MENIKMATI “BUSWAY” SEKALIGUS MENJADI KORBAN SUATU VIKTIMISASI STRUKTURAL TRANSPORTASI UMUM DI JAKARTA

MENIKMATI “BUSWAY” SEKALIGUS MENJADI KORBAN SUATU VIKTIMISASI STRUKTURAL TRANSPORTASI UMUM DI JAKARTA

Pendahuluan
Transjakarta atau umum disebut Busway adalah sebuah sistem transportasi bus cepat atau Bus Rapid Transit di Jakarta, Indonesia. Sistem ini dimodelkan berdasarkan sistem TransMilenio yang sukses di Bogota, Kolombia. Perencanaan Busway telah dimulai sejak tahun 1997 oleh konsultan dari Inggris. Pada waktu itu direncanakan bus berjalan berlawanan dengan arus lalu-lintas (contra flow) supaya jalur tidak diserobot kendaraan lain, namun dibatalkan dengan pertimbangan keselamatan lalu-lintas. Perkembangan Busway dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, selama 7 tahun, Transjakarta Busway sudah melayani 10 koridor dengan total panjang lintasan 123,35 km yang merupakan lintasan terpanjang di dunia dalam sistem BRT, serta telah mengangkut penumpang rata-rata 350.000 orang per hari. Meskipun Busway di Jakarta meniru negara lain (Kolombia, Jepang, Australia), namun Jakarta memiliki jalur yang terpanjang dan terbanyak. Sehingga kalau dulu orang selalu melihat ke Bogota, sekarang Jakarta sebagai contoh dalam mempelajari masalah dan cara penanggulangannya.
Saat ini jumlah armada bus sebanyak 524 unit dioperasikan berdasarkan rencana operasi yang terjadwal di 10 koridor. Bus yang diberangkatkan pada titik awal diatur sesuai dengan waktu yang telah ditentukan baik pada jam sibuk maupun jam tidak sibuk. Selain rute regulator Koridor 1 sampai dengan 10, untuk meningkatkan pelayanan dan mengurangi kepadatan penumpang di halte transit, maka BLU Transjakarta Busway menambah rute-rute langsung yang berdasarkan sistem jaringan dan dapat diakses penumpang sesuai dengan tujuan perjalanannya.
Transjakarta busway memiliki 192 halte disepanjang delapan koridor busway dengan ketinggian platform 110 centimeter dari tinggi permukaan jalan agar tersedia akses yang rata dengan bus. Setiap halte busway dilengkapi dengan akses untuk pejalan kaki yang terhubung dengan jembatan penyeberangan orang, yang dirancang khusus untuk mempermudah pengguna layanan busway. Sarana dan prasarana di halte ada loket pembelian tiket, dan pintu barrier sebagai jalan masuk dan jalan keluar bagi pengguna jasa layanan.
Bus Transjakarta memulai operasinya pada 15 Januari 2004 dengan tujuan memberikan jasa angkutan yang lebih cepat, nyaman, namun terjangkau bagi warga Jakarta. Untuk mencapai hal tersebut, bus ini diberikan lajur khusus di jalan-jalan yang menjadi bagian dari rutenya dan lajur tersebut tidak boleh dilewati kendaraan lainnya (termasuk bus umum selain Transjakarta), agar terjangkau oleh masyarakat, maka harga tiket disubsidi oleh pemerintah daerah DKI Jakarta, pembangunan dan pengelolaan sistem Transjakarta disediakan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta, sementara kegiatan operasional bus, operasional tiket dan kegiatan penunjang lainnya dilaksanakan bekerjasama dengan berbagai operator. Pihak operator bus yang melayani di koridor busway, yaitu : PT. Jakarta Exspress Trans, PT. Trans Batavia, PT. Jakarta Trans Metropolitan, PT. Jakarta Mega Trans, PT. Primajasa Perdanaraya Utama, PT. Eka Sari Lorena Transport, PT Bianglala Metropolitan, dan PT Transjakarta Busway.
Kepuasan masyarakat dan pencapaian tujuan kehadiran Busway pada saat awal beroperasi, Transjakarta mengalami banyak masalah, salah satunya adalah ketika atap salah satu busnya menghantam terowongan rel kereta api. Selain itu, kini semakin banyak dari bus-bus tersebut yang mengalami kerusakan, baik pintu, tombol pemberitahuan lokasi halte, hingga lampu yang lepas. Selain itu dalam perkembangan selanjutnya terdapat Kontroversi pembangunan Koridor baru ketika Warga Pondok Indah menolak pembangunan koridor VIII trayek Harmoni-Lebak Bulus, karena akan merusak ratusan pohon palem yang puluhan tahun telah menjadi keindahan median Jalan Metro Pondok Indah. Warga meminta pembangunan busway dihentikan karena belum ada analisis mengenai dampak lingkungannya. Warga khawatir pembangunan busway koridor VIII akan merusak lingkungan. Selain itu juga dikhawatirkan akan menambah kemacetan dan polusi kawasan Pondok Indah. Pada 30 Oktober, warga mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Perkara itu didaftarkan dengan nomor perkara 1655/Pdt.G/2007/PN Jaksel, dan ternyata, Jalan Metro Pondok Indah setidaknya telah menjadi daerah rawan kemacetan bagi pengendara yang melewati jalan tersebut.
Warga Pluit, Jakarta Utara, juga meminta pembangunan jalur busway koridor IX (Pinang Ranti-Pluit) ditunda. Perwakilan warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Pluit (FMPLP) mendatangi ruang Fraksi PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) DPRD DKI Jakarta, pada 4 Oktober 2007. Kedatangan mereka terkait penolakan pembangunan jalur busway koridor IX (Pinang Ranti-Pluit). Warga menolak jika pembangunannya tidak dilakukan secara benar. Sebab, selama ini sering terjadi kemacetan di sekitar lokasi pengerjaan proyek. Proyek busway koridor IX ini juga belum memiliki analisis dampak mengenai lingkungan (amdal). Warga meminta Pemprov DKI menunda pembangunan jalur busway Koridor IX itu, sebelum selesainya amdal dan manajemen proyek yang baik terlebih dahulu.
Pemerintah dan wakil rakyat Kabupaten Tangerang, Banten juga tercatat getol menolak rencana pembangunan jalur khusus bus Transjakarta yang menghubungkan Terminal Kalideres dengan kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), alasannya, pembangunan busway itu dinilai hanya akan menambah kemacetan di Kabupaten Tangerang.
Pembahasan
Bagaimana masyarakat dapat menjadi korban dalam pelayanan Transportasi oleh negara adalah ketika misi yang diemban oleh negara memiliki kewajiban memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, terkadang negara lalai dalam mewujudkannya, kelalaian negara ini diwujudkan dengan pembangunan,persoalan birokrasi dan kinerja penyelenggara negra bagaikan benang kusut, pembenahan dan reformasi menyeluruh membutuhkan rekronstruksi ulang berbagai perangkat hukum yang dapat memberikan celah penyalahgunaan dan kelalaian dalam penyelenggaraan sistem pelayanan publik, Sistem ini sebagaimana yang dimaksud dengan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, mewajibkan negara melayani dan memenuhi hak kebutuhan dasar setiap warga negara. Kebutuhan dasar berupa pelayanan, menyangkut barang , jasa dan administrasi, yang disediakan oleh penyelanggara pelayanan Publik, yakni pemerintah .
Ketika Aspek kenyamanan, ketertiban dan keamanan masih menjadi hal langka dalam pembangunan Transportasi orang , barang dan jasa di Indonesia , dengan melihat kepada fenomena Busway adalah masih banyaknya laporan dan keluhan terkait aspek nyaman , amana dan tertib tadi, keterlabatan , jumlah penumpang yang berjejal dan berdesakan,pelayanan yang buruk, kecelakaan sampai kepada potensi kejahatan yang terjadi terhadap penumpang seperti, copet dan pelecehan seksual kerap terjadi, suatu kondisi yang tidak dapat dihindari dari kualitas pelayanan publik terhadap masyarakat pengguna angkutan umum di Indonesia.
Melalui organisasi yang sudah ditentukan sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 8 UU no . 25 Tahun 2009, penyelenggara pelayanan publik diharuskan melakukan pengawasan intenal sekaligus memberikan pendidikan kepada masyarakat terkait kualitas pelayanan publik yang diberikan, untuk meastikan pelayanan dapat dilaksanakan dengan maksimal, dengan standar pelayanan sebagai tolok ukur berupa pedoman pelayanan dan acuan penilaian, baik menyangkut kualitas , kecepatan , kemudahan maupun keterjangkauan.
Bagaimana bentuk Viktimisasi Struktural yang terjadi terhadap penumpang busway, ketika angkutan Publik yang tersedia begitu buruk, kurang massal, dan mahal, jauh dari kenyamanan apalagi keamanan dan ketertiban, menjadi suatu hal yang logis ketika masyarakat memilih menggunakan kendaraan pribadi, atau setidaknya menggunakan sepeda motor yang kini semakin menjamur menyesaki jalanan di Jakarta , Masyarakat telah menjadi korban, terviktimisasi oleh negara secara struktural , ketika ketiadaan pilihan angkutan umum yang memadai dan dapat diandalkan dan ketiadaan pilihan lain yang lebih baik , maka kehilangan jam kerja produktif akibat kemacetan lalu lintas yang semakin parah, menjadi korban pelecehan , dicopet, atau setidaknya harus berdesak desakan dan mengurangi kenyamanan memaksa masyarakat pengguna jasa Busway mau tidak mau , dan terpaksa merelakan dirinya tergencet, terinjak injak, berdesakkan serta ketidak nyamanan lainnya demi mengejar Busway yang tidak terjamin tepat waktu dan kelancarannya.
Pilihan menggunakan kendaraan pribadi khususnya sepeda motor sebagai alternatif transportasi yang setidaknya mampu mengatasi kemacetan lalu lintas di Jakarta akibat belum optimal peran pemerintah menyelenggarakan Mass Rapid Trasnport ( MRT), yang aman , nyaman dan terjangkau juga menyisakan dampak terkait keamanan , keselamatan , ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di Jakarta. Kegagalan pemerintah menyelenggrakan suatu kebijakan seperti transportasi cepat dan massal seperti Busway dapat di sebabkan berbagai faktor seperti kesalahan kebijakan, ketidakmampuan , kurang seriusan, atau bisa pula terjadi sebagai akibat pembiaran, kerugian yang ditimbulkan terhadap masyarakat pengguna angkutan umum massal Busway di Jakarta sering kali tidak dipahami oleh masyarakat itu sendiri , bisa jadi karena keterbatasan pengetahuan, adanya rasa takut dan untuk mengadu, tekanan kekuasaan , kekuatan ekonomi, maupun tekanan politik telah membuat masyarakat pengguna jasa Trasnjakarta menjadi korban, terviktimisasi secara struktural oleh negara melalui kebijakan yang setengah hati dan kadang tidak cerdas.
Sellin dan Wolfgang mengkategorikan fenomena ketika masyarakat yang seharusnya memperoleh kenyamanan dan keamanan menggunakan jasa transportasi massal yang dibangun oleh negara namun tidak dapat mengakses sesuai peruntukkannya bahkan masyarakat sendiri kerap tidak memahami bahwa dirinya telah mengalami suatu proses viktimisasi secara tersier ” Tertiary Victimization ” .Dalam pendekatan Viktimologi disebutkan juga apabila masyarakat selanjutnya mengalami Viktimisasi berkelanjutan (Continuing Victimization) seperti yang dialami oleh pengguna jasa Trasnjakarta sampai saat ini, apabila secara terus menerus dan berulang tanpa adanya suatu terobosan berarti untuk langkah -langkah pemulihan dari kondisi tervikitimisasi.
Victimisasi struktural pada hakikatnya merupakan suatu tindakan individu yang dilakukan sendiri atau bersama-sama dengan orang lain sebagai suatu kelompok tertentu. Individu ini bersikap dan bertindak berdasarkan tuntutan unsur-unsur struktur sosial tertentu yang berbudaya. Unsur-unsur strutur sosial tersebut adalah kepentingan, lembaga-lembaga sosial, nilai-nilai sosial, norma, status dan peranan, oleh karena itu perlu adanya perlindungan hukum terhadap korban (Legal protection for the victim).
Korban (victim) adalah pihak-pihak yang menderita atau dirugikan (individu/warga masyarakat, badan hukum dan negara (instansi pemerintah), BUMN) sebagai akibat tindakan orang lain karena mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan hukum. Bila dilihat dari sudut victimologi, Sellin dan Wolfgang menyatakan ada lima tipologi korban: Primary Victimization .Yang dimaksud dengan adalah korban individual, jadi korbannya adalah orang perorangan (bukan kelompok); Secondary Victimization Yang menjadi korban adalah kelompok misalnya; badan hukum ; Tertiary Victimization Yang menjadi korban adalah masyarakat luas, negara. ;Mutual Victimization Yang menjadi korban adalah sipelaku sendiri misalnya, pelacuran, perzinahan, narkoba. No Victimization Yang dimaksud bukan berarti tidak ada korban, melainkan korban tidak diketahui. Misalnya ; konsumen yang tertipu dalam menggunakan suatu produksi.
Laporan kasus seperti bentuk kejahatan yang terjadi di Busway adalah dengan melihat rekam data yang tercatat sepanjang tahun 2011, Badan Layanan Umum (BLU) TransJakarta mencatat, terdapat 332 kasus kejahatan yang meliputi 216 kasus penemuan barang di bus Transjakarta, 36 penumpang terjatuh, 28 kasus penangkapan copet, 24 penumpang terjepit, 13 kasus kehilangan barang, 8 kasus pelecehan seksual, dan 7 kasus pemukulan Petugas Pengamanan, meningkat dibandingkan pada tahun 2010 dimana terdapat 159 kasus, dengan rincian penemuan barang di atas bus Transjakarta sebanyak 89 kasus, 21 penumpang terjatuh, 8 kasus penangkapan copet, 9 penumpang terjepit, 17 kasus kehilangan barang, 6 kasus pelecehan seksual, dan 9 kasus pemukulan Petugas Pengamanan.
Data yang disajikan diatas hampir bisa dipastikan akan terjadi di kemudian hari, permasalahannya apakah laporan tersebut akan dapat dibendung atau justru akan semakin membengkak apabila otoritas penyelenggara pelayanan umum tidak segera melakukan pembenahan dan upaya perbaikan ke Internal sekaligus memberikan pendidikan kepada pengguna jasa Trasnjakarta untuk memahami bahwa potensi menajdi korban kejahatan dapt terjadi dengan begitu mudahnya , dimana saja apabila masyarakat tidak secara aktif melakukan upaya proteksi terhadap diri mereka, upaya yang untuk mewujudkjan Transjakarta sebagai sarana transportasi massal yang aman , nyaman dan tertib membutuhkan kerjasama anatara masyarakat pengguna dengan penyelenggra dengan adanya perubahan dan perbaikan kualitas pelayanan Busway dan bagaimana masyarakat pengguna diberikan pengetahuan untuk melindungi dirinya secara lebih baik ketika menggunakan fasilitas angutan Transjakarta.
Peran masyarakat, pengelola dan Pemerintah dalam mencegah kejahatan di Busway dalam konsep Pencegahan kejahatan terdapat Langkah – langkah pengamanan sebagai terobosan untuk mencegah Viktimisasi secara primer , sekunder maupun tertier yang dapat menimpa pengguna jasa Trasnjakarta guna yang menghindari kejahatan di Busway yang tentunya membutuhkan keseriusan pemerintah selaku penyelenggara pelayanan umum Trasnportasi aman , nyaman dan terjangkau di Jakarta. Dengan melakukan setidaknya tiga cara/ perubahan untuk membatasi secara fisik dilakukannya kejahatan, yaitu :
1. Memperkokoh sasaran kejahatan; Usaha memperkokoh sasaran kejahatan ini adalah salah satu model pencegahan kejahatan melalui pendekatan situasional. ( physical planning ). Model ini berdasarkan asumsi bahwa lingkungan fisik dapat merupakan faktor kunci bagi penjelasan sifat dan tingkat beberapa kejahatan dimasyarakat. Konsep keamanan lingkungan( enviromental security ) menyediakan beberapa cara melalui mana tujuan dapat dicapai. Beberapa cara, antara lain dapat disebutkan :
a. Pengevaluasian dari tempat yang kerap terjadi peristiwa kecelakaan dan kejahatan seperti Copet dan pelecehan seksual terjadi.
b. Halangan fisik untuk mengawasi jalan masuk dan keluar Fasilitas halte dan Busway.
c. Penentuan kebutuhan, penempatan alat keamanan mekanis ( seperti alarm Kebakaran dan Tabung Pemadam Kebakaran, Panic Button, CCTV, P3K dan Pemecah kaca darurat ) dan memperbaiki masalah tersebut ke dalam desain dan konstruksi bangunan Halte dan desain kendaraan Busway.
d. Penggunaan desain pintu putar , jendela, pagar pembatas antrian yang menyediakan keamanan yang maksimal, pemasangan CCTV, lampu penerangan yang memadai di Halte maupun jembatan akses halte Busway , cermin pantul dengan pertimbangan tetap menjaga pengawaan diluar dan menjaga privasi penumpang.
e. Mekanisme mengidentifikasikan aktivitas mencurigakan,dengan memisahkan antara penumpang wanita dan pria , penanganan barang temuan , laporan kehilangan serta insiden dan cedera dalam perjalanan.
2. Publikasi dan Sosialisasi Pencegahan kejahatan di Busway; Publisitas pencegahan kejahatan melalui pengumuman dan periklanan tentang pencegahan kejahatan adalah perubahan perhatian dari pencegahan kejahatan secara individual kearah pencegahan secara kolektif. Misi dari publisitas pencegahan kejahatan tersebut antara lain berisikan :
a. Memberikan penerangan kepada masyarakat tentang tingkat kejahatan yang p[ernah terjadi di Busway dalam kurun waktu sebelumnya dan pemberian nasehat bagaimana mengidentifikasi pelaku kejahatan dan bagaimana membuat laporan kejahatan yang baik.
b. Meningkatkan kesadaran warga masyarakat tentang langkah – langkah praktis dalam pengamanan pribadi dan pengamanan selama menggunakan fasilitas Busway.
c. Memasang papan petunjuk bahwa daerah tersebut sudah diterapkan sistem pengamanan elektronik dan mekanis ( CCTV dan Panic Button ) yang dapat mengingatkan atau membuat jera para calon pelaku kejahatan sekaligus untuk menurunkan tingkat ketakutan terhadap kejahatan diantara penumpang Busway dan sekaligus menambah keyakinan diri tentang kemampuan bersama Petugas Keamanan Busway dan penumpang Busway untuk mencegah kejahatan.
3. Memindahkan sasaran kejahatan yang mungkin terjadi terhadap penumpang Busway. Beberapa kejahatan yang penah dilaporkan terjadi di Busway secara sederhana dapat dicegah melalui pembagian dan pemagaran terhadap akses keluar dan masuk Halte dan Kendaraan Busway, atau dengan jalan merancang lingkungan yang dapat memperkecil kesempatan dilakukannya kejahatan. Contoh : Pemindahan mesin penjual makanan dan minuman otomatis dan Loket pembelian karcis dari tempat umum ke lokasi yang lebih memungkinkan pengawasan sehingga dapat mencegah tingkah laku vandalis dan pengrusakan terhadapnya, serta mengembangkan praktek praktek pembayaran secara elektronik sebagai alternatif pembayaran tunai maupun dengan Tiket berlangganan.
4. Menghilangkan sarana atau alat untuk melakukan kejahatan; Beberapa jenis pelanggaran hukum tertentu dapat dicegah jika sarana atau alat untuk melakukan pelanggaran hukum tersebut ditiadakan. Misalnya penyaringan calon penumpang untuk tidak membawa senjata tajam atau bahan mudah terbakar, menimbulkan percikan api, termasuk melarang calon penumpang yang menunggu di Halte untuk tidak merokok secara tegas.
Penutup
Viktimisasi terhadap masyarakat pengguna jasa Transportasi busway yang di selenggrakan oleh BLU Transjakarta merupakan bentuk Viktimisasi struktural , dimana bentuk Viktimisasi Struktural ini dapat menimpa masyarakat secara primer , sekuder dan tertier, masyarakat pengguna Jasa Transportasi Busway kerap tidak menyadari bahwa dirinya merupakan korban dari belum optimalnya peran pemerintah dalam menyelenggrakan suatu pelayanan publik yang nyaman , aman dan terjangkau seperti yang diamanatkan dalam UU No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan Publik, Instruksi Presiden No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja instansi pemerintah, Permen PAN dan reformasi Birokrasi No. 7 tahun 2010 tentang Pedoman Kinerja.Piranti hukum yang ada belum mampu mendayagunakan dan mengotimalkan peran pemerintah DKI jakarta dalam menyelenggrakan transportasi umum yang aman , nyaman dan terjangkau, dimana disharmoni dalam penyelenggaraan pelayanan publik menjadi sebuah kerugian dengan masyarakat sebagi korban.
Berangkat dari pemahaman bahwa masyarakat di Jakarta selaku pengguna jasa Trasportasi umum berupa Busway perlu mendapat pengetahuan dan pemahaman untuk setidaknya dapat menjadikan dirinya lebih kuat dan sulit dijangkau dari kemungkinan menjadi korban ‘ Viktim ” atas kualitas pelayanan pelayanan publik di bidanng Transportasi umum yang belum baik, dimana kemungkinan menjadi viktim secara primer seperti mengalami kehilangan barang, penganiayaan, bahkan pelecehan oleh sesama penumpang maupun pelaku kejahatan , dapat dihindari , belum lagi kemungkinan mengalami viktimisasi sekuder seperti hilangnya kenyamanan, dan keamanan akibat tindakan petugas pelayanan Transjakarta yang kurang profesional melayani, keterlambatan dan antrian calon penumpang yang panjang akibat jumlah dan kondisi jalanan Jakarta yang belum bersahabat dengan jenis angkutan massal untuk umum, serta mengalami Tertiari Viktimisasi oleh negara dengan pola kebijakan yang belum serius menggarap sarana transportasi Busway secara profesional dan menjadikan busway sebagai alternatif transportasi yang aman , nyaman dan tertib selain kendaraan pribadi yang diketahui semakin memacetkan jalanan Jakarta.
Adapun upaya pencegahan kejahatan yang dapat dikemukakan dalam hal pengamanan fisik dan lingkungan fasilitas Busway dan sarana pendukungnya bertujuan untuk menghalangi atau paling tidak untuk menghambat / mempersulit adanya bahaya dari tindakan kriminalitas terhadap penumpang Busway maupun petugas Trasnjakarta. Salah satu hal yang perlu diperhatikan misalnya dalam segi arsitektur bangunan Halte dan desain kendaraan busway. Model dan desain bangunan fisik yang memungkinkan untuk melindungi dan mengawasi area didalamnya yang diamankan. Sehingga sulit bagi penjahat / pelaku kriminalitas untuk dapat memasuki atau melakukan kegiatan kejahatannya. Penerapan dari model pengamanan ini dapat dilakukan untuk lingkungan pabrik, industri, perkantoran dan kawasan perumahan. Desain yang semakin kuat dan paling memadai terhadap serangan kejahatan akan menjadikan area tersebut semakin aman.
Pengamanan fisik sebagaimana dikemukakan oleh Kaplan, bahwa Kesempatan ( Opportunity ) untuk timbulnya kejahatan adalah sebagai akibat dari adanya Target, Resiko ( Risk ), Upaya yang keras( Effort ), dan Biaya yang dikeluarkan ( Payoff ) “OTREP”. Asumsinya adalah bahwa potensi timbulnya kejahatan itu dipengaruhi oleh besarnya biaya pengeluaran dan keuntungan yang diperoleh dari kejahatan tersebut. Kejahatan dapat dikurangi apabila resiko yang dihadapi oleh penjahat lebih besar dibandingkan keuntungan yang diperoleh dari kejahatan yang dilakukan . Keberhasilan upaya ini dapat berlangsung apabila didukung oleh pelaksanaan pengawasan terhadap jalur keluar masuk Halte , Jembatan penyebrangan dan Kendaraan Busway ( acces control ), surveillance, activity support dan motivation reinforcement.
Access Control yaitu sarana untuk dapat keluar masuk suatu bangunan / area bagi yang mempunyai identitas yang sudah ditentukan. Target yang ingin dicapai melalui upaya ini adalah agar pelaku kejahatan sulit melakukan aksinya. Apalagi dengan didukung oleh adanya instalasi pagar pembatas ,pintu dan jendela yang kokoh, kamera tersembunyi, lampu penerangan, akan semakin sulit bagi penjahat untuk melakukan kejahatan. Didukung pula oleh kegiatan Kamera surveillance, sebagai kegiatan pendukung dan motivasi untuk melaksanakan.
Termasuk adanya Adanya sanksi pidana yang diatur dalam pasal perundangan untuk setiap kejahatan / tindak pidana yang dilakukan adalah upaya untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan. Sanksi tersebut merupakan sanksi yang bersifat umum maupun khusus, yang berlaku terhadap pelaku kejahatan secara langsung termasuk juga dengan tidak melepaskan adanya tanggung jawab dan akuntabilitas institusi negara sebagai penyelenggara transportasi umum yang aman, nyaman dan terjangkau seperti Busway di jakarta, sanksi ini dapat berjalan efektif untuk mendorong pertumbuhan dan pembangunan sarana Transportasi massal yang kompeten jika mampu memenuhi kriteria kepastian ( certainty ), hukuman itu harus dirasakan sebagai suatu beban ( severity ), dan bersifat segera ( celerity ).

Daftar pustaka ;
Buku bacaan :
1. Adrianus Meliala, Viktimologi;Bunga Rampai Kajian Tentang korban kejahatan, Departemen kriminologi fakultas ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta 2011.
2. Muhammad Mustofa, kriminologi; Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas , Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum, Edisi kedua, Penerbit Sari Ilmu Pratama, Jakarta, 2010.
3. David Osborne dan Peter Plastrik, Memangkas brirokrasi; Lima Strategi Menuju Pemerintahan Wirausaha, Edisi Revisi,Penerbit C.V. Teruna Grafica, Jakarta, Februari 2001.
4. J.E. Sahetapy, Bunga Rampai Viktimisasi,Jakarta.

Sumber Internet :
1. http://adrianusmeliala.com/index.php?kat=4&hal=lecture
2. http://transjakarta.co.id/page.php#tab-5
3. http://www.tempo.co/read/news/2011/11/30/083369228/Pelecehan-Seksual-di-Busway-Meningkat-100-Persen
4. http://www.tempo.co/read/news/2011/11/08/057365425/Busway-Lagi-lagi-Telan-Korban-Jiwa
5. http://en.wikipedia.org/wiki/TransJakarta

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Situs Web WordPress.com.

Atas ↑

%d blogger menyukai ini: