UPAYA PAKSA DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN ” SEBUAH PEDOMAN”

STANDAR OPERASIONAL DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN
UPAYA PAKSA DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA

pjr3
Penindakan merupakan upaya paksa dalam kegiatan penyidikan tindak pidana, meliputi kegiatan untuk melakukan pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
Kegiatan-kegiatan didalam penindakan pada dasarnya bersifat membatasi kebebasan atas hak-hak seseorang dan perannya dalam pelaksanaannya harus memperhatikan norma-norma hukum dan ketentuan-ketentuan yang mengatur atas tindakan tersebut. Hanjar ini dimaksudkan sebagai petunjuk bagi para anggota Polri dalam melakukan penindakan dalam rangka penyidikan tindak pidana.
Tujuannya adalah memberikan masukan kepada anggota Polri, agar dalam melaksanakan tugas penindakan dilapangan dapat berjalan dengan baik, tertib sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku serta dapat menjadi pengayomu, pelindung dan pelayanan masyarakat. Ruang Lingkup pedoman ini meliputi tata cara pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.

1. PEMANGGILAN
1. Pertimbangan
Pemanggilan tersangka dan atau saksi untuk didengar keterangannya dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Bahwa seseorang mempunyai peranan sebagai tersangka atau saksi dalam suatu tindak pidana yang telah terjadi dimana peranannya itu dapat diketahui dari :
1) Laporan Polisi
2) Pengembangan hasil pemeriksaaan yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan
3) Laporan Hasil Penyelidikan
b. Untuk melengkapi keterangan-keterangan, petunjuk-petunjuk dan bukti-bukti yang sudah didapatkan dalam hal tertentu masih terdapat beberapa kekurangan.
c. Adanya permintaan bantuan dari Penyidik / Penyidik pembantu ke kesatuan lain / diluar daerah hokum agar seseorang diperiksa sebagai tersangka dan atau saksi ( Pasal 119 KUHAP ), atau permintaan bantuan untuk kepentingan pemeriksaan melalui Interpol.
2. Ketentuan Hukum
a. Pasal 7 (1) huruf g dan pasal 11 KUHAP mengatur dengan kewenangan Penyidik / Penyidik Pembantu dalam hal pemanggilan.
b. Pasal 112 (1) KUHAP mengatur tentang tata cara pemanggilan pemanggilan tersangka / saksi dengan mempergunakan surat panggilan yang syah yang menyebutkan secara jelas serta memperhatikan tenggang waktu yang wajar.
b. Pasal 112 (2) KUHAP mengatur tentang kewajiban tersangka / saksi untuk datang memenuhi panggilan penyidik dan apabila tidak dating Penyidik melakukan pemanggilan sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa tersangka / saksi kepada penyidik.
c. Pasal 113 KUHAP mengatur tentang alasan Penyidik datang ketempat kediaman tersangka / saksi untuk melakukan pemeriksaan ditempat, karena tersangka / saksi tidak dapat memenuhi panggilan penyidik dengan alasan yang patut dan wajar.
d. Pasal 116 (3) dan (4) KUHAP mengatur tentang kewajiban penyidik untuk memanggil dan memeriksa saksi yang menguntungkan tersangka yang dikehendaki / dinyatakan oleh tersangka dalam BAP tersangka.
e. Pasal 119 KUHAP mengatur tentang pemeriksaan tersangka atau saksi yang berada diwilayah hokum .
3. Bentuk Surat Panggilan
a. Pemanggilan terhadap tersangka atau saksi harus dilakukan dengan surat Panggilan yang syah sesuai bentuk dan format yang sudah ditentukan sebagai bukti atas pelanggaran hukum apabila orang yang dipanggil tidak memenuhi panggilan serta dipergunakan untuk kelengkapan berkas perkara.
b. Dalam surat panggilan harus disebutkan dengan jelas setatus orang yang dipanggil yaitu sebagai tersangka atau saksi.
c. Pejabat yang berwenang menandatangani surat panggilan adalah kepala kesatuan atau pejabat yang ditunjuk selaku penyidik / penyidik pembantu.
4. Pelaksanaan Pemanggilan
a. Penyampaian surat panggilan I
1) Surat panggilan disampaikan oleh petugas Polri langsung kepada tersangka atau saksi yang dipanggil ditempat tinggal / kediaman / dimana yang bersangkutan berada.
2) Petugas yang menyampaikan Surat panggilan supaya memperlihatkan tanda Anggota Polri / memperkenalkan identitasnya.
3) Apabila tersangka / saksi yang dipanggil tidak berada ditempat maka tindakan yang diambil adalah :
a) Surat panggilan tersebut dapat diterimakan kepada orang lain yang dapat menjamin bahwa surat panggilan tersebut akan disampaikan kepada yang bersangkutan (misalnya Keluarga, RT / RW, Pamong desa dan Pegawainya).
b) Lembar lain surat panggilan supaya dibawa kembali oleh petugas yang menyampaikan setelah ditanda tangani oleh ornag yang menerima atau apabila tidak dapat menulis setelah dibubuhi cap jempol.
4) Apabila tersangka atau saksi yang dipanggil menolak untuk menerima surat maka tindakan yang diambil petugas adalah :
a) Petugas yang menyampaikan Surat panggilan memberikan pnejelasan dan meyakinkan yang bersangkutan bahwa :
(1) Memenuhi panggilan tersebut adalah merupakan kewajiban baginya.
(2) Dapat dituntut secara hukum berdasarkan ketentuan pasal 216 KUHAP.
b) Hasil penyampaian surat Panggilan tersebut harus dilaporkan kepada atasannya / penyidik
b. Penyampaian Surat Panggilan II
1) Terhadap tersangka atau saksi yang tidak memenuhi panggilan atau menolak tanpa alasan yang patut dan wajar untuk menerima dan menandatangani surat panggilan, maka penyidik dapat membuat panggilan untuk kedua kalinya dengan mencantumkan “ke II” pada baris Surat Panggilan dengan disertai Surat Perintah Membawa
2) Dalam hal tersangka atau saksi yang dipanggil untuk kedua kalinya, tetapi tidak memenuhi panggilan atau tetap menolak untuk menerima dan menandatangani Surat Panggilan ke II, maka diberlakukan surat perintah membawa.
3) Dalam hal tersangka atau saksi yang dipanggil tidak memenuhi panggilan dengan wajar, maka Penyidik datang ketempat kediamannya untuk melakukan pemeriksaan keterangan, sedangkan mengenai alasan yang patut dan wajar diterima dari dokter / Pejabat Kesehatan atau Kepala Desa / Ketua Lingkungan dari tempat tinggal tersangka / saksi.
c. Surat Perintah Membawa Tersangka / Saksi
1) Surat perintah membawa tersangka / saksi diberlakukan / dibuat apabila seorang tersangka / saksi yang dipanggil dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang syah, patut dan wajar.
2) Pejabat yang berwenang menandatangani surat perintah Membawa tersangka / saksi adalah Kepala Kesatuan atau Pejabat yang ditunjuk selaku penyidik / penyidik pembantu.
b. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1) Dalam hal tersangka atau saksi yang dipanggil untuk didengar keterangannya berdiam atau bertempat tinggal diluar daerah hukum penyidik yang menjalankan penyidikan, maka pemanggilan dan pemeriksaan terhadapnya dapat dimintakan bantuan kepada penyidik dimana tersangka atau saksi tersebut bertempat tinggal.
2) Dalam hal penyidikan dilakukan diluar daerah hokum, maka pemanggilan dilakukan oleh penyidik setempat dan pada waktu pemeriksaan wajib didampingi oleh Penyidik setempat tersebut.
3) Dalam hal yang dipanggil adalah anggota MPR / DPR, DPA, BPK dan para Mentri Kabinet serta anggota DPRD tingkat I dan tingkat II, maka tata cara pemanggilannya mengacu dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Otonomi Daerah No. 22 Th. 1999 Pasal 28 dan Pasal 55 sebagai berikut :
a) Pemanggilan terhadap pejabat-pejabat tersebut diatas (MPR /DPR, DPA, BPK dan para Mentri Kabinet) harus seijin Presiden RI.
b) Kepala Kesatuan / Pejabat yang ditunjuk selaku penyidik mengajukan permohonan kepada Kapolri melalui Kabareskrim Polri untuk mendapatkan ijin dari Presiden RI.
c) Untuk pemanggilan terhadap anggota DPRD tingkat I, Kepala Kesatuan / Pejabat yang ditunjuk selaku penyidik mengajukan permohonan kepada Kapolri melalui Kabareskrim Polri untuk mendapatkan ijin dari Mentri Dalam Negri.
d) Untuk pemanggilan terhadap anggota DPRD Tingkat II, Kepala Kesatuan / Pejabat yang ditunjuk selaku Penyidik mengajukan permohonan kepada Kapolda melaui Kadit Reskrim Polda yang bersangkutan untuk mendapatkan ijin dari Gubernur Kepala Daerah.
4) Pemanggilan terhadap tersangka dan saksi Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing yang berada diluar negeri dilaksanakan melalui jalur NCB / ICPO – Interpol.
5) Dalam hal saksi yang dipanggil dengan surat panggilan ke II dan Surat Perintah Membawa, diupayakan untuk tidak terjadi tindakan-tindakan lain sepanjang yang bersangkutan dapat dibawa.

2. PENANGKAPAN
1. Pengertian
a. Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang.
b. Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana.
2. Pertimbangan
Penangkapan terhadap tersangka yang diduga sebagai pelaku tindak pidana dilakukan dengan pertimbangan :
a. Bahwa seseorang yang diduga keras mempunyai peranan sebagai pelaku tindak pidana yang terjadi atas dasar adanya bukti permulaan yang cukup, perlu segera didengar keterangannya dan diperiksa.
b. Adanya permintaan dari penyidik / penyidik pembantu kesatuan luar daerah hukum dan NCB / ICPO – Interpol atau Penuntut Umum / Hakim.
c. Tersangka pelaku pelanggran sesudah dipanggil secara syah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang syah.
3. Ketentuan Hukum
a. Pasal 1 butir 20 KUHAP merupakan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan penangkapan
b. Pasal 5 (1) huruf b, Pasal 7 (1) huruf d, Pasal 11 dan Pasal 16 (1) dan (2) KUHAP mengatur tentang kewenangan Penyidik / Penyidik Pembantu serta Penyelidik atas perintah Penyidik dalam hal penangkapan.
c. Pasal 17 KUHAP mengatur tentang alasan untuk dapat melakukan penangkapan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana.
d. Pasal 18 KUHAP mengatur tentang kelengkapan administrasi dan tata cara dalam melakukan penangkapan.
e. Pasal 19 (1) KUHAP mengatur batas waktu penangkapan.
f. Pasal 19 (2) KUHAP mengatur tentang penangkapan terhadap tersangka pelaku pelanggaran.
g. Pasal 37 (1) dan (2) KUHAP mengatur tentang penangkapan terhadap tersangka dan dapat dilanjutkan dengan penggeledahan badan dan pakaian.
h. Pasal 102 (2), (3) dan Pasal 111 (1) KUHAP mengatur tentang kewenangan dan kewajiban dalam tertangkap tangan.
4. Persiapan.
Sebelum melaksanakan penangkapan, perlu dilakukan persiapan – persiapan sebagai berikut :
a. Menerbitkan Surat Perintah Tugas
b. Menerbitkan Surat Perintah Penangkapan
c. Petugas menguasai data dan informasi mengenai sasaran penangkapan antara lain :
1) Identitas lain selain yang ada pada Surat Perintah Penangkapan
2) Sifat dan kebiasaan orang yang akan ditangkap
3) Jumlah dan kegiatan persenjataan orang yang ditangkap dan kemungkinan adanya pihak tertentu yang membantu / melindunginya.
4) Keadaan dan suasana tempat orang yang akan ditangkap.
d. Disusun rencana penangkapan, pengepungan / penggerebegan
e. Melengkapi petugas dengan peralatan / sarana yang diperlukan, sesuai dengan penugasannya.
5. Pelaksanaan penangkapan
a. Penangkapan dengan surat Perintah Penangkapan
1) Penangkapan dapat dilakukan oleh Penyidik / Penyidik pembantu yang namanya tercantum dalam Surat Perintah Penangkapan.
2) Apabila penangkapan dilakukan oleh Penyidik atas perintah Penyidik, maka penangkapan selain dengan surat Surat Perintah Penangkapan juga harus dilengkapi dengan Surat Perintah Tugas dari Penyidik yang memerintahkan.
3) Penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang namanya / identitasnya tercantum didalam Surat Perintah Penangkapan.
4) Cara – cara pelaksanaan penangkapan sebagai berikut :
a) Penyidik / Penyidik Pembantu yang melakukan Penangkapan memberikan satu (satu) Lembar Surat Perintah Penangkapan kepada Tersangka.
b) Penyelidik yang akan melakukan penangkapan atas Perintah Penyidik, terlebih dahulu menunjukan surat Perintah tugas, kemudian memberikan 1 (satu) lembar Surat Perintah Penangkapan kepada tersangka.
c) Satu Lembar Surat Perintah Penangkapan diberikan kepada keluarga tersangka setelah dilakukannya penangkapan terhadap tersangka.
d) Setiap kali melakukan penangkapan harus dibuat Berita Acara Penangkapan sebanyak 7 (tujuh) lembaryang ditanda tangani oleh Penyidik / Penyidik Pembantu / Penyelidik yang melakukan penangkapan dan oleh orang yang ditangkap.
e) Sesudah atau sebelum dilakukannya penangkapan, sebaiknya memberitahukan kepada Kepala Desa / lingkungan dimana tersangka yang ditangkap itu bertempat tinggal / berdiam.
f) Penangkapan yang dilakukan diluar wilayah hukum suatu kesatuan agar memberitahu / menghubungi atau dilaksanakan bersama-sama dengan Penyidik / Penyidik pembantu yang ditunjuk oleh Kepala Kesatuan daerah Hukum dimana Penangkapan akan dilakukan.
g) Dalam melakukan penangkapan terhadap orang yang berada didalam rumah atau tempat tertutup lain, dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Diusahakan / ditunggu agar tersangka keluar dari dalam rumah dan penagkapan dapat dilakukan diluar rumah.
2) Dalam hal tersangka tidak mau keluar rumah, maka apabila waktu, keadaan dan pertimbangan tehknis memungkinkan, diusahakan terlebih dahulu untuk mendapatkan ijin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat sekurang-kurangnya dengan lisan ( dapat melalui telepon )
h) Dalam hal usaha / untuk mendapatkan ijin tidak memungkinkan, sedangkan tersangka tidak akan mau keluar dari dalam rumah dan dikhawatirkan tersangka akan melarikan diri, maka atas peertimbangan yang layak berdasarkan keadaan, Peyelidik , Penyidik atau Penyidik Pembantu dapat melakukan tindakan lain yaitu memasuki rumah / tempat tertutup dengan cara-cara sebagai berikut :
(1) Dalam memasuki rumah / tempat-tempat tertutup supaya lebih berhati-hati dengan kesiapan tinggi serta mempersiapkan taktik dan tehknik pengepungan dan penggerebegan rumah.
(2) Setelah memasuki rumah / tempat tertutup tersebut supaya diusahakan langkah-langkah sebagai berikut :
– Diusahakan supaya tersangka keluar menemui Penyidik, Penyidik atau Penyidik Pembantu (Petugas) yang memasuki rumah / tempat tertutup tersebut.
– Jelaskan kepada tersangka apa sebab akan dilakukan penangkapan atas dirinya. Untuk itu supaya diperintahkan kepada tersangka supaya mengikuti perintah petugas agar menyerahkan diri guna dibawa kekantor Polisi.
– Dalam hal tersangka tetap tidak mau keluar / tetap bersembunyi, maka petugas / kepala team supaya memberikan peringatan dengan kata-kata yang dapat didengar oleh tersangka sebagai berikut : atas nama undang-undang, saya perintahkan kepada saudara supaya menyerahkan diri”.
– Bila perintah pertama tersebut tidak dipatuhi / diindahkan, maka supaya diulang dengan perintah kedua . Apabila juga tetap tidak mengindahkan supaya diulang dengan perintah yang ketiga.
– Apabila perintah ketiga juga tidak diindahkan maka petugas dengan paksa melakukan penangkapan terhadap tersangka, karena telah melawan perintah petugas yang sedang menjalankan tugas jabatannya yang syah (Pasal 216 KUHAP)
(3) Dalam hal usaha untuk memasuki rumah, tersangka / penghuni tidak mau membukakan pintu dan ada tanda-tanda akan adanya perlawanan maka :
– Ketua team yang akan melakukan penangkapan mengatur posisi petugas-petugas untuk mengadakan pengamanan dan pengawasan agar tersangka tidak meloloskan diri, antara lain dengan menutupi penjaga semua jalan keluar.
– Ketua team memberikan peringatan dengan kata-kata yang dapat didengar oleh tersangka, memerintahkan agar tersangka menyerahkan diri.
– Apabila tersangka tidak memenuhi perintah, maka :
– Ketua team memerintahkan sekali lagi kepada tersangka agar keluar dan menyerahkan diri.
– Dalam hal perintah tersebut tidak diindahkan juga, ketua team memberikan peringatan terakhir.
– Apabila peringatan tidak diindahkan, petugas berusaha mamasuki rumah dengan kekerasan dan melakukan penangkapan
(4) Petugas agar lebih berhati-hati dan dengan kesiagaan yang tinggi melakukan tindakan memasuki rumah dengan memperhatikan tehknik dan taktik pengepungan dan penggerebegan rumah.
Pelaksanaan dengan Penggerebegan dilaksanakan sebagai berikut :
– Dengan isyarat dari ketua team memerintahkan petugas (minimal 2 orang) yang telah ditunjuk mendobrak pintu setelah pintu terbuka, pendobrak segera mengambil posisi ditempat yang terlindung disisi bagian luar sambil menunggu reaksi.
– Jika orang yang akan ditangkap menampakan diri dan keluar dengan sikap menyerah segera dilakukan penangkapan dan langsung dilakukan penggeledahan pakaian dan badannya kemudian diborgol
– Apabila tetap tidak ada reaksi (tanda-tanda) untuk menyerah, lemparkan suatu benda untuk memancing reaksi.
– Apabila tidak ada reaksi , atas isyarat dan ketua team kedua petugas pendobrak memasuki rumah dengan cara posisi sedemikian rupa serta sikap menembak agar dapat segala kemungkinan yang dapat terjadi sehingga penangkapan berhasil.
– Petugas dalam hal terpaksa melakukan penembakan sesuai dengan kepentingan hukum yang dibela karena ada perlawanan bersenjata, maka penembakan yang diarahkan pada bagian tubuh yang tidak mematikan.
(5) Penangkapan ditempat ramai dan terbuka dilakukan dengan dan sebagai berikut :
– Berusaha membuntuti orang yang akan ditangkap dengan mengikuti sampai ditempat yang sepi baru dilakukan penangkapan
– Apabila cara tersebut tidak mungkin dilakukan penindakan maka penangkapan harus dilakukan seperti diatas menyergapnya tanpa membahayakan bagi kepanikan khalayak ramai.
– Setelah ditangkap segera diborgol sesuai dengan petunjuk pemborgolan dan petunjuk membawa tahanan.
(6) Dalam hal penangkapan terpaksa dilakukan ditempat gelap (malam hari) maka dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
– Terlebih dahulu melemparkan suatu benda untuk memancing reaksi orang yang akan ditangkap.
– Jika petugas mempergunakan lampu senter jangan dipegang erat tepat didepan badan tetapi disamping badan sejauh mungkin.
(7) Apabila orang yang akan ditangkap dalam keadaan sakit keras, maka atas hasil pengamatan petugas bila perlu dengan nasehat dokter, petugas mengambil langkah-langkah sebagai berikut :
– Melaporkan tentang keadaan orang yang akan ditangkap kepada Kepala Kesatuan atau penyidik yang mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan.
– Petugas menyampaikan perintah Penyidik yang mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan kepada orang yang akan ditangkap / keluarganya, antara lain :
– Tetap tinggal dirumah, atau
– Apabila sedang dirawat dirumah sakit, tetap tinggal dirumah sakit, dengan pengawasan petugas Polri dan jaminan tidak melarikan diri dari keluarganya.

(8) Apabila orang yang akan ditangkap memungkiri identitas seperti yang dicantum dalam Surat Perintah Penangkapan, maka tindakan petugas adalah sebagai berikut :
– Minta kepada orang yang bersangkutan agar menunjukan tanda pengenal yang dimilikinya apabila identitas yang tercantum dalam surat tanda pengenal tidak sama dengan yang ada surat Perintah Penangkapan, maka perlu dilakukan penelitian kembali.
– Untuk mendapatkan kepastian tentang orang yang bersangkutan, perlu diusahakan dari penduduk sekitarnya terutama Kepala Desa / Ketua Lingkungan setempat.
– Apabila orang yang ditangkap memberikan keterangan yang tidak benar akan identitasnya agar segera dilakukan penangkapan.
(9) dalam hal penangkapan harus dilakukan terhadap orang yang berdiam / bertempat tinggal diderah terpencil yang tidak dapat dicapai dalam waktu satu hari, maka tindakan yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut :
– diterbitkan 2 (dua) macam Surat Perintah, ialah Surat Perintah Penangkapan dan Surat Perintah Membawa dan Menghadapkan tersangka.
– Penyidik memerintahkan Penyelidik untuk membawa dan menghadapkan orang yang akan ditangkap kepadanya, hal mana dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 4 KUHAP.
– Untuk kepentingan ini maka kepada Penyelidik diberikan Surat Perintah Tugas, dan surat perintah membawa dan menghadapkan tersangka.
– Orang yang akan ditangkap, diambil / dijemput oleh Penyidik ditempat tinggal / tempat kediaman atau tempat ia berada dengan surat Perintah membawa untuk menghadapkan tersangka kepada penyidik.
– Sesampainya orang yang akan ditangkap ditempat kedudukan Penyidik / Penyidik pembantu, maka dikenakan Surat Perintah Penangkapan untuk kemudian dilakukan pemeriksaan terhadapnya guna menentukan status orang yang ditangkap itu lebih lanjut.
– Tindakan lain adalah Penyidik / Penyidik pembantu, datang sendiri ketempat orang yang akan ditangkap untuk melakukan penangkapan sekaligus memeriksa tersangka tersebut ditempat.
(10) Dalam melakukan Penangkapan, diusahakan agar tersangka tidak meloloskan diri / melakukan perbuatan yang tidak diinginkan seperti bunuh diri atau perbuatan yang membahayakan keselamatan petugas sendiri.
(11) Apabila tersangka yang ditangkap berkebangsaan asing, maka sesuai jalur pelaporan, hal tersebut diberitahukan kepada Departement Luar Negeri R.I guna diteruskan kepada perwakilan Negara tersangka dimaksud.
(12) Dalam hal penangkapan terhadap tersangka / terdakwa dilakukan untuk memenuhi permintaan dari kejaksaan atau hakim maka tersangka / terdakwa berikut Berita Acara Penangkapannya diserahkan kepada yang meminta bantuan dengan Berita Acara Penyerahan Tersangka.
b. Penangkapan Tanpa Surat Perintah Penangkapan
1) Setiap orang yang menemukan Tindak Pidana dalam keadaan tertangkap tangan, berhak menangkap tersangka, untuk kemudian segera melaporkan / menyerahkan tersangka tersebut barang bukti yang ada kepada kesatuan Polri terdekat.
2) Apabila anggota Polri menemukan suatu tindak pidana dalam keadaan tertangkap tangan maka tindakan yang perlu diambil antara lain adalah sebagai berijkut :
a) Menangkap pelaku dan menyita barang bukti
b) Melarang orang-orang yang dianggap perlu, untuk tidak meninggalkan tempat sebelum pemeriksaanditempat kejadian selesai.
c) Melaporkan penyerahan tersangka beserta atau tanpa barang bukti kepada Kesatuan Polri (Pamapta atau Lembaga yang sama fungsinya) yang terdekat disertai Berita Acara tentang tindakan yang telah dilakukan.
3) Kesatuan (Pamapta Polri atau Lembaga yang sama Fungsinya) membuat Laporan Polisi dan memberikan tanda penerimaan Laporan dan Penyerahan sebagaimana tersebut pada angka 1 dan 2 diatas.
b. Pelepasan tersangka dengan Surat Perintah
1) Pelepasan Penangkapan dengan Surat Perintah dilakukan dengan pertimbangan setelah tersangka diperiksa selama 1 x 24 jam atau 2 x 24 jam untuk kasus narkotika diperoleh petunjuk bahwa :
a) Kejahatan yang dilakukan tersangka tidak terdapat alasan yang kuat untuk ditahan sesuai pasal 21 (4) KUHAP dan atau peraturan perundang-undangan lainnya.
b) Tidak cukup bukti/bukan tindak pidana atau bebas demi hukum.
2) Setiap kali melakukan Pelepasan tersangka, harus dibuat Berita Acaranya.
3) Penyidik / Penyidiuk Pembantu minta tanda tangan tersangka yang dilepas pada lembar catatan surat penangkapan yang diberikan kepadanya dan yang ada pada petugas untuk arsip Penyidik/Penyidik pembantu
4) Surat Perintah pelepasan Penangkapan / Tersangka dibuat dalam rangka 3 (tiga) yang masing-masing ditujukan kepada tersangka/keluarga tersangka dan arsip.
c. Penangkapan atas permintaan Kepolisian Negara anggota ICPO-Interpol
1) Bantuan Penangkapan diberikan atas dasar permintaan melalui Interpol dengan dilengkapi Surat Perintah Penangkapan yang dikeluarkan oleh negara peminta.
2) Masa berlaku surat perintah Penangkapan dimaksud harus mempunyai tenggang waktu yang cukup untuk dilakukannya penangkapan tersebut.
5. Hal-hal yang perlu diperhatikan
a. Dalam pelaksanaan penangkapan, maka hak-hak tersangka dan penasehat Hukum yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut :
1) Guna kepentingan Pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasehat Hukum, selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-undang (Pasal 54 KUHAP)
2) Penasehat Hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-undang (Pasal 69 KUHAP)
a. Pelaksanaan penangkapan tehadap tersangka anggota MPR/DPR,DPA,BPK dan para Mentri Kabinet serta anggota DPRD Tingkat I dan Tingkat II maka tata cara penangkapannya disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang yang berlaku baginya.
b. Dalam tersangka yangditangkap berada jauh diluar wilayah Penyidik yang menjalankan Penyidikan, maka masa Penahanan tersangka dihitung sejak tersangka berada dikantor penyidik yang bersangkutan sehingga waktu yang digunakan dalam perjalanan tidak dihitung sebagai masa penahanan tersangka (lihat hasil makehjapol).

3. PENAHANAN
1. Pengertian
Penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau Hakim dengan Penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang.
2. Pertimbangan
Penahanan terhadap tersangka dapat dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut :

a. Berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka diduga keras telah melakukan / percobaan melakukan / membantu melakukan tindak pidana dengan bukti yang cukup.
b. Adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka :
1) Akan melarikan diri
2) Merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau ;
3) Akan mengulangi tindak pidana
c. Tindak pidana yang dilakukan adalah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP, sebagai berikut :
1) Tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun, atau lebih.
2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 283 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1) Pasal 535 ayat (1) pasal 372, Pasal 378, Pasal 379, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
3. Ketentuan Hukum
a. Pasal 1 butir 21 KUHAP merupakan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan penahanan.
b. Pasal 7 ayat (1) huruf d Pasal 11 dan Pasal 20 mengatur tentang wewenang Penyidik/Penyidik Pembantu dalam hal penahanan (Penyidik Pembantu atas perintah Penyidik)
c. Pasal 21 KUHAP mengatur alasan dan syarat-syarat untuk dapat melakukan penahanan.
d. Pasal 22 KUHAP mengatur tentang jenis penahanan dan Pasal 23 KUHAP.
e. Pasal 24 KUHAP mengatur tentang jangka waktu penahanan .
f. Pasal 29 KUHAP mengatur tentang pengecualian waktu penahanan yang diberikan oleh ketua PN.
g. Pasal 31 KUHAP mengatur tentang Penangguhan penahanan
h. Pasal 123 KUHAP mengatur tentang keberatan penahanan yang dilakukan oleh penyidik.
4. Persiapan
Dalam hal Penyidik / Penyidik Pembantu berdasarkan pelimpahan wewenang dari Penyidik akan melakukan tindakan penahanan atau perpanjangan penahanan atau penangguhan penahanan atau pembantaran penahanan atau pengalihan jenis penahan atau pengeluaran penahanan, maka terlebih dahulu harus :
a. Menerbitkan surat pemberitahuan :
1) Surat Perintah Penahanan, apabila akan melakukan penahanan tersangka.
2) Surat Perintah Pengalihan Jenis Penahanan, apabila akan melakukan pengalihan jenis penahanan tersangka.
3) Surat Perintah Pemindahan Tempat Penahanan apabila akan melakukan pemindahan tempat penahanan tersangka.
4) Surat Perintah Pembantaran Penahan apabila akan melakukan pembantaran penahanan tersangka.
5) Surat Perintah Pencabutan Pembantaran Penahanan apabila akan melakukan pencabutan pembantaran penahanan.
6) Surat Perintah Penangguhan Penahanan, apabila akan melakukan penangguhan penahanan.
7) Surat Perintah Pencabutan Penangguhan Penahanan apabila akan melakukan pencabutan penangguhan penahanan.
8) Surat Perintah Penahanan Lanjutan apabila akan melakukan penahanan lanjutan terhadap tersangka.
9) Surat Perintah Pengeluaran Tahanan apabila akan melakukan pengeluaran tersangka dari tahanan.
b. Menyiapkan surat Permintaan Perpanjangan Penahanan Kepada Penuntut Umum atau Ketua Pengadilan Negri (sesuai keperluan) apabila diperlukan perpanjangan penahanan, Surat permintaan perpanjangan Penahanan diajukan 5 (lima) hari sebelum jangka waktu penahanan habis.
c. Membuat Resume singkat hasil penyidikan pada saat itu, untuk kepentingan permintaan perpanjangan penahanan tersangka.
d. Menyiapkan surat pengantar untuk penyerahan tersangka kepada Pejabat Rutan/Cabang Rutan yang memuat :
1) Identitas tersangka (Sesuai Surat Perintah Penahanan)
2) Nama, Pangkat, Jabatan, Pejabat Rutan yang berwenang menerima, tanggal dan jam penerimaan serta tanda tangan dan cap jabatan.
e. Menyiapkan angkutan dan pengawalan apabila diperlukan
f. Disetiap kesatuan Polri yang mempunyai tahanan agar ditunjuk khusus dari petugas Reserse untuk membantu melakukan pengawasan terhadap para tersangka
5. Pelaksanaan.
a. Penahanan
1) Penahanan di Rutan / Cabang Ruatan.
a) Surat Perintah Penahanan (rangkap 9) diserahkan terhadap tersangka yang akan ditahan untuk ditanda tangani.
b). Surat Perintah Penahanan disampaikan kepada tersangka, keluarga tersangka, Pejabata Rutan, Penuntut dan Ketua Pengadilan Negri disamping untuk keperluan kelengkapan Berkas Perkara.
c. Diadakan pemeriksaan kesehatan tersangka (bila ada, oleh Dokter Polisi)
d. Dilakukan penggeledahan badan dan pakaian tersangka dan semua barang yang tidak diperkenankan dibawa masuk kedalam ruang tahanan (antara lain benda tajam, selendang tali, ikat pinggang, obat-obatan berbahaya, barang perhiasan, uang, HP)
e. Sebelum dimasukan kedalam Rutan / Cabang Arutan, barang milik tersangka tersebut pada (4) disimpan oleh dan menjadi tanggung jawab Penyidik/ Penyidik pembantu yang memeriksa perkara yang bersangkutan, dengan catatannya didalam buku Register Barang titipan Tahanan, dan kepada tersangka diberikan tanda bukti Penitipan.
f. Tersangka difoto dan diambil sidik jarinya untuk kepentingan filling dan recording.
g. Setelah berada di Rutan, dengan surat pengantar yang dilampiri Surat Perintah penahanan tersangka, tersangka berikut barang titipan diserahkan kepada Pejabat Rutan / Cabang Rutan yang berwenang berikut buku ekspedisi.
h. Pejabat Rutan yang berwenang menerima, diminta menandatangani penyerahan dimaksud pada buku ekspedisi, dengan menyebutkan nama terang, pangkat, tanggal penerimaan dan dibubuhi cap jabatan / dinas.
i. Tindakan tersebut pada (7) dan (8) dituangkan / dibuat Berita Acara penyerahan Tersangka, yang harus ditandatangani petugas Polri yang menyerahkan dan oleh Pejabat Rutan yang menerima dan 2 orang saksi dari pihak Rutan.
j. Dalam hal sebelum diRutan / Cabang Rutan. Maka tersangka ditempatkan didalam ruangan tahanan kantor Kepolisian setempat.

1) Penahanan rumah
a) Dilakukan tindakan sebagaimana tersebut pada angka 1) a) dan b) dengan catatan bahwa Surat Perintah Penahanan Rumah diterbitkan hanya dalam rangkap sembilan (untuk pejabat Rutan / Cabang Rutan tidak dibuat
b) Penahanan rumah dilaksanakan dirumah tempat tinggal / kediaman tersangka dengan mengadakan pengawasan atau menempatkan penjagaan untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan penyidikan
c) Mengadakan penjagaan tepat pada waktu – waktu tertentu dan atau dilakukan patroli ( cheking ) rutin / berubah-ubah, dan atau dichek dengan telepon ( apabila dirumah tersangka ada telepon ), dan atau dengan meminta bantuan / mengikut sertakan pada lingkungan RT / RW / RK dalam rangka SISKAMLING, dengan pengarahan dan koordinasi Kesatuan Polri terdekat.
2) Penahanan Kota
a) Dilakukan tindakan sebagaimana tersebut angka 1) a) dan b) diatas
b) Penahanan Kota dilaksanakan di Kota tempat tinggal / kediaman tersangka dengan kewajiban bagi tersangka melapor diri pada waktu – waktu yang ditentukan
c) Dalam hal tersangka yang ditahan menderita sakit, dan menurut pengamatan Penyidik / Penyidik Pembantu yang bersangkutan serta menurut pendapat dokter perlu dirawat di rumah sakit, maka penahanan dapat dilaksanakan dirumah sakit ( dilakukan pembataran penahanan ) dengan pengawasan kesatuan Penyidik / Penyidik Pembantu tersebut diatas atau minta bantuan dari kesatuan Polri yang terdekat dengan rumah sakit tersebut.
d) Jangka waktu penahanan yang menjadi kewenangan Polri terhadap semua jenis penahanan, paling lama 20 (dua puluh ) hari.
b. Perpanjangan Penahanan
Apabila diperlukan penahanan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, maka jangka waktu penahanan dapat diperpanjang dengan :
1) Perpanjangan Penahanan oleh Penuntut Umum
a) Untuk paling lama 40 ( empat puluh ) hari
b) Atas permintaan Penyidik / Penyidik Pembantu kepada Penuntut Umum yang berwenang
c) Surat Permintaan Perpanjangan Penahanan dilampiri resume hasil penyidikan, diajukan 5 ( lima ) hari sebelum waktu penahanan habis

2) Perpanjangan penahanan oleh Ketua Pengadilan Negeri
a) Dalam hal adanya alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena :
(1) Tersangka menderita gangguan fisik dan mental yang berat yang harus dikuatkan dengan surat keterangan dokter, atau
(2) Perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara 9 (sembilan ) tahun atau lebih
b) Perpanjangan penahanan diberikan untuk paling lama 30 ( tiga puluh ) hari, dan dapat diperpanjang sekali untuk paling lama (tiga puluh ) hari
c) Perpanjangan penahanan diperoleh atat permintaan dari Penyidik / Penyidik Pembantu yang bersangkutan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat
d) Surat permintaan diajukan 5 ( lima ) hari sebelum waktu penahanan berakhir / habis, dengan dilampiri resume penyidikan
e) Jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada hutuf b point 1) dan 2) berlaku bagi semua jenis penahanan ( Penahanan di Rumah Tahanan Negara, Penahan Rumah, Penahanan Kota

c. Pengalihan Jenis Penahanan
1) Pertimbangan
a) Dalam hal pemeriksaan terhadap tersangka telah selesai dan tidak dikhawatirkan tersangka akan melarikan diri serta tidak menyulitkan dalam pengawasannya.
b) Keadaan atau kondisi kesehatan tersangka yang memerlukan perawatan dokter ( rawat jalan ).
c) Kehadiran tersangka sangat diperlukan oleh masyarakat karena profesi/keahliannya.

2) Persyaratan
a) Adanya pengajuan permohonan pengalihan jenis penahanan dari tersangka /keluarganya penasehat hukumnya yang diketahui oleh RT /RW / Kepala Desa setempat.
b) Wajib untuk melapor diri kepada penyidik / penyidik pembantu selama menjalani penahanan tersebut.
3) Pelaksananan
a) Tersangka / keluarganya / penasehat hukumnya mengajukan pengalihan jenis penahanan kepada Kepala Kesatuan /Pejabat yang ditunjuk selaku Penyidik, Penyidik mempelajari dan mempertimbangkan untuk dapat tidaknya dilakukan pengalihan jenis penahanan .
b) Apabila Kepala kesatuan / Pejabat yang ditunjuk mengabulkan permohonan tersebut, maka penyidik / Penyidik Pembantu menyiapkan dan membuat administrasi penyidikan berupa :
(1) Surat Perintah Pengalihan Jenis Penahan
(2) Berita Acara Pengalihan Jenis Penahanan
(3) Surat Keterangan Wajib Lapor
(4) Membuat Resuma Singkat

c) Surat Perintah Pengalihan Jenis Penahanan diserahkan kepada tersangka dalam rangkap 10 (sepuluh ) untuk ditandatangani olehnya dan oleh Petugas Polri yang menyerahkan, masing – masing pada kolom yang telah ditentukan
d) Surat perintah Jenis Pengalihan Jenis Penahanan disampaikan kepada tersangka, keluarga tersangka, Pejabat Rutan, Penuntut Umum dan Ketua Pengadilan Negeri, disamping untuk kepentingan Berkas Perkara
e) Kepala Kesatuan / Pejabat yang ditunjuk selaku penyidik menunjuk anggota untuk melakukan pengawasan terhadap tersangka yang bersangkutan

d. Pemindahan tempat Penahanan
dalam hal penyidikan masih berlangsung kemudian dibutuhkan tindakan untuk memindahkan tersangka dari satu rutan ke rutan yang lain guna memperlancar kegiatan Penyidikan, maka langkah yang perlu dilakukan sebagai berikut :
a. Penyidikan dimana tersangka itu ditahan menganalisa dan menyimpulkan kasusnya
b. Melakukan koordinasi dangan penyidik dari kesatuan lain yang mempunyai kaitan dengan kasus tersebut
c. Menentukan waktu pemindahan tempat tahanan
d. Mempersiapkan Administrasi Penyidikan berupa :
1) Berita Acara Penyerahan Tersangka, Barang Bukti dan Berkas Perkara
2) Surat Perintah Penyerahan Tersangka
3) Surat Perintah Pemindahan Tempat Penahanan
4) Berita Acara Pemindahan Tempat Penahanan
e. Menyerahkan Tersangka dan menyelesaikan administrasi pemindahan tempat penahanan

e. Pembataran Penahanan
1) Dalam hal penyidikan masih berlangsung kemudian tersangka menderita sakit hingga perlu perawatan / opname dalam waktu yang tidak dapat ditentukan, maka terhadap tersangka dapat dilakukan tindakan pembataran penahanan
2) Apabila tersangka sudah pulih kembali dan memungkinkan untuk dilakukan penahanan, maka pembataran terhadap tersangka dapat dicabut dan tersangka kembali menjalankan masa penahanan sepanjang penyidik masih mempunyai kewenangan untuk menahan / memperpanjang penahanan
3) Langkah – langkah yang perlu dilakukan sebagai berikut :
a) Melakukan pemeriksaan terhadap kondisi tersangka untuk memastikan apakah tersangka masih bisa ditahan atau tidak
b) Apabila kondisi tersangka tidak mungkin untuk dilakukan penahanan, maka penyidik segera melakukan pembantaran ( penahannya untuk sementara waktu dihentikan ) untuk memberikan kesempatan kepada tersangka dilakukan perawatan / opname
c) apabila kondisi tersangka sudah dinyatakan pulih oleh dokter, kepada tersangka dapat dilanjutkan masa penahanannya
d) Sepanjang tersangka dalam masa perawatan / opname, penyidik berkewajiban untuk melakukan pengawasan dan pengamanan terhadap tersangka
e) Membuat Berita Acara Pembantaran dan melaporkan kepada Kepala Kesatuan
f) Membuat Administrasi Penyidikan berupa
1) Surat Perintah Pembantaran Penahanan
2) Berita Acara Pembantaran Penahanan
3) Laporan Pelaksanaan Pembantaran Penahanan

f. Penangguhan Penahanan
Setelah dipenuhinya persyaratan dan persiapan, penangguhan penahanan dapat dikenakan terhadap tersangka yang sedang menjalani penahanan, sebagai berikut :
1) Penangguhan Penahanan terhadap tersangka yang ditahan dalam Rutan dapat dilakukan atas jaminan uang atau jaminan orang dengan ketentuan :
a) Jaminan uang.
(1) Dibuat perjanjian antara penyidik dengan tersangka atau penasehat hukumnya dengan menentukan syarat – syaratnya
(2) Jumlah uang jaminan harus secara jelas disebutkan dalam perjanjian yang besarnya ditetapkan oleh penyidik
(3) Uang jaminan disetorkan sendiri oleh pemohon atau penasehat hukumnya atau keluarganya ke panitera Pengadilan Negeri dengan Formulir penyetoran yang dikuluarkan oleh penyidik
(4) Bukti setoran dibuat rangkap tiga :
– 1 lembar untuk arsip Panitera
– 1 lembar oleh yang menyetorkan untuk digunakan sebagai bukti telah melaksanakan isi perjanjian
– 1 lembar lagi dikirimkan oleh Panitera kepada penyidik melalui kurir untuk digunakan sebagai alat kontrol
(5) berdasarkan tanda bukti penyetoran uang, uang diperlihatkan oleh keluarga atau kuasanya atau berdasarkan tanda bukti penyetoran uang jaminan yang diterima dan Panitera Pengadilan, maka Penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penangguhan Penahanan.

b) Jaminan Orang
(1) Tersangka atau Penasehat Hukumnya membuat surat perjanjian tentang kesanggupan untuk menyerahkan sejumlah uang berdasarkan syarat – syarat dan pertimbangan tertentu dan penyidik, sebagai jaminannya apabila dikemudian hari tersangka tidak dapat dihadirkan dihadapan Penyidik selama 3 bulan berturut – turut.
(2) Identitas orang yang menjamin dicantumkan dalam surat perjanjian dan juga ditetapkan besarnya uang yang harus dijamin oleh penjamin.
(3) Berdasarkan surat jaminan dari penjamin tersebut, maka Penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penangguhan Penahanan.

c) Apabila tersangka melarikan diri dan setelah lewat 3 bulan tidak ditemukan maka :
(a) Penjamin segera menyerahkan / menyetorkan jaminan uang tersebut ke kas Negara.
(b) Dalam hal jaminan orang Penjamin diwajibkan membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh Penyidik sesuai dengan yang tercantum dalam surat perjanjian untuk disetor ke Kas Negara melalaui Panitera Pengadilan dan apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang telah ditetapkan dalam perjanjian maka dengan bantuan juru sita menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara melalaui Panitera Pengadilan ( PP No. 27 tahun 1983 Pasal 35 dan Permenkeh No. M.14 PN.07.03 tahun 1983 )

g. Penahanan Lanjutan
1) Dalam hal penyidikan masih berlangsung, sedangkan atas permintaan tersangka kemudian dilakukan penangguhan penahanan atau tersangka melarikan diri pada saat masa penahanan dan tersangka dapat ditangkap kembali atau ada beberapa alasan, dimana tersangka diduga akan mempersulit proses penyidikan selama menjalani penangguhan penahanan, maka perlu dilakukan penahanan.
2) Langkah – langkah yang perlu dilakukan sebagai berikut :
a) Menyiapkan Surat Perintah Penangkapan.
b) Melakukan penangkapan dan membuat Berita Acara Penangkapan.
c) Membuat Surat Perintah Penahanan Lanjutan
d) Melakukan penahanan lanjutan dan membuat Berita Acara Penahanan Lanjutan.
e) Melanjutkan penahanan terhadap tersangka yang tertangkap kembali sesudah melarikan diri dari tahanan dan membuat Berita Acaranya.
f) Melanjutkan penahanan terhadap tersangka yang sudah selesai menjalani masa pembantaran dan membuata Berita Acaranya.

h. Pengeluaran Tahanan
1) Pertimbangan
a) Kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi dan tidak ada kekhawatiran tersangka akan melarikan diri atau akan merusak / menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi perbuatan tindak pidana.
b) Setelah waktu penahanan maksimal sudah berakhir dan tidak dapat diperpanjang lagi walaupun pemeriksaan belum selesai.
c) Perkara telah selesai karena dicabut ( delik aduan ) walaupun masa penahanan belum berakhir.

2) Pelaksanaan
a) Dengan pertimbangan – pertimbangan tersebut diatas, Penyidik / Penyidik Pembantu menyiapkan dan membuat administrasi penyidikan berupa :
(1) Surat Perintah Pengeluaran Tahanan.
(2) Berita Acara Pengeluaran Tahanan.
(3) Membuat resume singkat

b) Surat Perintah Pengeluaran Tahanan diserahkan kepada tersangka dalam rangkap 10 ( sepuluh ) untuk ditanda tangani olehnya dan oleh petugas Polri yang menyerahkan, masing – masing pada kolom yang telah ditentukan

c) Surat Perintah Pengeluaran Tahanan disampaikan kepada tersangka, keluarga tersangka, Pejabat Rutan, Penuntut Umum dan Ketua Pengadilan Negeri, disamping untuk kepentingan kelengkapan Berkas Perkara.

d) Dilakukan permeriksaan kesehatan ( bila ada, oleh Dokter Polisi)

6. Hal – hal yang perlu diperhatikan :
a. Dalam pelaksanaan tindakan penahanan hak – hak tersangka yang ditahan perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut :
1) Dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan itu dijalankan, tersangka harus mulai diperiksa (Pasal 122 KUHAP)
2) Menghubungi Penasehat Hukum ( Pasal 57 ayat (1) KUHAP )
3) Mengbungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya apabila tersangka berkebangsaan asing ( Pasal 57 ayat (2) KUHAP )
4) Diberitahukan Penahanan atas dirinya kepada keluarga atau orang lain yang serumah atau orang lain yang dibutuhkan bantuannya untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya ( Pasal 59 KUHAP )
5) Mengadakan hubungan surat – menyurat dengan penasehat hukum atau dengan keluarganya dan harus disediakan alat tulis menulisnya ( Pasal 62 KUHAP )
6) Menghubungi dan menerima kunjungan
a) Dokter pribadi ( Pasal 58 KUHAP )
b) Pihak yang mempunyai hubungan keluarga ( pihak ) lain guna mendapatkan jaminan baik penangguhan penahanan atau untuk usaha mendapatkan bantuan Hukum ( Pasal 60 KUHAP )
c) Sanak keluarganya untuk kepentingan pekerjaan atau kekeluargaan ( Pasal 61 KUHAP )
7) Mengajukan permintaan kepada Pengadilan Negri setempat untuk dilakukan penerimaan Pra peradilan tentang sah atau tidak sahnya penahanan atas dirinya ( Pasal 124 KUHAP )

b. Penahanan terhadap tersangka anggota MPR/ DPR, DPA, BPK dan para menteri Kabinet serta anggota DPRD Tingkat I dan II dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam undang – undang yang berlaku baginya
c. Penahanan terhadap warga negara asing segera diberitahukan kepada Perwakilan Negara melalui Departemen Luar Negeri ( DEPLU )
d. Bagi setiap tindakan penahanan, Penangguhan Penahanan, pengalihan jenis penahanan, Pembantaran Penahanan dan Pengeluaran Tahanan harus dibuat Berita Acaranya masing – masing yang ditanda tangani oleh Penyidik / penyidik Pembantu dan tersangka yang bersangkutans

4. PENGGELEDAHAN

1. Pengertian
a. Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang – undang
b. Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita
2. Pertimbangan
a. Salah satu kegiatan penindakan upaya paksa dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana adalah tindakan penggeledahan ( badan, rumah, tempat tertutup )
b. Tindakan penggeledahan dilakukan dengan maksud :
1) Untuk mendapatkan bukti – bukti dan atau barang bukti
2) Untuk mendahului tindakan penangkapan terhadap tersangka
3) Menekan peluang serangan tersangka kepada petugas
3. Ketentuan Hukum
a. Pasal 1 butir 17 dan 18 merupakan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan penggeledahan
b. Pasal 5 (1) huruf b pasal 7 (1) huruf d pasal 11, pasal 32 dan pasal 37 KUHAP mengatur tentang kewenangan penyidik / Penyidik Pembantu dalam hal penggeledahan
c. Pasal 33 KUHAP mengatur tentang syarat dan tata cara penggeledahan
d. Pasal 34 KUHAP mengatur tentang alasan penggeledahan tanpa ijin dari Ketua PN serta tindakan yang tidak diperkenankan
e. Pasal 36 KUHAP mengatur tentang pelaksanaan penggeledahan rumah diluar daerah hukum Penyidik / Penyidik Pembantu
4. Persiapan
Persiapan yang harus dilakukan dalam pelaksanaan penggeledahan adalah :
a. Mengajukan Permintaan ijin kepada Ketua Pengadilan Negeri sedaerah hukum untuk melakukan penggeledahan rumah atau tempat tertutup lainnya
b. Mengajukan permintaan ijin penggeledahan rumah disertai dengan permintaan ijin khusus untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan penyitaan surat – surat lainnya apabila dalam penggeledahan rumah atau tempat tertutup lainnya itu diperlukan pula tindakan pemeriksaan dan penyitaan surat – surat lain.
c. Menerbitkan Surat Perintah Penggeledahan, setelah memperoleh Surat Ijin / Surat Ijin Khusus dari Ketua Pengadilan Negeri sedaerah hukum ( foto copy Surat dan Ketua Pengadilan Negeri dilampirkan pada surat Perintah Penggeledahan )
d. Mengajukan surat permintaan bantuan kepad Pejabat Kesehatan ( dokter / paramedis ), apabila akan dilakukan pemeriksaan bagian dalam badan ( dalam hal diduga tersangka menyimpan / menalan barang bukti )
e. Melakukan koordinasi dengan fungsi lain dilingkungan Polri / Instansi lain guna kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan penggeledahan, apabila akan melakukan penggeledahan terhadap alat angkutan, darat atau air atau udara ( bus, kereta api, kapal laut, kapal udara)
f. Catatan
1) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, Surat Perintah Penggeledahan diterbitkan dan diberlakukan tanpa menunggu adanya Surat Ijin / Surat Ijin Khusus dari Ketua Pengadilan Negeri sedaerah hukum terlebih dahulu
2) Petugas pelaksana harus menguasai keterangan dan data mengenai sasaran penggeledahan baik berupa barang, surat lain ataupun identitas tersangka yang harus dicari dan harus ditemukan.
5. Pelaksanaan Penggeledahan
a. Penggeledahan rumah dan atau tempat tertutup lainnya
1) Diluar hal tertangkap tangan
a) Diperlukan Surat Ijin Penggeledahan Rumah dari Ketua Pengadilan sedaerah hukum (dicantumkan didalam kolom dasar dan pertimbangan pada Surat Perintah Penggeledahan )
b) Diperlukan Surat Perintah Penggeledahan ( pada kolom dasar dan pertimbangan mencantumkan tanggal dan nomor Surat Ijin Penggeledahan dari Ketua Pengadilan Nageri )
c) Dilakukan oleh Penyidik / Penyidik Pembantu dan atau Penyelidik atas perintah Penyidik
2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak
a) Dapat dilakukan tanpa Surat Ijin Penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri
b) Diperlukan surat Perintah Penggeledahan
c) Penyidik, Penyidik Pembantu dan Penyelidik atas Perintah penyidik dapat melakukan penggeledahan :
(1) Halaman rumah tersangka bertempat tinggal / berdiam atau berada, dan yang ada diatasnya
(2) Setiap tempat lain dimana tersangka bertempat tinggal / berdiam atau berada
(3) Di tempat tindak pidana dilakukan atau tempat lain yang terdapat bekas tindak pidana
(4) Tempat penginapan dan tempat umum lainnya
3) Dalam hal tertangkap tangan
a) Tidak diperlukan Surat Ijin Penggeledahan dari Ketua pengadilan Negeri
b) Tidak diperlukan Surat Perintah Penggeledahan
c) Dapat dilakukan oleh Penyidik, Penyidik Pembantu dan Penyelidik atas perintah Penyidik disemua tempat, kecuali :
(1) Ruang dimana sedang berlangsung sidang MPR, DPR dan DPRD
(2) Tempat dimana sedang berlangsung ibadah dan atau upacara keagamaan
(3) ruang dimana sedang berlangsung Sidang Pengadilan
(4) Penggeledahan rumah dan atau tempat tertutup lainnya dilakukan oleh Penyidik / Penyidik Pembantu atau Penyelidik atas perintah Penyidik yang nama dan identitasnya tercantum dalam Surat Perintah Penggeledahan
(5) Tempat / sasaran yang digeledah sesuai dengan yang tercantum dalam Surat Perintah Penggeledahan
(6) Penggeledahan supaya dilakukan oleh paling sedikit 2 (dua ) orang petugas
(7) Penggeledahan diusahakan dapat dilaksanakan pada waktu siang hari
(8) Untuk kelancaran, keamanan, dan ketertiban, penggeledahan dapat diadakan / diatur penjagaan atau penutupan tempat yang bersangkutan dan Penyidik / Penyidik Pembantu serta Penyelidik atas perintah Penyidik yang melakukan penggeledahan dapat memerintahkan setiap orang yang berada ditempat tersebut untuk meninggalkan tempat selama penggeledahan berlangsung.
(9) Penyidik / Penyidik Pembantu atau Penyelidik yang akan melakukan penggeledahan dengan terlebih dahulu menunjukkan tanda pengenal dan surat perintah penggeledahan ( dilampiri salinan / foto copy Surat Ijin Penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri ) kepada tersangka / keluarga tersangka atau penghuni lainnya
(10)Penggeledahan dilakukan sesuai prosedur, hati – hati dan waspada, wajar, sopan serta mengindahkan norma – norma agama, adat istiadat, sosial, hukum dan sopan santun
(11)Penggeledahan dilakukan dengan disaksikan oleh 2 ( dua ) orang warga lingkungan yang bersangkutan bila tersangka / keluarga tersangka / penghuni menyetujui
(12)Dalam hal tersangka / keluarga / penghuni tidak menyetujui atau tidak hadir, maka penggeledahan dilakukan dengan disaksikan oleh kepala desa / Ketua Lingkungan dan 2 (dua ) orang warga lingkungan yang bersangkutan
(13)Penggeledahan rumah dan atau tempat tertutup lainnya diluar daerah hukum harus ada Surat Ijin Penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri sedaerah hukum, kecuali oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat dan dilakukan dengan didampingi oleh Penyidik / Penyidik Pembantu yang ditunjuk oleh Komandan Kesatuan daerah hukum tempat dilakukannya penggeledahan.
(14)Penggeledahan harus dilakukan secara teliti, seksama dan hati – hati selama mencari dan menemukan bukti – bukti.
(15)Dalam waktu 2 hari setelah dilakukan penggeledahan rumah dan atau tempat tertutup lainnya, harus dibuat Berita Acara Penggeledahan Rumah dengan memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
(a) Berita Acara harus memuat uraian tentang pelaksanaan dan hasil penggeledahan rumah dan atau tempat tertutup lainnya
(b) Berita Acara harus dibacakan terlebih dahulu oleh penyidik kepada yang bersangkutan, kemudian diberi tanggal dan ditanda tangani oleh penyidik maupun tersangka atau keluarganya dan atau kepala desa atau Ketua Lingkungan dengan 2 (dua ) orang saksi
(c) Dalam hal tersangka atau keluarganya tidak mau membutuhkan tanda tangnnya, hal itu dicatat dalam Berita Acara dengan menyebutkan alasannya.
(16)Dalam hal penggeledahan dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak ( tanpa surat ijin Ketua Pengadilan Negeri sedaerah hukum ), maka Ketua Pengadilan Negeri tersebut diberitahukan kemudian dengan surat yang dilampiri Berita Acara Penggeledahan dimaksud, sekaligus guna meminta persetujuannya.
(17)Penggeledahan terhadap tersangka anggota MPR / DPR, DPA, BPK dan para Menteri Kabinet serta anggota DPRD Tingkat I dan Tingkat II dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam undang – undang masing – masing.

b. Penggeledahan Pakaian
Apabila terdapat dugaan keras bahwa pada tersangka terdapat benda yang dapat disita, penggeledahan pakaian tersangka dan barang yang dibawanya dapat dilakukan pada waktu menangkapnya dengan cara sebagai berikut :
1) Penyidik / Penyidik Pembantu dan atau Penyidik menanyakan identitas tersangka
2) Untuk kepentingan keamanan kepada orang yang akan digeledah diperintahkan terlebih dahulu mengambil posisi sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan untuk mengadakan perlawanan terhadap petugas yang menggeledah
3) Penggeledahan pakaian pada badan harus dilakukan seteliti mungkin mulai dari atas sampai ke bawah dengan mengindahkan norma – norma kesusilaan dan kesopanan
4) Penggeledahan pakaian tersebut hendaknya dilakukan oleh 2 ( dua ) orang atau lebih dimana yang seseorang melakukan penggeledahan sedangkan yang lainnya mengawasi
5) Penggeledahan pakaian, seorang wanita sedapat mungkin dilakukan oleh Polwan dan bila tidak ada Polwan, pelaksanaanya dibantu oleh karyawan sipil Wanita Polri atau anggota Bhayangkari di hadapan Penyidik / Penyidik Pembantu yang bersangkutan
6) Selain terhadap pakaian, penggeledahan dilakukan juga terhadap barang – barang yang dibawanya guna mencari barang – barang yang diduga ada hubungannya dengan tindak pidana
7) Sedapat mungkin penggeledahan pakaian tidak dilakukan di depan umum
8) Setelah melakukan penggeledahan pakaian dapat digabung dengan berita acara peggeledahan badan apabila penggeledahan dilakukan oleh seorang Penyidik / Penyidk Pembantu yang sama.

c. Penggeledahan Badan
Penggeledahan badan tersangka dilakukan oleh Penyidik / Penyidik Pembantu pada waktu penangkapan tersangka atau pada waktu tersangka diserahkan kepada Penyidik / Penyidik Pembantu dengan ketentuan dan cara – cara sebagai berikut :
a. Penggeledahan badan tersangka sedapat mungkin dilakukan ditempat yang tertutup
b. Memerintahkan kepada yang akan digeledah untuk menanggalkan seluruh pakaian kecuali pakaian dalam
c. Untuk kepentingan keamanan, kepada orang yang akan digeledah badannya diperintahkan terlebih dahulu mengambil posisi sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan untuk mengadakan perlawanan
d. Penggeledahan badan harus dilakukan seteliti mungkin mulai dari atas sampai ke bawah dengan mengindahkan norma – norma kesusilaan dan kesopanan
e. Penggeledahan badan tersebut hendaknya dilakukan oleh 2 (dua ) orang atau lebih dimana yang seseorang melakukan penggeledahan sedangkan yang lainnya mengawasi
f. Penggeledahan badan seorang wanita sedapat mungkin dilakukan oleh Polwan dan bila tidak ada Polwan, pelaksanaanya dibantu oleh karyawan Sipil Wanita Polri atau anggota Bhayangkari dihadapan Penyidik / Penyidik Pembantu yang bersangkutan
g. Penggeledahan badan apabila diperlukan dengan cara menanggalkan semua pakaian yang dikenakan sehingga dengan demikian dapat diperiksa bagian – bagian badan yang diduga ada hubungannya dengan tindak pidana
h. Untuk melakukan penggeledahan rongga badan agar meminta bantuan kepada Pejabat Kesehatan ( dokter / para medis )
i. Setelah melakukan penggeledahan badan Penyidik / Penyidik Pembantu wajib membuat Berita Acara penggeledahannya rangkap 6 ( enam )
j. Pembuatan Berita Acara penggeledahan badan dapat digabung dengan penggeledahan pakaian apabila yang melaksanakan kedua macam penggeledahan adalah Penyidik / Penyidik Pembantu yang sama
d. Penggeledahan alat angkutan darat, air, dan udara penggeledahan dilakukan tanpa surat izin Ketua Pengadilan Negeri
a. Penggeledahan alat angkutan darat
Pelaksanaan penggeledahan dilakukan dengan ketentuan dan cara – cara sebagai berikut :
1) Perintahkan pengemudi untuk memberhentikan dan menempatkan kendaraannya pada tempat yang akan dan tidak mengganggu kelancaran lalu lintas yang lain
2) Salah seorang petugas memerintahkan kepada semua penumpang turun dan kendaraan tanpa membawa barang apapun, kalau perlu dengan tangan masing – masing di atas kepala sedangkan petugas yang lain malakukan pengamanan
3) Membawa para penumpang ke tempat yang berjauhan dari kendaraan tersebut dan melakukan penggeledahan pakaian dan badan
4) Setelah menyelesaikan melakukan penggeledahan badan dan pakaian barulah dilakukan penggeledahan terhadap kendaraannya secara cermat dan teliti
5) Apabila terhadap suatu keyakinan bahwa barang bukti yang disembunyikan di suatu bagian dan kendaraan yang sulit untuk dicapai maka diminta bantuan ahli untuk mengambilnya
6) Jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan surat yang berhubungan dengan kendaraan ( SIM dan STNK )
7) Taktis dan tehnis penggeledahan terhadap angkutan darat agar mengindahkan petunjuk tehnis yang dirumuskan masing – masing fungsi yang bersangkutan
8) Penggeledahan terhadap kendaraan yang berjalan di atas rel supaya terlebih dahulu meminta izin dan bantuan Kepala Stasiun setempat supaya gerbong yang dicurigai dipindahkan dan rangkaian yang lainnya, guna keperluan tersebut dimintakan bantuan POSUS KA, kemudian barulah diadakan penggeledahan secara cermat dan teliti terhadap gerbong, penumpang dan barang – barang.
9) Dua hari setelah dilakukan penggeledahan harus dibuat Berita Acara penggeledahan alat angkut darat.
b. Penggeledahan alat angkut air dan udara
Penggeledahan alat angkutan air dan udara dilakukan dengan ketentuan dengan cara – cara sebagai berikut :
1) Adakan koordinasi dan minta bantuan dari instansi – instansi yang berwenang dalam bidang pengaturan, pengurusan, dan penyelenggaraan angkutan air dan udara.
2) Taktis dan teknis penggeledahan terhadap angkutan air dan udara agar mengindahkan ketentuan – ketentuan dan petunjuk – petunjuk tehnis yang dirumuskan oleh masing – masing fungsi yang bersangkutan.
3) Dua hari setelah dilakukan penggeledahan supaya dibuat Berita Acaranya.
e. Hal – hal yang perlu diperhatikan :
a. Meskipun kewenangan penggeledahan oleh Penyidik / Penyidik Pembantu secara yuridis diatur dan ditentukan oleh KUHAP dan Undang – undang No. 2 tahun 2002, namun pada kasus – kasus yang menyangkut atau melibatkan anak diperlukan ketentuan – ketentuan yang bersifat khusus (Lex Specialis derogat lex generalis ).
b. Dalam melakukan penggeledahan terhadap anak, Penyidik wajib mempertimbangkan faktor – faktor psikologis bagi anak.
c. Dalam melakukan penggeledahan perlu memperhatikan faktor – faktor keamanan.
d. Penggeledahan badan terhadap seorang wanita harus dilakukan oleh Polwan atau seorang wanita yang ditunjuk oleh Penyidik.
e. Penggeledahan yang menyangkut benda, alat, fasilitas dan tempat – tempat lain yang menyangkut keamanan negara agar dikoordinasikan dengan instansi yang terkait.

5. PENYITAAN
1. Pengertian
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
2. Pertimbangan
Penyitaan dilakukan dengan pertimbangan :
a. Diperlukannya barang bukti yang ada kaitannya dengan kasus / tindak pidana yang terjadi untuk penentuan kasus.
b. Diperlukannya persyaratan kelengkapan berkas perkara guna pembuktian dalam proses penyidikan, penuntutan dan peradilan.
3. Ketentuan Hukum
a. Pasal 1 butir 6 KUHAP memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan penyitaan.
b. Pasal 5 ( 1 huruf b angka 1, pasal 7 (1) huruf d, pasal 14, 40, 41 dan 42 ) KUHAP mengatur tentang kewenangan Penyidik / Penyidik Pembantu dalam hal penyitaan.
c. Pasal 38, 128 dan pasal 129 KUHAP mengatur dengan syarat – syarat penyitaan.
d. Pasal 39 dan pasal 131 KUHAP mengatur tentang benda / barang yang dapat disita.
e. Pasal 43 KUHAP mengatur tentang penyitaan yang hanya dapat dilakukan atas persetujuan dan ijin kusus Ketua PN.
f. Pasal 44 KUHAP mengatur tentang penyimpanan benda sitaan.
g. Pasal 45 KUHAP mengatur tentang syarat – syarat benda sitaan yang dapat dijual lelang, dirampas atau dimusnahkan.
h. Pasal 46 KUHAP mengatur tentang pengembalian benda sitaan kepada orang yang paling berhak / dari siapa benda itu disita.
i. Pasal 47 KUHAP mengatur tentang kewenangan penyitaan terhadap surat lain yang dikirim melalui kantor pos / telkom atau perusahaan pengangkutan.
j. Pasal 130 KUHAP mengatur tentang penanganan dan pengamanan terhadap benda sitaan.
4. Persiapan
Sebelum melaksanakan penyitaan, perlu dilakukan persiapan sebagai berikut :
a. Mengajukan permintaan ijin penyitaan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk memperoleh Surat Ijin Penyitaan atau Surat Ijin Khusus untuk melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat / surat – surat lain.
b. Menerbitkan Surat Perintah Penyitaan, rangkap 9 (sembilan ), setelah memperoleh Surat Ijin / Ijin Khusus dari Ketua Pengadilan Negeri setempat ( salinan / foto copy Surat Ijin / Ijin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri pada Surat Perintah Penyitaan )
c. Menerbitkan Surat Perintah Penyitaan tanpa Surat Ijin / Ijin Khusus Ketua Pengdilan Negeri setempat terlebih dahulu, apabila tindakan penyitaan perlu segera dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak.
d. Disetiap Kesatuan Polri agar ditunjuk petugas yang melakukan pengawasan terhadap barang – barang yang disita / barang bukti.

5. Pelaksanaan Penyitaan
a. Penyitaan Benda
(1) Diluar hal tertangkap tangan
a) Diperlukan Surat Ijin / Ijin Khusus Penyidik dari Ketua Pengadilan Negeri.
b) Diperlukan Surat Perintah Penyitaan.
c) Dapat dilakukan oleh Penyidik / Penyidik Pembantu dan Penyelidik atau perintah Penyidik.
d) Penyitaan dilakukan terhadap benda – benda bergerak ataupun benda tidak bergerak berupa :
(1) Benda atau tagihan tersangka / terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga / diperoleh / sebagai hasil tindak pidana.
(2) Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya.
(3) Benda yang dipergunakan untuk menghalang – halangi Penyidikan tindak pidana.
(4) Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana.
(5) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
(6) Benda yang berada dalam sitaan perkara perdata atau pailit sepanjang memenuhi sebagaimana tersebut pada (1), (2), (3), (4) dan (5).
(2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak
a) Dapat dilakukan tanpa Surat Ijin Ketua Pengadilan Negeri.
b) Tidak diperlukan Surat Perintah Penyitaan.
c) Penyitaan terbatas hanya terdapat benda bergerak saja.
d) Dilakukan oleh Penyidik / Penyidik Pembantu dan Penyelidik Perintah Penyidik.
(3) Dalam hal tertangkap tangan
a) Tidak diperlukan Surat Ijin / Surat Ijin Khusus Ketua Pengadilan Negeri .
b) Tidak diperlukan Surat Perintah Penyitaan .
c) Penyitaan dapat dilakukan terhadap benda dan alat yang ternyata / diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.
d) Dilakukan oleh Penyidik / Penyidik Pembantu, baik karena mendapatkan sendiri maupun karena adanya penyerahan dari Penyidik atau orang lain.
e) Dilakukan oleh Penyidik, baik karena mendapatkan sendiri maupun karena adanya penyerahan dari orang lain, untuk segera diserahkan kepada Penyidik / Penyidik Pembantu sedaerah hukum dengan disertai BARANG BUKTI tentang tindakan yang dilakukannya.
(4) Dalam hal penyitaan diluar daerah hukum, maka pelaksanaannya selain harus diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri juga didampingi oleh Penyidik / Penyidik Pembantu yang ditunjuk oleh kepala kesatuan daerah hukum tempat dilakukannya penyitaan.
(5) Penyitaan supaya dilakukan oleh paling sedikit 2 orang petugas.
(6) Menghubungi Kepala Desa / Ketua lingkungan, diminta untuk menjadi saksi dalam tindakan penyitaan itu.
(7) Penyidik / Penyidik Pembantu dan atau Penyelidik atas perintah Penyidik yang akan melakukan penyitaan menunjukkan tanda pengenal dan Surat Perintah Penyitaan ( dilampiri salinan / poto copy Surat Ijin / Ijin khusus Ketua Pengadilan Negeri ) kepada tersangka / keluarganya / orang lain dari siapa benda akan disita.
(8) Benda – benda yang akan disita, diperlihatkan kepada tersangka / keluarganya / orang lain dan dari siapa benda – benda tersebut akan disita termasuk data dan keterangan tentang asal benda – benda tersebut dengan disaksikan oleh Kepala Desa / Ketua Lingkungan beserta 2 (dua ) orang saksi
(9) Membuat daftar benda – benda yang disita secara terperinci tentang jumlah atau berat menurut jenis masing – masing
(10) Untuk kepentingan pengamanan, apabila dianggap perlu benda yang akan disita dilakukan pemotretan terlebih dahulu
(11) Benda –benda sitaan dibungkus atau diikat menurut jenisnya masing –masing dan diberi label
(12) Tata cara pembungkusan benda sitaan :
a) Benda sitaan dibungkus dan diberi label
b) Pada label tersebut harus dicatat :
(1) Nomor registrasi barang bukti
(2) Jenis
(3) Jumlah dan atau beratnya
(4) Ciri maupun sifat khasnya
(5) Tempat hari dan tanggal penyitaan
(6) Nomor laporan Polisi
(7) Identitas orang dari mana benda itu disita
(8) Ditandatangani oleh yang menyita
c) Diberi lak dan stempel
d) Terhadap barang sitaan yang berbentuk cairan, bubuk dan yang mudah menguap agar pembungkusannya disesuaikan dengan alat pembungkus yang akan digunakan sehingga dapat menghindari kemungkinan hilang atau berkurangnya jumlah barang yang telah disita
(13) Untuk pembungkusan dan penyegelan benda sitaan / barang bukti ini dibuatkan berita acaranya yang memuat uraian tentang alat / pembungkusan dan penyegelannya sehingga barang atau benda sitaan tersebut tidak dapat dikeluarkan dari dalam pembungkusnya tanpa merusak segel dan pembungkus itu sendiri.
(14) Untuk benda sitaan yang tidak mungkin dibungkus :
a) Diberi label yang memuat catatan yang sama seperti label dimaksud pada huruf b) diatas, kemudian ditempatkan atau dikaitkan pada bagian sitaan yang memungkinkan label tersebut mudah terlihat
b) Dalam hal benda sitaan disimpan di dalam kemasan / peti jumlahnya banyak sehingga benda sitaan akan disimpan tetap ditempat semula, maka dengan mempergunakan benang (tali) yang kuat, peti – peti tersebut dihubungkan satu sama lain sedemikian rupa dan pada bagian – bagian tertentu tali tersebut disimpul dan dilak serta cap / stempel lak, sehingga apabila ada perubahan ( diambil dan sebagainya ) akan mudah diketahui oleh petugas
(15) Memberikan surat tanda penerimaan kepada tersangka / keluarganya / jawatan / lembaga / orang lainnya yang menyerahkan benda – benda yang dapat disita
(16) Membuat Berita Acara Penyitaan, yang telah dibacakan terlebih dahulu oleh Penyidik / Penyidik Pembantu dan atau Penyelidik malakukan penyitaan atas perintah Penyidik kemudian ditandatangani olehnya dan oleh tersangka / keluarganya / jawatan / lembaga / orang lain dari siapa benda itu disita serta oleh Kepala Desa / Ketua Lingkungan
(17) Dalam hak tersangka keluarganya / jawatan / badan / orang lainnya dari siapa benda itu disita menolak untuk menandatangani Berita Acara penyitaan dicatat di dalam Berita Acara penyitaan dan disebutkan alasan penolakan tersebut.
(18) Benda yang telah disita harus dicatat dalam buku register barang bukti
(19) Barang bukti harus disimpan
a) Ditempat penyimpanan barang bukti pada Kantor Kepolisian setempat ( sebelum adanya RUPBASAN )
b) Di RUPBASAN apabila sudah ada RUPBASAN
c) Di tempat penitipan barang pada Bank Pemerintah
d) Di tempat semula ketika benda itu disita
e) Penyerahan barang bukti kepada Pejabat
(20) Penyerahan barang bukti kepada pejabat RUPBASAN dilaksanakan dengan Surat Pengantar yang dilampiri daftar barang bukti yang diserahkan dan dibuat Berita Acara Penyitaan Barang bukti
(21) Penyimpanan barang bukti di kantor Kepolisian dilakukan oleh petugas yang khusus ditunjuk untuk itu. Untuk setiap penyerahan barang bukti dari Penyidik / Penyidik Pembantu yang melakukan pemeriksaan atau dari petugas yang memberikan Surat Tanda Penerimaan, barang harus disimpan sebaik – baiknya dan dengan penuh tanggung jawab
(22) Sebelum adanya RUPBASAN, pertanggunga jawaban fisik atas barang bukti ada pada petugas penyimpanan barang bukti, sedangkan pertanggung jawaban yuridis ada pada pejabat yang berwenang dalam pelaksanaan pennyidikan perkara yang bersangkutan. Untuk keamanan barang bukti siapapun dilarang memakai barang bukti
(23) Setelah ada RUPBASAN, pertanggung jawaban fisik ada pada pejabat RUPBASAN, sedangkan tanggung jawab Yuridis ada pada Pejabat yang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam rangka proses peradilan pidana.
(24) Dalam hal barang bukti akan dilelang, maka sebagian kecil disisihkan untuk keperluan pembuktian di depan sidang pengadilan, hasil lelang disimpan untuk pengganti barang bukti proses lelang agar mengacu kepada Pasal 45 KUHAP dan penjelasannya. Untuk itu dibuat barang Penyidikan Barang Bukti dan Berita Acara Pelelangan.
(25) Dalam hal Penyidik / Penyidik Pembantu mengembalikan barang bukti, karena :
a) Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi (setelah konsultasi lebih dahulu dengan Penuntut Umum dan Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang)
b) Ada putusan pra peradilan yang menetapkan bahwa ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian dan harus dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.
c) Penyidikan dihentikan, karena tidak cukup bukti, atau bukan merupakan tindak pidana, atau demi hukum. Untuk itu harus dibuat Berita Acara Pengembalian Barang Bukti.
(26) Dalam hal penyidikan tidak dapat dilanjutkan karena tidak cukup bukti, atau Penyidik sudah tidak membutuhkan lagi, maka barang bukti yang disita harus dikembalikan kepada pihak yang berhak, sepanjang pihak tersebut mempunyai bukti – bukti yang memperkuat kepemilikannya.
b. Penyitaan Surat Lain
1) Diperlukan Surat Izin Khusus Ketua Pengadilan
2) Penyidik / Penyidik Pembantu secara tertulis meminta kepada Kepala Kantor Pos. Telekomunikasi, Jawatan atau Perusahaan Komunikasi atau Transportasi atau perusahaan jasa yang terkait, agar menyerahkan “ Surat Lain “ yang diperlukan.
3) Pembukaan “ Surat Lain “ dilakukan dengan cara memotong salah satu sisi sampul surat sedemikian rupa sehingga tidak termasuk isi surat atau tulisan yang ada didalam sampul tersebut.
4) Apabila setelah dibuka dan diperiksa ternyata “ Surat Lain “ tersebut mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang sedang diperiksa, maka dilakukan penyitaan.
5) Apabila ternyata “ Surat Lain “ tersebut tidak mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang sedang diperiksa maka “ Surat Lain “ tersebut dicap “ TELAH DIBUKA OLEH PENYIDIK “, dengan dibubuhi tanggal, tanda tangan, nama dan pangkat Penyidik / Penyitaan yang bersangkutan, kemudian dikembalikan kepada Kepala Kantor Pos danm Telekomunikasi atau Transportasi atau perusahaan jasa yang terkait dengan dibuatkan Tanda Bukti Penyerahan kembali
6) Penutupan kembali “ Surat Lain “ yang tidak disita adalah dengan cara menutup dengan kertas yang direkat ( dilem ) sedemikian rupa sehingga tidak mudah dibuka kembali dan dicap yang membekas pada sebagian kertas penutup dan sebagian pada sampul surat tersebut.
7) Dibuat BA tentang pembukaan, pemeriksaan dan penyitaan “ Surat Lain “ tersebut, ditandatangani oleh Penyidik / Penyidik Pembantu dan Kepala Kantor Pos dan Telekomunikasi atau Perusahaan jasa terkait, Jawatan atau Perusahaan Komunikasi atau Transportasi.
6. Hal – hal yang perlu diperhatikan
a. Dalam melakukan penyitaan minimal harus disaksikan oleh 2 (dua) orang yang identitasnya jelas.
b. Harus dicatat secara rinci jumlah, jenis, keadaan / bentuk dan cirri – cirri khusus dari benda sitaan.
c. Perlakuan terhadap barang sitaan berupa uang, harus dihitung lembar perlembar, catat angka nominal dan nomor seri.
d. Terhadap barang bukti yang tidak bergerak, prinsip harus mendapat ijin Pengadilan Negeri setempat.
e. Penyimpanan barang bukti hasil sitaan sedapat mungkin di RUPBASAN.

EVALUASI PERMASALAHAN :
Anda selaku Kasat Reskrim / Kapolsek disuatu Polres mendapat perintah dari Kapolres untuk melakukan penangkapan. Tentukan tahap – tahap mulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.

JAWABAN :
1. Tahap Perencanaan :
– Menginventarisir jumlah anggota
– Menentukan jadwal
– Menyiapkan sarana dan peralatan
– Membuat Sprint
– APP
2. Tahap Pengorganisasian
– Menentukan Team
– Menentukan cara bertindak/ CB
– Membagi tugas
3. Tahap Pelaksanaan :
– Cara bertindak sesuai dengan yang direncanakan ( dengan menyesuaikan situasi )
4. Tahap Pengendalian
– Mengikuti kegiatan dilapangan
– Melaporkan setiap perkembangan secara berjenjang
– Membuat Berita Acara Penangkapan dan Laporan Hasil Pelaksanaan Tugas/
– Membuat Analisa dan Evaluasi

Satu respons untuk “UPAYA PAKSA DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN ” SEBUAH PEDOMAN”

Add yours

  1. Ada penelitiannya dari Sukardi Rinakit sarjana kriminologi tahun 1989..tentang hal ini..mungkin bisa menjadi salah satu pertimbangan penulisan ini pak..sukses

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Situs Web WordPress.com.

Atas ↑

%d blogger menyukai ini: