, itu berarti sebanding dengan lebih kurang 10.000 sampai 12.000 jiwa yang penghidupan dan nafkahnya berasal dari keberadaan becak motor, yang artinya juga terdapat 4.000 sampai 4.500 lebih lapangan pekerjaan yang tidak mungkin terselenggarakan oleh Pemerintah Kebumen dalam sekali operasi penertiban, belum lagi sampai saat ini pengadaaan angkutan umum yang aman , nyaman, terjangkau dengan daya jelajah keseluruh pelosok belum bisa segera direalisasikan oleh pemerintah kabupaten Kebumen, kontradiksi kepentingan inilah yang perlu diambil sikap bijaksana sehingga permasalahan becak motor ini dapat selesai dengan tegas namun tetap humanis.
Agus Purwanto menyebut tentang fenomena becak Motor sebagai laiknya bom waktu yang berpotensi menimbulkan masalah. Demonstrasi pengemudi Betor di DPRD Kabupaten Kebumen seperti menegaskan mulai munculnya masalah ini. Seperti diberitakan harian Suara Merdeka (Selasa, 8 Januari 2008), sekitar empat ratusan abang becak bermesin yang tergabung dalam Persatuan Becak dengan Bantuan Tenaga Mesin (Percakbantem) berunjuk rasa di DPRD Kebumen meminta payung hukum. Selain itu Percakbantem meminta DPRD untuk memfasilitasi dan mencarikan jalan keluar supaya eksistensi meraka diterima berbagai pihak yang berkepentingan. Disisi lain keberadaan betor ini juga mendapat keberatan dari Persatuan Sopir dan Kernet Kebumen (Personek). Organisasi sopir dan kenek di Kebumen ini memandang bahwa Becak Motor selain illegal juga merugikan mereka.
Pendapat lain dikemukakan oleh Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Kebumen, Slamet Budiono sebagaimana diberitakan harian Suara Merdeka (08/01/08), menurut Slamet keberadaan becak bermesin itu merupakan aset pemkab, ibarat bayi yang telah lahir juga tak mungkin dibunuh, meski secara teknis keberadaan itu (betor) belum memiliki payung hukum. Selanjutnya Slamet berharap agar semua pihak menyikapi keberadaan betor secara bijak.
Ketika Konflik masih bersifat latent dimana pemegang otoritas kekuasaan masih mampu meredam segenap ketimpangan, kesenjangan, eksploitasi,dominative, prejudice dan segregasi terhadap factor Struktur dan Sosial masyarakat pada level terendah sebelum pada akhirnya nanti melompat menjadi suatu Konflik actual / Nyata berupa : huru-hara,demonstrasi,perkelahian fisik, debat maupun perang , menyisakkan pertanyaan sebgai berikut: Bilamana Konflik latent antara Pengemudi Becak Motor kebumen dan Operator Angkutan Umum Trayek akan menjadi Konflik Nyata/ actual ? , Bagaimana Kondisi Strukural dan Sosial antara pihak-pihak yang berkonflik saat ini sehingga konflik nyata belum terjadi?, Apa yang perlu dilakukan oleh pemegang otoritas keamanan untuk mencegah atau setidaknya mampu meredam potensi konflik yang ada menjadi seminimal mungkin ?
II. ANALISA
Secara umum , Smelser menjelaskan teori perilaku Kolektive “ Theory of Collective Behavviour” dalam Sarlito :2005 terdapat 5 ( lima ) determinan terjadinya suatu konflik dalam masyarakat dalam : 1. Structural conduciveness: ‘segregasi’, ‘regulasi’, yang memisahkan masyarakat kedalam kelompok atau group, 2.Structural Strain: Ketegangan akibat adanya prasangka / prejudice , 3. The Spread of Generalized Beliefs : berkembangnya desas desus, rumor dan kepercayaan yang menjalar di tengah masyarakat bertemu dengan Precipitating Factor/s: peristiwa yang bertindak sebagai pemicu , 4.The Mobilization of Action: ‘persiapan aksi, pergerakkan pengelompokan massa secara bergelombang dengan identitas dirimu dan diriku, 5. The Operation of Social Control; kemampuan mekanisme kontrol sosial dari perangkat negara maupun masyarakat. Dengan meminjam teori Smelser untuk menganalisa data dan fakta yang ditemukan dari hasil pengamatan dan wawancara terhadap fenomena konflik latent antara Pengemudi Becak Motor ( Percakbantem ) dengan Pengemudi Angkutan Umum ( Personek ) adalah :
Suatu hal yang perlu diperhatikan bahwa faktor-faktor penyebab konflik membentuk suatu tata urutan sebab akibat menurut suatu pola yang pasti.sehinga faktor penentu konflik terjadi diawali dengan adanya structural conduciveness, sebagai segi struktural dari situasi sosial yang memungkinkan terjadinya perilaku kolektif tertentu. Dalam fenomena Konflik Latent Becak Motor VS Personek terlihat dengan adanya segregasi secara jelas, berupa pemisahan kelompok Percakbantem sebagai representasi Becak Motor dengan Personek sebagai Representasi Angkutan trayek resmi organda.
Menurut penuturan Ngadino selaku pengurus Organda Kabupaten Kebumen , konsep “ Kami dan Mereka “ dalam konflik Bencak Motor VS Trayek resmi semakin menguat manakala keberadaan Becak Motor memperoleh dukungan dari beberapa Politisi Kebumen untuk mendapat suara ( Vote Gatter), tidak mengherankan dengan jumlah personil saat ini 4.000 sampai 4.500 orang dan terus bertambah, adalah merupakan lumbung suara yang sangat menjanjikan, Ngadino menjelaskan saat ini belum terdapat aturan tertulis yang mengatur keberadaan dan operasional Becak Motor, hanya sebatas perjanjian yang dibuat kedua belah pihak dan disaksikan pemangku kepentingan masalah trasnportasi di Kebumen , Organda pernah menolak rencana pembuatan Perda terkait Becak Motor, Ngadino menjelaskan kemungkinan konflik terbuka saat ini kecil kemungkinan terjadi , karena jumlah pengemudi dan operator trayek resmi secara kuatitas lebih sedikit dibanding pengemudi becak Motor dan hanya mengharapkan ketegasan petugas Polri untuk menindak dan menekan pertumbuhan becak motor , selain itu adanya dukungan Politik dari salah satu parpol khususnya menjelang pemilu legislative tahun 2009.
Pendapat senada dengan Ngadino adalah menurut penuturan Kasat Intel Polres Kebumen , AKP Marjono yang menyatakan telah memberikan warning kepada instansi terkait dalam masalah transportasi di Kebumen ( Pemda dan Polres Kebumen) untuk menyikapi keberadaan Becak Motor yang bisa suatu waktu berkembang menjadi konflik terbuka , AKP Marjono juga mengiyakan adanya dukungan Politisi dan Parpol tertentu terhadap keberadaan becak Motor di Kebumen, sehingga dengan dukungan Politik tersebut memberikan kekuatan / bargaining power terhadap Organda Trayek resmi, namun AKP Marjono tidak secara jelas menyebutkan dalam rangka apa dukungan Politik dari parpol dan politisi diberikan terhadap Becak Motor.
Pihak Percakbantem melalui wawancara dengan pengurus Percakbantem bernama Jasman; diketahui bahwa keberadaan Paguyuban (Percakbantem) merupakan wadah / institusi yang menjembatani komunikasi bilamana terjadi gesekan antar moda Transportasi : Percakbantem VS Personek , maupun Percakbantem VS becak motor non anggota Percakbantem. Eksistensi Becak Motor sebagai Moda Trasnportasi semakin menguat dengan adanya keinginan Buyar Winarso selaku Bupati Kebumen yang pada dasarnya tidak melarang pengemudi Becak Motor untuk tetap mencari nafkah dengan sarana yang ada namun harus mengikuti peraturan yang ada dan bersedia merubah model Becak Motor dengan menyempurnakan Model becak Motor saat ini dengan Model Baru yang kedudukan penumpang berada di belakang pengemudi ,Jasman juga menyatakan bahwa penyempurnaan Becak Motor atas inisiatif Bupati Kebumen , Buyar Winarso , telah sampai pada tahap pembuatan prototype sebanyak 5 unit.
Faktor kedua adalah structural strain, menurut Smelser mengacu pada berbagai tipe ketegangan struktural yang tidak memungkinkan terjadinya perilaku kolektif. Namun agar perilaku kolekif dapat berlangsung perlu ada kesepadanan antara ketegangan struktural ini dengan dorongan struktural yang mendahuluinya. Dalam sesi wawancara yang dilakukan , Jasman menyampaikan belum pernah terjadi konflik fisik ( pemukulan ) namun sekedar salah paham di lapangan antara pihak Angkot dengan Becak Motor, intimidasi fisik belum pernah terjadi baru sekedar perkataan dan sikap yang kurang patut, terjadi ketika becak Motor didaerah Karang Poh dan Aliyan saling berebut penumpang dengan angkutan, dimana pada saat itu , Jasman berinisiatif menyelesaikan masalah di Polsek Pejagoan, termasuk mengundang anggota DPRD Kebumen .
Pendapat Ipda Hari Condro selaku perwira pada Sat lantas Polres Kebumen, menyampaikan pada masa awal booming keberadaan Becak Motor sempat menimbulkan permasalahan berupa complain masyarakat maupun rebutan penumpang antar moda transportasi, akibat saling serobot , melanggar lalu lintas , termasuk banyak yang belum terkordinir dalam percakbantem , karena alasan permintaan penumpang ke wilayah larangan operasional becak motor , memaksa untuk lewat batas kota sehingga menimbulkan complain dari pengemudi Organda , selain itu Ipda Hari Condro menyampaikan upaya penindakan dilapangan dengan melakukan pe”kandang”an becak motor yang melanggar lalu lintas dan mewajibkan untuk bergabung dengan paguyuban Percakbanten untuk memudahkan pembinaan dan pengendalian.
Faktor ketiga Growth and spread of a generalized belief adalah tumbuh dan berkembangnya kepercayaan /keyakinan bersama. Pemahaman seperti itu menyebar dan dipahami secara sama oleh anggota kelompok. Keadaan ini mengacu pada ketika situasi menjadi bermakna bagi orang-orang yang perpotensi menjadi pelaku-pelaku kolektif, dengan dan penyebarluasan gagasan yang dapat membuka wawasan individu kearah yang lebih dinamis. Salah satu manfaat adanya paguyuban Becak motor dan Pengurus Organda adalah kemampuan mengendalikan anggota dilapangan.
Seperti diketahui beberapa peristiwa konflik terbuka antara moda transportasi sering berakhir dengan perkelahian dan kekerasan fisik lainnya menurut Warso sebagai salah satu pengurus Personek Kebumen , bahwa dirinya kerap mengingatkan pengemudi becak Motor untuk tidak melakukan kekerasan maupun berusaha meredam emosi saat dijalanan , bahwa setiap gesekan dilapangan agar sedapat mungkin diselesaikan dengan kepala dingin , menghindari kekerasan fisik dimana resiko dari adanya penggunaan kekerasan fisik adalah dikeluarkan dari organisasi dan mendapatkan sanksi hukum dari kepolisian , hal yang sama disetujui oleh Narto salah seorang pengurus Percakbantem melalui wawancara via telpon bahwa dengan adanya komunikasi dan silaturahmi antar pengurus Percakbantem dan Personek , sampai saat ini belum pernah terjadi konflik fisik secara terbuka apalagi dengan kekerasan fisik , paling adu mulut sekedar kesalah pahaman ataupun sekedar ucapan yang pada akhirnya diselesaikan secara musyawarah dan kekeluargaan sebagai sesama pekerja di jalan.
Kondisi ini sementara efektif mencegah timbulnya perilaku kolektif ( konflik terbuka) dari individu yang telah mengalami perkembangan pemikiran. Bahwa generalized belief yang berkembang di kedua anggota paguyuban moda transportasi saat ini adalah setiap konflik walaupun dalam tataran yang sangat rendah akan diselesaikan secara tuntas melalui pendekatan musyawarah dan kekeluargaan yang dijembatani pengurus termasuk upaya komunikasi internal pengurus terhadap anggota dan kepada kelompok moda transportasi lain
Keberadaan Precipitating factors, determinan yang memeperkuat secara situasional menggeser konflik latent menjadi konflik actual, sebagai suatu peristiwa yang menegaskan kondisi structural yang rentan konflik , tumbuh kembang suatu ketegangan struktural dan kepercayaan umum dalam masyarakat dibumbui desas desus dan informasi yang memanskan suasana , bergulir seperti bola panas, namun kendatipun keempat faktor diatas sudah terakumulasi belum tentu akan melahirkan tingkah laku kolektif berupa konflik terbuka.
Upaya pendekatan oleh Kepolisian Polres Kebumen dengan mengundang kedua belah pihak, maupun sosialisasi dan kordinasi antar instansi dalam forum lalu lintas nagkutan jalan Kebumen, sampai saat ini mampu meredam potensi pergeseran konflik latent menjadi konflik actual di Kebumen , walaupun riak riak kecil konflik terjadi, secara aksat mata masih dapat diselesaikan dengan pendekatan musyawarah antar pengurus difasilitasi oleh Polri dan Pemda , seperti pada saat terjadi cekcok mulut antar awak kendaraan di sekitar Polsek Pejagoan seperti yang diungkapkan oleh Jasman dan Sunarto dalam sebuah wawancara.
Faktor keempat, Mobillization of partisipants for actions, Smelser berpendapat tinggal inilah factor yang perlu untuk dipenuhi untuk kemudian konflik latent bergeser menjadi konflik terbuka, dalam hal ini eranan figur yang dapat memberikan aba-aba kepada golongannya untuk melakukan tindakan kolektif sangat diperlukan.jasman sendiri menyatakan bahwa dirinya mampu menghadirkan kekuatan massa pendukung dalam jumlah besar secara singkat bial diperlukan , namun Jasman juga mengatakan bahwa pernyataan tersebut justru dalam konteks pengaturan lahan bagi sesame pengemudi Becak Motor yang melanggar ketentuan pangkalan, Jasman menyampaikan bahwa seringkali terjadi antar sesama becak motor terjadi rebutan pangkalan ataupun bila diketahui seseorang pengemudi becak Motor non anggota Paguyuban memaksa bergabung dan mengambil jatah antrean penumpang di suatu pangkalan yang jelas jelas telah diisi oleh anggota Paguyuban percakbantem. .
Lain halnya dengan anggota paguyuban Personek, tampaknya upaya untuk dimobilisasi oleh pengurus Personek untuk berhadapan secara fisik dengan anggota Percakbantem adalah cukup sulit,dengan adanya pertimbangan jumlah yang lebih sedikit, juga adanya komitment pengurus Personek sendiri untuk tidak melakukan kekerasan dan lebih memilih alternative demonstrasi ke legislative maupun mogok kerja daripada berhadapan secara fisik maupun kekerasan kolektif.
Faktor kelima, The opreration of social control, memegang peranan penting bagi terjadinya pergeseran Konflik latent menjadi konflik terbuka, dalam setiap tahap proses tersebut diatas, bila pranata pengendalian sosial dalam hal ini Pemda dan Polri dapat mengintervensi tahapan-tahapan faktor penentu tingkah laku kolektif diatas, maka timbulnya tingkah laku kolektif dapat dihindarkan, namun walaupun kedua stake holder mampu mengidentifikasi namun tidak mampu melakukan suatu tindakan sesuai tugas dan tanggung jawabnya tentunya juga memberikan kontribusi terjadinya pergeseran terhadap konflik .
Apakah masukan dari Bupati Kebumen, Buyar Winarso yang menginginkan becak motor disempurnakan bentuknya, maupun pelibatan Becak Motor sebagai bagian dari karnaval dalam kampanye Pemilu akan menjadi sebuah pengakuan atau setidaknya perlindungan bagi eksistensi becak motor dan organisasi paguyuban Percakbantem yang nantinya menegasikan kewenangan atau setidaknya membuat segan pemangku kepentingan untuk melakukan penertiban , kalaupun penertiban tentunya dengan segala konsekuensi bagaimana.
Walaupun secara eskplisit tidak dijelaskan oleh responden tentang adanya dukungan politis sebagai pelindung atau Pembina dari keberadaan becak motor adalah dapat dilihat sebagai sebuah kreatifitas masyarakat golongan menengah dalam mencari pendapatan untuk hidup, jumlah unit Becak motor yang hamper 40.000 ribu unit tentunya bukan sekedar masalah pelanggaran hukum biasa namun suatu fenomena social yang terkait dengan masalah hajat hidup orang banyak, yang mana dalam rangka menyiapkan struktur dan infrastruktur transpotasi di Kebumen dibutuhkan suatu ketegasan dalam penegakkan hukum dan aturan tentang trayek , jenis, tariff dan kepastian jaminan Kamseltibcar lantas sebagai domain tugas dan tanggung jawab pemerintah ( Pemda dan Polri) dan partisipasi masyarakat ( Organda ) dengan tujuan kemakmuran dan kesejahteraan yang adil dan merata.
III. PENUTUP
Konflik latent antara Pengemudi Becak Motor di Kebumen dan Operator Angkutan Umum Trayek akan menjadi Konflik Nyata/ actual adalah bilamana kohesi antar dan inter masyarakat yang berkonflik dalam hal ini Percakbanten dan Personek menjadian sedemikian lepas dan tidak dapat dikendalikan oleh Struktur dan kelembagaan dalam masing –masing kelompok disamping keragu raguan pengampu kepentingan untuk melakukan penindakan sekaligus pengayoman dalam masyarakat terjadi dan terakumulasi,Kendali Pemimpin terhadap anggota dalam kelompok maupun komunikasi positif antar kelompok di kebumen yang mendorong atau setidaknya sampai saat ini mampu meredam kondisi Strukural dan Sosial antara pihak-pihak yang berkonflik saat ini belum berkembang menjadi konflik nyata sekaligus upaya-upaya pendekatan, melakukan pengawasan dan sosialisasi berkelanjutan dari pemangku kepentingan dan pemegang otoritas keamanan di Kebumen untuk mencegah atau setidaknya mampu meredam potensi konflik yang ada menjadi seminimal mungkin
Komunikasi antar kelompok dan penyelesaian permasalahan secara musyawarah yang melibatkan semua pihak berkemptingan akan semakin mumpuni bilamana terdapat ketegasan berupa produk hukum seperti Peraturan Bupati maupun surat edaran Muspida Kebumen untuk : 1. melarang produksi Becak Motor, jangan menambah becak motor yang sudah ada dengan suatu kuota yang secara periodic harus ditinjau , keberadaaan Dinas Perindustrian dan perdagangan sebagai filter bengkel pembuat becak motor, 2. mendorong pembentukan Koperasi sebagai pengganti wadah Paguyuban Percakbantem selain untuk kepastian dan perlindungan terhadap anggota resmi percakbantem sekaligus memudahkan jalur kordinasi dan pembinaan, 3. merancang ulang system transportasi Kebumen yang terkait Trayek, jenis Moda, Tarif dan Regulasi sehingga Keberadaan becak motor dan Angkutan trayek resmi tidak saling tummpang tindih dan bisa bersinergi. Kemudian setelah penataan terhadap desain Transportasi Kebumen, penataan organisasi Percakbantem dengan Kuota dan Koperasi , harus diikuti penegakkan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi.
Daftar Pustaka
Internet:
1. Pro Kontra Becak Motor , Sabtu 19 Januari 2008 diakses melalui http://www.modatransportasi.blogspot.com/2008/01/pro-kontra-becak-motor.html
2. Ratusan Becak bermesin Kepung DPRD Minta Pengakuan dan Payung Hukum , Selasa ,08 Januari 2008, diakses melalui http://www.suaramerdeka.com/harian/0801/08/ban01.htm, tanggal 23 Agustus 2012
3. Pejagoan – Bantul dapat Rp. 200 ribu. Selasa,08 Januari 2008, Diakses melalui http://www.suaramerdeka.com/harian/0801/08/ban01.htm, tanggal 23 Agustus 2012
Arsip Surat :
1. Surat Bupati Kebumen kepada ketua Percakbantem Kabupaten Kebumen tertanggal 5 juni 2008 perihal : Becak dengan Tenaga Bantu Mesin.
2. Surat Bupati Kebumen kepada Menteri Perhubungan RI Cq. Dirjen Hubdar, tertanggal 10 Juli 2008, perihal kepastian Hukum Becak Dengan Tenaga Bantu Mesin.
3. Surat Ketua Paguyuban Awak Armada Jalur Kebumen-Karangsambung “ Sido Rukun” (PSR) Kepada ketua DPC Organda Kabupaten Kebumen , tertanggal 23 November 2008 , Perihal : permohonan Penanganan.
4. Surat Ketua Paguyuban Angkutan Jalan Kebumen- Alian “ Personek” kepada Ketua DPC Organda Kabupaten Kebumen tertanggal November 2008, perihal : permohonan penanganan.
5. Surat Ketua Dewan Pimpinan Cabang Organda Kabupaten Kebumen kepada Bapak Bupati Kebumen tertanggal 10 Desember 2008, perihal Penanganan angkutan umum illegal.
6. Informasi Khusus Intelijen Polres Kebumen tanggal 3 Maret 2012 tentang Kerawanan yang mungkin terjadi dengan keberadaan becak bermesin terhadap becak manual dan tukang ojek lainnya yang ada diwilayah Kabupaten Kebumen.
7. Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial , Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan, Balai Pustaka,Jakarta , 2005
8. TB Ronny Rahman Nitibaskara, Ketika Kejahatan Berdaulat, Sebuah Pendekatam Kriminologi, Hukum dan Sosiologi, Jakarta 2001.