NEGOSIATOR DALAM PENGAMANAN UNJUK RASA

PARADIGMA BARU PELAYANAN UNJUK RASA DENGAN PEMBERDAYAAN NEGOSIATOR POLRI

sebagai bahan referensi terkait negosiasi dan negosiator silahkan klik link dibawah ini

 

I. PENDAHULUAN

Sejalan dengan bergulirnya reformasi di negara kita beberapa tahun silam merupakan awal semangat demokrasi digunakan sebagai alasan untuk berbuat maupun bertindak demi tercapainya suatu keinginan dan penyampaian aspirasi yang sekian lama terpendam dan tidak tersampaikan oleh masyarakat Indonesia, khususnya pada strata masyarakat bawah yang selalu tidak dapat berbuat apa-apa hanya demi kepentingan politik bagi para penguasa yang haus akan kekuasaan otoriter dan bertindak diktator yang tidak tanggap dan mau mendengar aspirasi masyarakat. Masyarakat merasa sudah jenuh dengan segala tekanan-tekanan selama ini, dimana pada akhirnya harapan masyarakat ingin menikmati kehidupan di alam demokrasi dengan semangat reformasi yang terlepas dari sifat kekuasaan otoriter dari sang penguasa yang diktator dan yang tidak mau mendengar aspirasi masyarakat kecil, sehingga masyarakat menginginkan adanya perubahan yang sesuai dengan semangat reformasi.

Perubahan yang terjadi pada kenyataannya tidak sesuai dengan harapan masyarakat,dan dirasa sangat berpengaruh terhadap semua lini kehidupan masyarakat setelah era reformasi diperdengungkan di Indonesia, seperti kita ketahui bersama bahwa dampak reformasi dengan gaya khas demokrasinya masyarakat dapat dengan bebas menyampaikan aspirasinya melalui berbagai cara yang digunakannya dan masyarakatpun sudah terlalu jauh melangkah yang tanpa adanya kontrol terhadap pelaksanaan demokrasi tersebut sehingga pada kenyataannya akibat dari semua ini banyaknya kejadian-kejadian yang cenderung bersifat anarkhis yang berawal dari kegiatan demonstrasi, unjuk rasa maupun main hakim sendiri yang pada akhirnya berlanjut pada perbuatan-perbuatan kejahatan. Dampak perubahan yang sangat mencolok ini disebabkan masyarakat yang belum siap menerima reformasi sebagai perubahan gaya hidup berpolitik di negeri ini, sehingga masyarakat dalam perbuatannya selalu menghalalkan segala cara dengan dalih bahwa perbuatan yang mereka lakukan adalah sebagai perbuatan yang demokratis, hal ini jelas sangat tidak sesuai dengan semangat reformasi yang ada, apalagi dengan tidak mengindahkan hukum sama sekali, sehingga hukum di negara kita ini sama sekali dilecehkan yang pada akhirnya aparat penegak hukum dalam hal ini Kepolisian Negara republik Indonesia ( Polri ) sendiri tidak dapat berbuat banyak untuk menerapkan hukum, karena masyarakat selalu berlindung dibalik hak asasi manusia yang mereka sendiri tidak mengerti apa arti hak asasi manusia itu sesungguhnya. Aparatpun selalu menjadi bulan-bulanan, dan selalu di sudutkan dengan pelanggaran hak asasi manusia yang menyebabkan aparat khususnya Polri trauma dalam setiap tindakannya, karena apabila akan menegakan hukum dengan benar akan selalu dihantui dengan akibat yang diperbuatnya baik itu bentrokan dengan masyarakat ataupun dengan para pengunjuk rasa. Masyarakat dalam menyampaikan pendapatnya sendiri sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga masyarakat memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya dimuka umum dapat disampaikan secara bebas dan bertanggung jawab.

Menyampaikan pendapat dimuka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “ Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang “. Kemerdekaan menyampaikan pendapat tersebut sejalan dengan pasal 19 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang berbunyi “ Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apapun juga dengan tidak memandang batas-batas “. Hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat dimuka umum ini oleh pemerintah Indonesia telah diatur secara rinci untuk memberikan perlindungan bagi warga masyarakat untuk dapat menyampaikan pendapatnya sesuai harapan dan aspirasinya terhadap negara yang telah diatur pada Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum.

Pada pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum , yang berbunyi : “ Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara “. Menurut undang-undang tersebut dikatakan bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum merupakan hak dari setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk tempat yang dapat didatangi dan dilihat oleh semua orang, yang dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya peraturan perundang-undangan tersebut, Polri telah memiliki payung hukum dalam melakukan tindakan penegakan hukum yang berkenaan dengan unjuk rasa.

Polri sesuai dengan tugas pokoknya yang diatur dalam Undang-Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara republik Indonesia , memiliki kewajiban terhadap masyarakat untuk melindungi, mengayomi dan melayani melalui kegiatan Pengaturan, Penjagaan dan Pengawalan. Disamping tugas pokoknya, Polri dalam rangka mengimplementasikan niat dan komitmen bangsa Indonesia untuk menegakkan Supremasi Hukum akibat adanya berbagai kekerasan dan kerusuhan massa yang dirasakan sangat merugikan masyarakat bangsa dan negara Indonesia tersebut, maka Polri sesuai tugas, fungsi dan perannya sebagai alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat telah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi dan menanggulangi kekerasan dan kerusuhan massa tersebut, namun hasilnya dirasakan belum optimal.

II. PERMASALAHAN

Dalam pelaksanaan penanganan unjuk rasa selama ini Polri masih sering dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang belum dapat memberikan kontribusi yang positif, yang dapat menyelesaikan masalah dilapangan tanpa adanya upaya kekerasan. Penanganan terhadap unjuk rasa yang selama ini lebih terkesan represif, padahal para pimpinan Polri sudah berupaya semaksimal mungkin dengan mengeluarkan berbagai petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk tehnis untuk penanganan unjuk rasa dilapangan .

Berbagai persoalan baru dalam penanganan unjuk rasa selalu muncul, bersamaan dengan pelaksanaan unjuk rasa yang dilaksanakan oleh para demonstran tersebut berbeda antara kota yang satu dengan yang lainnya, hal ini disebabkan bentuk dan eskalasi massa demonstran mempunyai tujuan dan cara menyampaikan aspirasinya saling berbeda-beda. Ada beberapa persoalan-persoalan yang muncul dalam penanganan unjuk rasa, antara lain :

1. Mengapa sampai saat ini masih sering terjadi bentrokan dengan para pengunjuk rasa ?

2. Bagaimana kemampuan negosiator dan siapa yang paling berpotensi sebagai negosiator ?

3. Apakah Polri dengan paradigma baru dapat melaksanakan pelayanan unjuk rasa melalui negosiatornya ?

4. Bila negosiator gagal, bagaimana penanganan unjuk rasa yang diharapkan ?

III. PEMBAHASAN

A. Paradigma Lama Pelayanan Unjuk Rasa Saat Ini

1. Penggunaan Polisi Laki-Laki ( Polki ) sebagai Pasukan Dalmas

Penanganan terhadap massa pengunjuk rasa sampai saat ini masih berbeda-beda antara kota yang satu dengan kota yang lainnya, hal ini disebabkan bentuk dan eskalasi dari massa yang berunjuk rasa mempunyai tujuan dan cara yang berbeda-beda dalam melaksanakan unjuk rasa. Dalam penanganan terhadap massa pengunjuk rasa di semua kota, hampir secara menyeluruh Polri masih menggunakan Polisi Laki-Laki ( Polki ) sebagai Pasukan Pengendalian Massa ( Dalmas ), sehingga penanganan unjuk rasa yang selama ini dilaksanakan tidak seluruhnya dapat selesaikan dengan aman.

Penggunaan Polki dalam dalam penanganan unjuk rasa seharusnya disesuaikan dengan kondisi massa, pimpinan dilapangan harus tanggap terhadap situasi dan perkembangan eskalasi massa, sehingga pimpinan dilapangan dapat segera mengambil keputusan, apakah akan menggunakan Polki atau menggunakan Polisi Wanita ( Polwan ) sebagai pasukan Dalmas. Selama ini setiap ada unjuk rasa Polki selalu dikedepankan, hal ini dirasa masih kurang efektif, sebab masih sering terjadi bentrokan dengan massa, yang dapat dilihat dengan adanya pasukan yang mudah terpancing emosinya dan langsung menyerang para pengunjuk rasa. Ada beberapa faktor yang menjadikan seringnya terjadi bentrokan dengan massa, yang salah satunya adalah Pasukan Dalmas yang digunakan diberbagai Polda masih menggunakan Polki yang masih muda-muda, yang baru lulus dari pendidikan Bintara Kepolisian. Pendidikan Bintara Kepolisian hanya dilaksanakan selama enam bulan, hal ini jelas kurang mantap untuk menjadikan personil Polri yang berkualitas, rata-rata mereka masih memiliki tingkat emosional yang tinggi, yang sering terlihat pada saat massa pengunjuk rasa memancing petugas untuk melawan, hal tersebut segera di respon oleh petugas dengan melakukan tindakan represif, padahal hal tersebut dapat dihindari apabila petugas mampu menahan emosi dan lebih bersifat persuasif. Hampir di seluruh Polda di Indonesia, dalam menangani unjuk rasa dengan menggunakan petugas Polki, hanya Polda Metro Jaya dan beberapa kota besar yang sudah mengedepankan Polwan untuk menangani unjuk rasa, karena dengan memberdayakan Polwan, petugas tidak mudah tersulut emosinya dan massa juga menjaga etika untuk memancing emosi petugas dari Polwan, sehingga bentrokan dengan massa pengunjuk rasa dapat dihindari.

  1. Peran Negosiator

    Seringkali kita mendapati pada saat pelaksanaan unjuk rasa tidak dikawal dan didampingi oleh petugas, bahkan tidak ada negosiator yang seharusnya berperan aktif untuk berkomunikasi dengan pimpinan unjuk rasa. Keberadaan negosiator ini adalah sangat penting, karena negosiator berperan untuk mencari solusi terhadap pelaksanaan unjuk rasa agar jangan sampai pelaksanaan unjuk rasa tersebut semakin meluas dan berubah manjadi tindakan anarkhis.

    Kadangkala negosiator hadir dilapangan dalam palaksanaan unjuk rasa, dan inipun sifatnya mendadak karena eskalasi tingkat kerawanan unjuk rasa sudah mulai meningkat, sehinga baru muncul kehadiran negosiator. Kehadiran negosiator yang mendadak inipun tidak memiliki kemampuan dalam bernegosiasi maupun kemampuan dalam berbicara, negosiator lebih terkesan sebagai orang yang ingin di hargai, arogan dan berbicarapun tidak mencerminkan kesantunan, sehingga hal ini jelas tidak dapat menurunkan eskalasi kerawanan, dan bahkan sama sekali tidak memberikan kontribusi yang positif untuk mencari solusinya.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

1. Personil Dalmas

a. Pasukan Dalmas yang saat ini digunakan dalam setiap penanganan unjuk rasa adalah personil Polri yang baru selesai dari pendidikan Bintara, dan mereka masih terlalu muda, dimana mereka rata-rata baru lulus dari SMU dan langsung masuk sekolah Bintara Polri, sehingga baik pengalaman maupun mental dirasa masih kurang dan labil. Mereka pada umumnya masih belum bisa menahan emosi, bila dihadapkan dengan massa yang selalu memancing kemarahan petugas, apalagi dihadapkan dengan massa dari para mahasiswa yang masih seumur mereka. Dari kenyataan tersebut hendaklah menjadi tanggung jawab pimpinan dilapangan untuk dapat mengendalikan pasukannya.

b. Pemilihan personil guna pembentukan pasukan Dalmas seyogyanya dilakukan seselektif mungkin, hal ini dimaksudkan untuk memperoleh personil yang memiliki kredibilitas dan berkualitas. Selama ini pembentukan pasukan Dalmas dilakukan secara asal-asalan, dan biasanya anggota yang ditunjuk sebagai pasukan Dalmas adalah anggota yang tidak memiliki kemampuan lebih. Sebab untuk anggota yang memiliki kemampuan lebih biasanya telah diminta oleh pimpinan lain untuk menjadi ajudan atau stafnya, dan hal ini berlaku pula terhadap Polwan. Polwan yang memiliki wajah yang cukup lumayan ( cantik ), biasanya sudah dipesan dan diminta oleh beberapa pimpinan seperti Staf Pribadi ( Spri ) Kapolda, Spri Kadit Lantas dan sebagainya.

Penggunaan tes psikologi ( Psikotes ) sangat berpengaruh sekali dalam pembentukan pasukan Dalmas, hal ini untuk mengetahui kemampuan dan karateristik personil untuk penempatan bidang tugas anggota, sehingga anggota yang ditempatkan telah sesuai dengan kemampuan pribadinya.

c. Dalam pelaksanaan pengamanan atau pelayanan terhadap unjuk rasa, selama ini jarang melibatkan satuan fungsi lain seperti fungsi Lalu lintas, Intelijen dan Reserse. Pelibatan terhadap satfung lain ini akan memiliki tugas masing-masing, seperti :

1). Fungsi Lalu lintas bertugas untuk mengawal para pengunjuk rasa mulai dari titik start hingga lokasi pelaksanaan unjuk rasa, dan juga bertugas mengatur lalu lintas yang dilalui oleh massa pengunjuk rasa agar tidak terjadi kemacetan.

2). Fungsi Intelijen juga sangat perlu untuk dilibatkan, fungsi intelijen berfungsi untuk mendeteksi tingkat kerawanan yang akan terjadi, dan juga disusupkan ditengah-tengah massa untuk mengetahui tujuan massa pengunjuk rasa.

3). Sedangkan fungsi Reserse bertugas untuk mendukung upaya represif, apabila pelaksanaan unju rasa telah terjadi bentrokan yang menimbulkan korban atau pelaksanaan unjuk rasa sudah menjurus apada perbuatan anarkhis.

  1. Negosiator

    a. Saat ini hanya beberapa Polda yang sudah memberdayakan negosiator dalam menangani unjuk rasa, bahkan negosiator juga belum secara menyeluruh dimiliki oleh Polres di seluruh Indonesia, sehingga beberapa kegiatan unjuk rasa yang dilaksanakan di beberapa daerah atau Polres, langsung diambil alih oleh pimpinan kodal lapangan, dan bahkan tak jarang seorang Kapolres langsung memimpin pelaksaan pengamanan unjuk rasa dan juga berperan sebagai seorang negosiator. Hal ini jelas sangat tidak efisien, karena peran Kapolres seharusnya hanya sebagai pemegang Kodal dalam pengamanan tersebut.

b. Dalam perekrutan calon negosiator tidak pernah menggunakan psikotes sebagai sarana untuk mengetahui tingkat kemampuan seseorang, apakah dia memiliki kemampuan dalam berbicara didepan massa dan pengalaman yang luas serta mental yang tinggi untuk menjadi seorang negosiator.

c. Dalam pemanggilan calon negosiator yang akan di didik untuk menjadi seorang negosiator masih tidak sesuai dengan harapan, pemanggilan yang dilakukan oleh Polda kepada Polres jajaran untuk mengirimkan seorang calon negositor untuk mengikuti pendidikan negosiator, kadangkala Kapolres secara asal-asalan mengirimkan seorang calon yang tidak memiliki kemampuan apa-apa, dan bahkan calon tersebut seorang yang sering bermasalah yang merupakan orang buangan, ketidaktahuan Kapolres terhadap pentingnya peran negosiator inilah yang menjadikan seorang negosiator tidak berkualitas.

d. Negosiator yang ada selama ini masih disominasi oleh Polki, padahal beberapa pengalaman unjuk rasa yang terjadi, negosiator yang menggunakan Polwean sangat efektif.

  1. Sarana dan Prasarana serta Kesejahteraan

    a. Sarana dan prasarana untuk pasukan Dalmas masih sangat terbatas, dan bahkan dibeberapa Polda masih sangat kurang. Sarana dan prasarana tersebut seperti kendaraan bermotor roda dua yang berfungsi untuk pengawalan massa pengunjuk rasa, juga berfungsi sebagai barikade dijalan selama dalam perjalanan menuju lokasi unjuk rasa.

b. Pengadaan kendaraan bermotor untuk negosiator masih jarang ada, padahal kendaraan bermotor untuk negosiator tersebut sangatlah penting untuk mencapai lokasi unjuk rasa maupun kegiatan lain yang berhubungan dengan kepentingan negosiator.

c. Kesejahteraan untuk pasukan Dalmas dirasa masih jauh dari harapan, bukannya hal ini untuk membedakan dengan fungsi lain akan tetapi agar pasukan Dalmas memiliki dedikasi dan tingkat disiplin yang tinggi serta untuk memberikan dorongan atau semangat dalam melaksanakan tugas.

d. Dan juga kesejahteraan terhadap negosiator sampai saat ini juga belum ada yang memikirkan, dengan asumsi bahwa negosiator tersebut sama dengan anggota polisi yang lain.

C. Paradigma Baru Pelayanan Unjuk Rasa Yang Diharapkan

1. Pemilihan dan Peran seorang Negosiator

a. Negosiator memiliki peran yang cukup penting dalam mengantisipasi jalannya unjuk rasa, sehingga pemilihan seseorang untuk menjadi negosiator akan sangat berperan dalam pelaksanaan dilapangan. Peran negosiator sangat menentukan baik buruknya pelaksanaan unjuk rasa, sehingga negosiator diharapkan akan mampu untuk meredam massa unjuk rasa maupun pasukan Dalmas untuk tidak terpancing emosi yang disebabkan massa pengunjuk rasa yang sengaja memancing emosi pasukan.

Karena pentingnya peran negosiator tersebut, seharusnya dalam rangka perekrutan, perlu memperhatikan selektifitas dan kualitas dari negosiator. Seorang negosiator harus memiliki kemampuan dalam berbicara atau berdialog dengan massa, karena kemampuan ini jarang dimiliki oleh semua orang. Disamping kemampuan berbicara,seorang negosiator juga harus memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, wawasan yang cukup luas serta pengalaman menyelesaikan suatu perkara, sehingga negosiator yang dimiliki akan sangat berkualitas dan memiliki dedikasi yang tinggi.

Seorang negosiator dalam menegosiasikan keadaan harus selalu bersikap sopan dan santun tetapi tegas dengan mengedepankan win-win solution dalam penyelesaiannya, sehingga hasil yang dicapai akan memuaskan kedua belah pihak.

b. Penggunaan Polwan yang berparas cantik sebagai negosiator akan sangat berpengaruh terhadap upaya suksesnya negosiasi atau penggalangan yang dilakukan. Dengan memberdayakan Polwan pelaksanaan negosiasi akan sangat terasa pengaruhnya, keberadaan negosiator tersebut akan dapat diterima oleh massa pengunjuk rasa dan pelaksanaan dialog dimungkinkan tidak membosankan, sehinga akan dicapai kata sepakat yang merupakan keberhasilan dari negosiator.

c. Negosiator semestinya dimilki oleh Polres di seluruh jajaran Indonesia, sehingga peran negosiator akan lebih mengena dalam menangani masalah unjuk rasa.

  1. Pemberdayaan Polisi Wanita ( Polwan ) sebagai Pasukan Dalmas

    Pemberdayaan Polwan sebagai pasukan Dalmas memang cukup efisien dan memberikan kontribusi yang positif, hal ini terbukti dengan penanganan unjuk rasa di beberapa kota besar di Indonesia, seperti di Polda Metro Jaya, Polda Jatim dan Polda Jateng. Pasukan Dalmas yang menggunakan Polwan memang terasa sekali pengaruhnya, dengan menempatkan Polwan pada posisi di ring satu atau pada garis depan akan dapat membawa massa pengunjuk rasa pada unjuk rasa yang damai dan persuasif.

  2. Sarana Kendaraan Bermotor untuk Negosiator

    Pengadaan kendaran untuk mendukung tugas-tugas operasional negosiator dalam penanganan unjuk rasa sangat diperlukan keberadaannya, kendaraan yang ada saat ini kurang mendukung dalam pelaksanaan operasional negosiator, padahal kendaraan bermotor roda dua sangat penting guna mendapingi massa pengunjuk rasa dan kecepatan untuk mencapai lokasi unjuk rasa, sehingga akan tercapai ketepatan dan kecepatan waktu serta pelaksanaan unjuk rasa dapat terlaksana dengan tertib dan aman.

    D. Upaya-Upaya Yang Dilakukan

    1. Upaya Negosiasi

    Dalam penanganan unjuk rasa di upayakan untuk mengedepankan negosiasi mengantisipasi agar pelaksanaan unjuk rasa dapat terkordinir dan tidak sampai meningkatnya eskalasi kerawanan. Upayakan pelaksana negosiasi dengan memberdayakan Negosiator Polwan yang berparas cantik, hal ini di maksudkan untuk lebih memperoleh hasil yang maksimal serta tercapainya negosiasi. Ada beberapa strategi dalam pelaksanaan unjuk rasa , antara lain :

    a. Upayakan negosiator untuk dapat menemui pimpinan unjuk rasa.

    b. Negosisi dilaksanakan mulai dari titik gerak hingga pelaksananan dilokasi unjuk rasa.

    c. Ajak bicara pimpinan unjuk rasa, dengan mempertimbangkan :

    1) Perlakukan dia sebagai teman bicara (counter part).

    2) Jangan anggap dia sebagai lawan (musuh).

    3) Tanyakan permasalahannya dan keinginannya.

    4) Dengarkan keterangannya dengan seksama (hal ini agar tidak terkesan tidak menghargai lawan bicara).

    5) Jangan di interupsi (disangkal) pada saat dia bicara.

    6) Hindari perdebatan.

    7) Konfirmasikan kebenarannya.

    8) Jelaskan duduk persoalannya dan tujuan dari negosiasi ini untuk keinginan bersama.

    9) Bicara dengan fakta-fakta dan data-data yang ada.

    10) Buat persamaan persepsi untuk mencapai kesepakatan.

d. Musyawarahkan penyelesaiannya

1) Buatlah kesamaan tujuan dari hasil pembicaraan.

2) Terapkan konsep win-win solution.

3) Buatlah kesepakatan.

4) Tanda tangani kesepakatan (jika perlu).

Selanjutnya negosiator langsung berkordinasi dan melaporkan hasilnya kepada pimpinan pasukan dilapangan, agar hasil dari kesepakatan dapat dilaksanakan oleh semua pasukan serta pimpinan pasukan dapat mengontrol pelaksanannya.

Menjaga hasil dari kesepakatan untuk dilaksanakan oleh Para pengunjuk rasa dan seluruh petugas Dalmas, agar pelaksanaan unjuk rasa dapat berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan.

Negosiator harus mampu memberikan keyakinan kepada pimpinan unjuk rasa dan pimpinan pasukan Dalmas dilapangan agar jangan ragu menegur anak buahnya, apabila ditemukan ada penyimpangan terhadap hasil kesepakatan.

  1. Pelayanan terhadap Pengunjuk Rasa oleh Negosiator

    a. Sebelum melaksanakan negosiasi hendaknya negosiator agar mempunyai data awal tentang apa yang menjadi tuntutan dari pengunjuk rasa yang dperoleh dari tim intelijen yang disusupkan ditengah-tengah pengunjuk rasa.

    b. Upayakan negosiator bertemu dengan pimpinan unjuk rasa atau kordinator lapangan.

    c. Pelaksanaan negosiasi sudah mulai dilaksanakan mulai dari titik start unjuk rasa sampai lokasi unjuk rasa hingga negosiasi berhasil dan memperoleh kesepakatan.

    d. Negosiator harus ebih proaktif dan kreatif untuk mendiskusikan atau berdialog untuk mencapai kata sepakat dengan mengedepankan win-win solution dalam upaya penyelesaiannya.

    e. Negosiator selama berdialog selalu bersikap sopan dan santun tetapi tegas, yang selalu menghargai pendapat kordinator lapangan.

    f. Upayakan negosiator dapat mempengaruhi korlap untuk mengikuti petunjuk kita, dengan maksud agar pelaksanaan unjuk rasa dapat dilaksanakan dengan tertib dan aman hingga usai.

    g. Upayakan dalam negosiasi untuk melibatkan media massa, agar pelaksanaan negosiasi dapat langsung diliput guna mengetahui kenyataan yang terjadi, dan baik pengunjuk rasa maupun pasukan Dalmas dapat menahan diri untuk tidak sampai terpancing untuk bentrok.

    h. Bila negosiator gagal, maka sebisa mungkin negosiator mencari inisiatif lain untuk memberi kesempatan lagi untuk berdialog. Dan apabila upaya terakhir masih belum diperoleh kata sepakat dan unjuk rasa ada indikasi mengarah pada perbuatan anarkhis, maka upaya penyelesaian diserahkan kepada kodal lapangan dengan disertai pengerahan pasukan Dalmas.

  • Kesejahteraan

    Kesejahteraan untuk negosiator penting sekali untuk diperhatikan, hal ini untuk menciptakan dedikasi anggota agar lebih disiplin dan bertanggung jawab terhadap tugasnya.

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Selama ini negosiator hanya dimiliki oleh Polda-Polda tertentu dan belum sampai pada tingkat Polres. Padahal negosiator sangat perlu dimilki oleh Polres seluruh jajaran Indonesia. Pelaksanaan seleksi calon negosiator harus lebih selektif dengan menggunakan sarana tes psikologi untuk memperoleh negosiator yang berkualitas dan handal. Negosiator dupayakan dengan memberdayakan Polwan yang berwajah cantik sebagai negosiator.

Kendaraan bermotor sangat dibutuhkan baik itu oleh pasukan Dalmas maupun Negosiator guna pengawalan massa unjuk rasa dan ketepatan serta kecepatan waktu oleh negosiator untuk sampai dilokasi unjuk rasa. Menjaga kesepakatan yang telah dambil antara negosiator dengan korlap untuk diketahui oleh seluruh massa unjuk rasa dan pasukan Dalmas.

B. Saran

1. Negosiator seharusnya ada ditiap-tiap Polres jajaran seluruh Indonesia minimal dua negosiator.

2. Pemberdayaan Polwan yang berparas cantik sebagai negosiator.

3. Perekrutan negosiator agar lebih selektif lagi dengan menggunakan tes psikologi untuk mengetahui kemampuan dan kepribadian calon negosiator agar di peroleh negosiator yang berkualitas dan handal.

4. Upayakan melibatkan media massa terutama media elektronik untuk meliput langsung pelaksanaan negosiasi, agar pelaksanaan negosiasi sesuai dengan kenyataan.

5. Penyelesaian dengan menggunakan sistem win-win solution merupakan syarat utama dalam pengambilan kesepakatan.

Jakarta, 07 Februari 2003

Penulis : WAWAN MULIAWANkomunikasi efektif

komunikasi efektif-nanang pamuji mugasejati

komunikasi

komunikasi-2013

M E D I A S I

mapel negosiasi sip xlii ta 2013

mediasi-2013

Negosiasi 42 th 2013

negosiasi sip xlii ta 2013-hery

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Situs Web WordPress.com.

Atas ↑

%d blogger menyukai ini: