GERILYA

OPTIMALISASI KETANGKASAN LAPANGAN BRIGADE MOBIL (KLBM) DIDUKUNG SINERGITAS POLISIONAL GUNA MENANGGULANGI KEJAHATAN INSURJENSI DALAM MEWUJUDKAN KAMTIBMAS

OPTIMALISASI KETANGKASAN LAPANGAN BRIGADE MOBIL
(KLBM) DIDUKUNG SINERGITAS POLISIONAL GUNA MENANGGULANGI KEJAHATAN INSURJENSI DALAM MEWUJUDKAN KAMTIBMAS

 

Police Role in Counterinsurgency Efforts

Terrorist Attacks and Counterinsurgency Practices

PAPARAN GAG PAPUA
BAB I
PENDAHULUAN

cropped-polisiiia.jpg
1. LATAR BELAKANG
Gangguan keamanan berimplikasi kontijensi di Papua, Sulawesi Tengah dan Aceh yang dilakukan oleh kelompok kriminal bersenjata saat ini masih kerap terjadi dengan memanfaatkan masyarakat dalam mengembangkan jaringan, menggalang massa simpatisan dan massa pendukung terutama yang masih terkait dalam suatu hubungan kekeluargaan dengan tokoh – tokoh masyarakat, intelektual dan kalangan birokrasi, sehingga hal ini digunakan sebagai sarana yang efektif oleh kelompok kriminal bersenjata untuk mendapatkan legitimasi dan justifikasi terhadap segala tindakan mereka guna membangkitkan rasa fanatisme kelompok bersenjata.
Kepolisian Daerah Papua, Sulteng dan Aceh merupakan bagian dari institusi pemerintahan yang melaksanakan tugas – tugas kepolisian di wilayah telah beberapa kali meminta tambahan perkuatan dalam bentuk Bawah Kendali Operasi ( BKO ) dari Mabes Polri.
BKO berupa pengiriman pasukan dari jajaran Korbrimob Polri, Satuan Brimob Polda maupun BKO dari fungsi tekhnis Kepolisian lainnya bertujuan untuk memberikan perkuatan kepada Polda Papua, Sulteng dan Aceh yang memiliki peran dan tanggung jawab dalam mengelola tatanan kehidupan masyarakat setempat guna menciptakan dan memelihara situasi Kamtibmas yang aman dan tentram , walaupun pada akhirnya sering kali belum sepenuhnya dapat berjalan dengan optimal.
Memang permasalahan terjadinya gangguan Kamtibmas di wilayah hukum Polda Papua, Sulteng dan Aceh serta wilayah hukum Polda rawan konflik lainnya tidaklah sesederhana penjelasan konflik itu sendiri.
Sebagai contoh terkini adalah kondisi di Papua, konflik sosial terjadi mengambil arah secara vertikal dan horizontal secara simultan, pun demikian dengan konflik vertikal di wilayah hukum Polda Papua dilakukan oleh kelompok-kelompok kriminal bersenjata didukung ormas-ormas yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah Republik Indonesia. beberapa bentuk gangguan keamanan di Papua, dilakukan oleh kelompok/Ormas ekstrim dengan menggunakan strategi politik, propaganda-propaganda melalui media lokal dan nasional serta melalui media elektronik/website dan melakukan kegiatan-kegiatan diplomasi di dalam dan luar negeri.
Potensi konflik komunal di Papua terjadi dengan bentuk berupa konflik penyelenggaraan pemilukada, konflik antar suku, konflik tanah ulayat, konflik antara masyarakat pendatang dan lokal, termasuk serangan secara sistematis menggunakan senjata api, bahan peledak, tindakan kekerasan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain dengan sasaran aparat Negara maupun masyarakat umum yang diidentifikasikan sebagai musuh dan dilakukan oleh sekelompok orang yang teroganisir serta memiliki penguasaan wilayah kedudukan.
Sesungguhnya rangkaian tindakan krminal diatas merupakan rangkaian tindak kejahatan yang tidak akan dapat ditanggulangi dengan tindakan polisional seperti pada umumnya, konsep adanya satuan kepolisian tertentu yang memiliki ketangkasan melakukan tindakan polisional menanggulangi kejahatan diluar batas satuan polisi regular sedemikian rupa adalah merupakan keharusan bagi suatu kesatuan penegak hukum yang istimewa untuk menjalankan fungsi pada praktik preventif kejahatan berintensitas tinggi, dimana unit kepolisian biasa tidak mampu menjalankan peran dan fungsinya lagi (Muradi ,2014)
Indeks gangguan kamtibmas yang dilakukan dengan menggunakan senjata api dan dilakukan secara terorganisir di beberapa Polda berkategori rawan adalah :
Polda Aceh dengan data sebagai berikut :
1) Pada hari Kamis, 6 Februari 2014 terjadi pengoroyokan yang menewaskan Juwaini, 35 tahun, Ketua Dewan pimpinan Kecamatan Partai Nasional Aceh di kawasan Aceh Utara;
2) Minggu ,16 februari 2014 terjadi penembakan salah satu posko pemenangan caleg partai, korban bernama Zubir HT di Desa Munyee Kunyet Aceh Utara;
3) kemudian pada hari Jumat dini hari (21/2/2014), sekitar pukul 02.00 Wib, rumah milik Husaini, calon anggota legislatif (caleg) DPRD Aceh Utara dari Partai Nasdem di Desa Meunasah Nibong, Aceh Utara dilempari bom Molotov oleh orang tidak dikenal.
4) Pada hari Senin tanggal 31Maret 2014 , terjadi penembakan yang dilakukan OTK terhadap 3 orang simpatisan Partai Aceh di Desa Geulanggang Teungoh, Bireuen Aceh.
Tidak ketinggalan adalah informasi gangguan kamtibmas berupa serangan menggunakan senjata api dan bom terhadap aparat keamanan di Poso Sulawesi Tengah :
1) Telah terjadi kontak senjata dengan Polisi di wilayah hutan Desa Padang Lembara, Poso Pesisir Selatan, pada hari Kamis 6 Februari 2014 yang lalu, terdapat 1 orang anggota Brimob Polda Sulteng gugur;
2) Kemudian terjadi teror ledakan bom di jalan raya Desa Pantango Lemba, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso Sulawesi Tengah pada Kamis 26 Februari 2014.
Tindakan kriminal yang dilakukan kelompok bersenjata yang menguras tenaga dan pikiran Polri berupa penembakan terhadap aparat keamanan maupun masyarakat di beberapa daerah di Provinsi Papua seperti Kab Puncak Jaya, Kab. Jayawijaya, Kab. Mimika, Kab. Paniai, Kota Jayapura (perbatasan RI / PNG).
Di tempat lain terjadi juga penyerangan terhadap Pos TNI / Polri, penyerangan terhadap anggota yang sedang patroli maupun masyarakat, pengerusakan, pembakaran fasilitas pemerintah/ swasta, TNI/Polri maupun masyarakat, melakukan penganiayaan dan atau perampasan Senpi aparat TNI / Polri, pengibaran bendera Bintang Kejora serta penyelundupan dan atau perdagangan senjata api, selalu yang menjadi alasan dari tindakan yang dilakukan sebagai bentuk perlawanan kepada pemerintah Republik Indonesia atas keinginan merdeka/ referendum dan penentuan nasib sendiri (self-determination).
1) Pada hari Sabtu tanggal 18 Januari 2014 sekitar pukul 18.50 WIT telah terjadi penyerangan dan penembakan di Pos Kompas unit Intel DIM 1714/JP Kota Lama Distrik Mulia Kabupaten Puncak Jaya Papua yang dilakukan oleh kelompok separatis bersenjata TPM/OPM, yang mengakibatkan 2 ( dua ) orang anggota TNI atas nama Serda Laowe dan Praka Adi mengalami luka tembak.
2) Surat Dirjen Perhubungan Udara, nomor : AU.101/1/16 DRJU.KUM2014 , tanggal 21 Januari 2014 perihal penyerahan komando operasi Bandar Udara Mulia , yang dialamatkan kepada Kapolres Puncak Jaya dengan tembusan surat kepada Kapolri , yang menjadi latar belakang adalah telah terjadi gangguan keamanan yang dilakukan oleh gerakan pengacau keamanan yang mengancam keamanan dan keselamatan penerbangan di Bandar Udara Mulia serta adanya ketakukan personil Bandara Mulia atas ancaman kelompok pengacau keamanan yang tidak segan–segan menggunakan senjata api.
3) Informasi khusus Intelijen Korbrimob Polri bahwa pada tanggal 24 Januari 2014 telah terjadi penembakan oleh kelompok tidak dikenal terhadap anggota TNI AD Batalyon 753, di Pintu Angin bawah Bandara Mulia Distrik Kulirik Kabupaten Puncak Jaya Papua dengan mengakibatkan korban atas nama Pratu Sugianto meninggal dunia akibat tembakan pada bagian kepala, kaki kiri dan paha kanan.
4) Informasi Khusus Intelijen Korbrimob Polri tanggal 2 Februari 2014 tentang peristiwa penyerangan terhadap pasukan patroli gabungan TNI/ Polri di kampong Sasawa Serui Distrik Kosiwo Kabupaten Yapen Barat Papua pada hari Sabtu tanggal 01 Februari 2014 , pukul 11.30 WIT, dimana telah terjadi penyerangan yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata ( TPN/OPM) pimpinan Fernando Warabai, yang mengakibatkan 3 ( tiga) orang anggota pasukan patroli gabungan menjadi korban : Briptu Robert Danunan ( anggota Polair) luka tembak diatas lutut kanan, Praka Hasim ( anggota TNI ) luka akibat ricochet , Mario Bonai ( pengemudi speed boat ) luka pada pinggang kiri.
Rangkaian peristiwa gangguan keamanan berupa teror bom , penculikan, pembunuhan terhadap aparat keamanan dan masyarakat termsuk perusakan dan pembakaran fasilitas umum yang terjadi di wilayah Papua, Sulteng dan Aceh dibarengi dengan penyerangan terhadap markas kepolisian di beberapa tempat seperti penyerangan Mapolsek Hamparan Perak di Medan, Polsek Prembun di Kebumen dan Pospol Kenteng Redjo di Purworejo, memberikan gambaran betapa rawan dan berat tugas kepolisian yang diemban oleh jajaran Polda – polda dengan dibantu BKO satuan lainnya seperti Korbrimob Polri dalam mewujudkan akuntabilitas Polri selaku aparat negara penegak hukum, pelayan dan pelindung masyarakat yang profesional dan mampu diandalkan.
2. PERMASALAHAN

00009998
Dengan melihat beberapa data yang disampaikan sebelumnya terkait perkembangan kualitas dan kuantitas kejahatan insurjensi yang terjadi selama ini, menjadikan penulis tertarik untuk membahas bagaimana menyiapkan ketangkasan lapangan Brigade Mobil guna mendukung upaya penegakkan hukum secara sinergis polisionil dengan internal Kepolisian dan TNI maupun stake holder dan share holder lainnya, menanggulangi kejahatan insurgensi yang semakin menggejala berbentuk fenomena perkembangan aksi-aksi terorisme dan separatisme dalam rangka mewujudkan Kamtibmas yang kondusif khususnya : menjelang, saat dan pasca penyelenggaraan Pemilu 2014.
Kepentingan penulis untuk mengangkat fenomena adanya peningkatan gangguan kamtibmas berupa kejahatan insurjensi di Indonesia didasari atas pertimbangan bahwa Polri selaku garda terdepan penegakkan hukum di Indonesia dituntut memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam menanggulangi fenomena insurjensi sebagai sebuah entitas kejahatan yang menjadi domain Polri.
Tuntutan atas adanya optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobile (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas menjadi suatu kebutuhan yang harus dikaji secara akademis dalam praktik pemolisian di Indonesia dalam memberikan jawaban atas diskusi apakah Polri mampu menghadapi kejahatan insurjensi sebagai kejahatan luar biasa “extra ordinary crimes“.
Ketika dimensi dan hakekat gangguan kamtibmas berada diluar ketangkasan satuan-satuan Kepolisian reguler, maka apakah nantinya diperlukan pembentukan satuan Militer berkewenangan polisionil ataukah membentuk dan menguatkan salah satu unsur Polri untuk memiliki ketangkasan seperti satuan-satuan Militer.
3. PERSOALAN
1) Bagaimana bentuk kebijakan yang dibutuhkan dalam optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas ?
2) Bagaimana wujud kelembagaan yang akan menjalankan upaya optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas ?
3) Apa sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mendukung optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas ?
4) Bagaimana metode yang akan digunakan untuk optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas?
4. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup penulisan Naskah Karya Perorangan ini adalah membahas bagaimana bentuk kebijakan yang harus dirumuskan oleh Polri dan khususnya Korps Brimob Polri, bagaimana bentuk kelembagaan, apa saja yang menjadi kebutuhan sarana dan prasarana dan bagaimana metode yang akan digunakan untuk optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobile ( KLBM ) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas.
Sebelum memasuki tahap pembahasan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penulisan Naskah Karya Perorangan ini akan dimulai dengan identifikasi kondisi ketangkasan lapangan Brigade Mobil( KLBM ) saat ini, faktor-faktor yang berpengaruh dan kondisi ketangkasan lapangan Brigade Mobil yang diharapkan.
Kepentingan membahas kondisi awal, faktor-faktor yang berpengaruh dan kondisi ideal adalah untuk memberikan gambaran secara utuh dalam merumuskan optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas
5. MAKSUD DAN TUJUAN

DSC_1447 DSC_1448
1) Maksud : disamping sebagai salah satu syarat untuk mengikuti seleksi Pendidikan Sespimen Polri, maka penulisan NKP ini memiliki maksud untuk memberikan sumbang saran kepada Polri dalam mengoptimalkan ketagkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas.
2) Tujuan :
a) Untuk merumuskan kebijakan yang dibutuhkan dalam optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil ( KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas
b) Untuk merumuskan wujud kelembagaan yang akan menjalankan upaya optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas
c) Untuk menyusun kebutuhan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil ( KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas
d) Untuk menganalisa metode yang tepat digunakan untuk optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas ?
6. METODE PENDEKATAN
1) Metode
Metode penulisan yang digunakan adalah deskriptif analisis, yaitu dengan mengangkat fenomena adanya gangguan keamanan berintensitas tinggi berupa kejahatan insurjensi di beberapa wilayah hukum Polda yang sampai saat ini upaya–upaya penanggulangan telah dilakukan baik secara mandiri kewilayahan maupun terpusat oleh Mabes Polri namun belum mampu meyelesaikan masalah secara tuntas.
Tugas pokok , fungsi dan peran Korps Brimob Polri dalam upaya penanggulangan terhadap kriminalitas berintesitas tinggi seperti kejahatan insurjensi merupakan sebuah keharusan manakala satuan –satuan kepolisian lainnya tidak akan mampu melakukan tugas penegakkan hukum , pemulihan keamanan dan pemeliharaan keamanan di daerah yang menjadi basis kegiatan kelompok insurjen.
Fenomena yang diangkat kemudian akan dianalisa dengan menggunakan : Teori Manajemen Operasional Kepolisian (MOK) sebagai Grand Theory , teori kerja sama sebagai Middle Theory dan teori SWOT sebagai operational theory , sehingga akan diperoleh sebuah analisa yang komprehensif untuk merumuskan suatu kesimpulan yang dapat mendukung upaya optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil ( KLBM) didukung sinergitas polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan kamtibmas .
Data yang akan dianalisa bersumber dari dua sumber data (Sugiyono,2008) yaitu : Pertama; Data primer yang diperoleh secara langsung melalui teknik observasi dan wawancara dengan narasumber terhadap fakta dan obyek dilapangan; Kedua; dengan menggali literature, dokumen, buku, catatan kejadian dan lain- lain yang berhubungan dengan gangguan kamtibmas berupa kejahatan insurjensi di bebrapa wilayah hukum Polda.
2) Pendekatan
Penulisan Naskah ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, penulis berharap dapat memberikan gambaran tentang kondisi kebijakan, kelembagaan, sarana dan prasaran serta methode ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) saat ini guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan kamtibmas.
Pendekatan kualitatif juga merupakan suatu penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Suatu penelitian kualitatif tidak dimulai dengan sebuah teori untuk menguji atau membuktikan, namun sebaliknya sesuai dengan model induktif pemikiran, sebuah teori dapat muncul selama pengumpulan data dan tahap-tahap analisis penelitian atau akan digunakan dalam proses penelitian sebagai dasar perbandingan dengan teori lain (Creswell, 2002:6).
Menurut Parsudi Suparlan tentang pendekatan Kualitatif mengemukakan bahwa :
Sasaran kajiannya (kualitatif) adalah pola-pola yang berlaku yang merupakan prinsip-prinsip yang secara umum dan mendasar berlaku dan mencolok berdasarkan atas perwujudan dari gejala-gejala yang ada dalam kehidupan manusia. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia atau pola-polanya
(Suparlan,1997: 6).
Dalam penelitian kualitatif yang dilakukan mengunakan metode penelitian deskriptif, yaitu suatu metode penelitian dengan cara mengemukakan gambaran tentang masalah yang diteliti berupa kondisi kebijakan, kelembagaan, sarana dan prasaran serta methode ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) saat ini guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan kamtibmas , sesuai dengan fakta-fakta yang terkumpul, kemudian dianalisis secara ilmiah untuk mengambil suatu kesimpulan.
7. SISTEMATIKA
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang tulisan , permasalahan , rumusan masalah atau persoalan yang meliputi : bentuk kebijakan , kelembagaan , sarana dan prasarana, dan method yang dibutuhkan dalam optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas , termasuk rumusan atas ruang lingkup, maksud dan tujuan, metode pendekatan , sistematika dan pengertian-pengertian yang digunakan dalam penulisan NKP ini;
BAB II LANDASAN TEORI
Meliputi konsep SWOT dan teori manajemen strategis dan teori-teori lainnya yang digunakan dalam menganalisa fenomena adanya peningkatan gangguan keamanan berupa kejahatan insurjensi dengan dikaitkan terhadap upaya optimalisasi ketangkasan lawan gerilya yang dimiliki Polri;
BAB III KONDISI SAAT INI
merupakan gambaran atas kondisi terkini dari aspek : sumber daya manusia, dukungan anggaran, dukungan sarana dan prasarana dan metode yang digunakan;
BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Merupakan gambaran atas identifikasi faktor internal seperti kekuatan dan kelemahan dipadukan dengan adanya faktor eksternal berupa peluang dan kendala / ancaman;
BAB V KONDISI YANG DIHARAPKAN
Merupakan gambaran kondisi yang diharapkan terhadap sumber daya manusia, dukungan anggaran, dukungan sarana dan prasarana dan metode;

 

BAB VI OPTIMALISASI
Merupakan bab yang menjelaskan visi dan misi yang disusun berdasarkan hasil analisa untuk merumuskan tujuan, sasaran, kebijakan , strategi dan action plan;
BAB VII PENUTUP
Berisikan kesimpulan dari tulisan yang dibuat dan saran/ rekomendasi kepada pimpinan Polri serta pemamangku kepentingan lainnya;
8. PENGERTIAN-PENGERTIAN
1) Optimalisasi
Istilah optimalisasi berasal dari kata “optimal” yang artinya adalah terbaik atau tertinggi, sehingga optimalisasi berarti membentuk sesuatu menjadi lebih baik atau lebih tinggi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) yang dimaksud dengan optimalisasi adalah suatu cara atau perbuatan untuk mencapai sesuatu sehingga menghasilkan yang terbaik (KBBI,2003:800)
Sementara itu dalam penjelasan di dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Operasional Brimob Polri (2006) tentang prinsip – prinsip operasional sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan peranan yang dimiliki, maka operasional Brimob Polri bersifat mobil atau dinamis, tidak meliputi satu bidang tugas dan lokasi saja dengan prinsip antara lain: Optimalisasi setiap anggota Brimob Polri senantiasa berusaha untuk mengoptimalisasikan tehnik dan taktik serta pemanfaatan sumber daya personel, materiil, anggaran dan waktu yang di miliki agar dapat menghasilkan kinerja secara maksimal.
Optimalisasi kesatuan dilakukan agar memperoleh hasil yang terbaik haruslah dilakukan dengan pemanfaatan kesatuan secara efektif dan efisien serta dengan upaya terbaik dan menguntungkan untuk keberhasilan tugas.

 

2) Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil
Bahan pelajaran ( Hanjar ) berjudul Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil (KLBM) untuk siswa pendidikan pembentukan Brigadir Brimob Polri tahun 2012 secara eksplisit belum memberikan penjelasan apa yang dimaksud dengan Ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) sebagai sebuah terminology, namun dalam pengantar hanjar terbitan Lembaga Pendidikan Polri tersebut dijelaskan bahwa konsep ketangkasan lapangan Brigade Mobil ( KLBM ) adalah merupakan : kumpulan dari berbagai keterampilan dan ketangkasan yang sangat dibutuhkan oleh setiap anggota Brimob Polri yang memang disiapkan untuk menghadapi tugas–tugas kepolisian yang berintensitas tinggi.
Karena selalu dituntut untuk siap, walaupun dihadapkan pada situasi dan kondisi yang sulit sekalipun, tidak jarang anggota Brimob masuk hutan, melewati sungai dan gunung serta hidup di gua-gua untuk mencari dan menemukan pelaku kejahatan, mengingat betapa sulitnya medan dan tantangan yang dihadapi anggota Brimob dalam menjalankan tugas-tugasnya, maka sangat dibutuhkan ketrampilan dan ketangkasan lapangan dalam mendukung pelaksanaan tugas dilapangan.
Untuk membekali ketrampilan dan ketangkasan lapangan Brigade Mobile seperti tersebut di atas, maka dalam bahan ajaran terbitan Lembaga Pendidikan Polri ini menguraikan mengenai :
1. Kemampuan perorangan; adalah tekhnik perorangan dalam bergerak dengan cepat dan tangkas di lapangan dan terampil menggunakan perlengkapan yang dimiliki, misalnya senjata yang ada padanya, memanfaatkan situasi dan kondisi lapangan, fokus utama kemampuan perorangan adalah bagaimana setiap personel Brimob mampu memanfaatkan 5 ( lima ) aspek medan yang ada seperti : rintangan alam maupun buatan ( obstacle ); lindung tembak dan lindung tinjau (fire and coverage); sektor tembak dan sektor tinjau ( fire and coverage sector ); medan kritis ( critical point), jalur pendekat dan jalur utama ( access and route).
2. Pioneer ; adalah suatu usaha dan kegiatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok dan satuan untuk membuat tali temali, mendirikan bivak, membuat jembatan dan kegiatan lain yang bisa mendukung dalam pelaksanaan tugas sesuai kebutuhan seperti navigasi malam dan siang hari.
3. SOP ( Standard operating Procedure ) ; adalah suatu standar atas pekerjaan yang dibuat untuk memudahkan dan menguntungkan berdasarkan atas pengalaman kemudian ditetapkan menjadi pedoman tugas, dengan adanya SOP segala tugas/pekerjaan dapat dilaksanakan otomatis tanpa menunggu instruksi lagi, SOP harus mempunyai 2 syarat tertentu : sederhana dan ringkas.
4. Daerah bahaya; memiliki pengertian sebagai suatu tempat atau daerah yang mempunyai kategori rawan untuk dilewati dengan memperhitungkan sistem pengamanannya, fokus ketangkasan ini adalah untuk memberikan bekal kepada setiap personel Brimob agar mampu melaksanakan : tahapan , taktik dan teknis melintasi daerah berbahaya yang bersifat tebuka, semi terbuka maupun tertutup.
5. Taktik satuan kecil ; adalah kumpulan dari formasi gerakan taktis adalah susunan/bentuk suatu kelompok dalam satuan ikatan terkecil yaitu regu yang terdiri dari 10 (sepuluh) personel yang mempunyai sistim pengawasan dan keamanan masing-masing antara personil yang satu dengan yang lain dalam mencari , menemukan, menyerang dan bertahan serta mengundurkan diri dari suatu kontak atau serangan.
6. Pengertian Perembesan; adalah suatu pergerakan dalam ikatan satuan maupun perorangan untuk mendekati sasaran secara rahasia yang dilakukan dengan cermat, teliti dan waspada, tanpa diketahui oleh sasaran. Perembesan merupakan kelanjutan dari materi taktik satuan kecil, dimana para anggota Polri harus melaksanakan seluruh gerakan ketangkasan lapangan yang langsung dihadapkan kepada rintangan baik alam maupun buatan, tembakan senapan, mesin dan juga ledakan granat latihan.
7. Dasar- dasar Penyerangan ; adalah suatu usaha dan kegiatan satuan untuk mendekati sasaran/musuh dengan tujuan untuk melumpuhkan dan menangkap musuh,tujuan ketangkasan lapangan berupa materi penyerangan adalah untuk memberikan pedoman mengenai teknik dan taktik penyerangan, sehingga setiap anggota Brimob mampu melaksanakan tugas sesuai prosedur dan berhasil dengan baik, adapun tugas pokok didalam melaksanakan penyerangan adalah : mendekati, melumpuhkan, menangkap dan menahan musuh menduduki dan mempertahankan daerah/ medan yang telah direbut; menempati daerah belakang musuh dengan menggunakan satuan penikung/pelambung yang melalui daerah belakang musuh; menempatkan satuan sedemikian rupa, sehingga musuh tidak berdaya dan menyerah.
8. Dasar-dasar Pertahanan ; adalah suatu usaha dan kegiatan satuan/unit yang direncanakan dengan menggunakan segala sarana dan metode untuk mencegah, menahan, mencerai-beraikan, melumpuhkan serangan lawan/musuh, dimana tujuan pertahanan adalah : Mengulur waktu sambil menunggu perkembangan yang bai /menguntungkan untuk suatu penyerangan; Pemusatan kekuatan, mengembangkan kondisi yang lebih baik ; memperkecil kemampuan musuh/lawan. ; penghematan tenaga agar terjadi pemusatan ditempat lain untuk penyerangan yang menentukan, adapun tugas dari anggota dalam pertahanan adalah : melumpuhkan dan mencerai-beraikan musuh/lawan; mencegah agar musuh/lawan tidak masuk ke daerah kita atau menduduki daerah yang penting; mempertahankan musuh/lawan tetap berada di suatu tempat.
3) Sinergitas Polisional
Sering terdengar kata-kata sinergi yang terlontar dalam momen saat : gelar perkara , training and motivation, coaching and counseling, reinforcement bahkan dalam sesi rapat biasa, sinergi (synergy : inggris) adalah bentuk kerjasama win-win solutions yang dihasilkan melalui kolaborasi masing-masing pihak tanpa adanya perasaan kalah, menurut Stephen Covey dalam bukunya 7 Habits of Highly Effective People, jika 1 + 1 = 3, maka itulah yang disebut “Synergy”.
Sinergi adalah saling mengisi dan melengkapi perbedaan untuk mencapai hasil lebih besar daripada jumlah bagian per bagian, konsep sinergi diantaranya adalah berikut ini:
1. Berorientasi pada hasil dan positif
2. Perspektif beragam mengganti atau melengkapi paradigm yang ada
3. Saling bekerjasama dan bertujuan sama serta adanya kesepakatan
4. Sangat efektif diusahakan dan merupakan suatu proses
Melalui sinergi, kerjasama dari paradigma yang berbeda akan mewujudkan hasil lebih besar dan efektif sehubungan proses yang dijalani menunjukkan tujuan yang sama dan kesepakatan demi hasil positif. ikhtisar.com(2014)
Bersinergi berarti saling menghargai perbedaan ide, pendapat dan bersedia saling berbagi, bersinergi tidak mementingkan diri sendiri, namun berpikir menang-menang dan tidak ada pihak yang dirugikan atau merasa dirugikan, bersinergi bertujuan memadukan bagian-bagian terpisah.
Mewujudkan sinergi adalah keberhasilan bersama yang terbina dari kebiasaan, mewujudkan sinergi bukan berarti berkompromi di tengah, melainkan mencari alternatif ketiga dan mencapai puncak.
Sinergi adalah perbedaan bukan persamaan, sinergi akan membangun kerjasama-kerjasama kreatif dengan cara menghormati perbedaan, membangun kekuatan dan mengkompensasikan kelemahan.
Contoh Sinergi sebagai Kerjasama Kreatif, banyak perumpamaan sinergi dalam suatu organisasi bisnis khususnya, seperti berikut : Tim Marketing dan Tim Promotion bergabung dalam suatu event New Product Launch di sebuah Mall, yang mana dengan bergabungnya mereka, anggota Tim Marketing dapat menjual product baru melalui brosur dan leaflet yang disiapkan Tim Promotion, hasilnya tentu lebih maksimal dibandingkan berjalan sendiri-sendiri pada event yang berbeda.
Contoh lainnya yang dapat dilihat dalam kehidupan sekitar kita adalah Konsep Pujasera – Pusat Jajanan Serba Ada, dimana terdapat banyak outlet makanan dan minuman berkumpul bersama, sehingga pelanggan akan mempunyai alternatif pilihan makanan dan minuman yang variatif, hal ini otomatis meningkatkan omset masing-masing outlet dibandingkan jika mereka berdiri terpisah pada tempat yang berbeda pula.
Sinergi dapat menekan cost atau biaya operasional tanpa mengurangi pendapatan operasional. Bahasa umum didunia bisnis adalah Sharing Budget, dalam konteks tulisan NKP berjudul “ Optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil( KLBM) di dukung sinergitas polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan kamtibmas” adalah bagaimana dalam hal ini Korps Brimob Polri dengan ketangkasan lapangan yang dimiliki dapat bekerjasama secara efektif dan efisien dengan stake holder internal maupun eksternal Polri dalam menghadapi gangguan kriminalitas berintesitas tinggi berupa kejahatan insurjensi.
Kepentingan adanya sinergitas antara Korps Brimob Polri dengan stake holder lainnya adalah adanya fakta bahwa terdapat berbagai faktor yang berpengaruh baik sifatnya internal maupun ekseternal yang bersifat kekuatan maupun kelemahan, pengaruh environmental / lingkungan strategis dan aspek instrumental lainnya.
Definisi Polisional adalah sebagai setiap yang bersifat atau mengenai polisi. kamusbesar.com(2014), dalam hal ini yang dimaksud adalah tindakan yang dilakukan Polisi dalam menegakkan hukum , perlindungan dan pelayanan masyarakat, dan pemeliharaan kemanan dan ketertiban dalam masyarakat, sehingga setiap tindakan yang dilakukan oleh sebuah badan , institusi, lembaga dalam rangka menegakkan hukum seperti yang dilakukan oleh lembaga Kepolisian , maka disebut dengan tindakan Polisionil.
Beberapa diskusi terkait konsep Polisionil adalah terkait dengan aspek kewenangan , legalitas dan legitimasi atas akibat hukum yang ditimbulkan dari suatu tindakan, sehingga dengan demikian diperlukan suatu penjelasan yang lebih mendalam pemaknaan atas konsep “Polisional “ dalam praktek sehari –hari , konsep Polisional mulai mendapat penjelasan yang lebih signfikan pasca terbitnya MOU perbantuan TNI kepada Polri dalam pengamanan Pemilu 2014, dimana dalam MOU tersebut diatur pemaknaan tindakan Polisionil TNI dalam pengamanan Pemilu 2014 adalah bersifat BKO ( Bawah Kendali Operasi ) dan BAKOOPS ( Bawah Komando Operasi ) (MOU TNI kepada Polri, 2013)
4) Kejahatan Insurjensi
Insurgency dalam penjelasan Oxford advanced learner’s dictionary disebutkan sebagai “an attempt to take control of country by forces” atau dijelaskan sebagai sebuah usaha untuk mengambil alih Negara / wilayah dengan kekuatan bersenjata, kemudian konsep insurjensi mendapat penjelasan lewat tinjauan literatur strategic studies, bahwa insurgensi merupakan sebuah konsep yang menyebut “Perjuangan oleh kelompok yang tidak berkuasa terhadap pemerintahan yang berkuasa dengan menggunakan sumber daya politis dan kekerasan untuk mencapai tujuan politik”, (Colin S. Gray dkk, 2002) Insurgensi merupakan salah satu bentuk perang asimetris atau non-konvensional ( Karnavian, 2103)
Penjelasan terhadap makna perang konvensional dan non konvensional sangat penting untuk mengantar pemahaman bagi institusi Polri itu sendiri, mengingat adanya keenganan bagi Polri khususnya pasca reformasi tahun 1998 yang secara tegas –tegas memisahkan urusan keamanan yang identik dengan kriminalitas dengan pertahanan yang identik dengan terminologi perang sebagai domain tugas militer di Indonesia.
Secara lebih luas pemaknaan terhadap terminologi perang itu sendiri dapat dilihat dari definisi perang secara konvensional yang terjadi karena kedua pihak menggunakan metoda dan alat yang sama, dan cenderung melibatkan negara sebagai aktor perang (misalnya AS melawan Irak ), maka dalam perang non konvensional yang kelak akan disebut sebagai perang asimetris, terjadi bilamana kedua pihak yang bertikai tidak menggunakan metoda dan asset yang sama.

 

lat menembak-sph plotting data menembak-2
Sebagai sebuah penjelasan terhadap definisi perang asimetris dalam konteks ke-Indonesia-an adalah terjadi ketika satu pihak menyadari kekuatannya jauh lebih lemah dan pasti kalah jika menghadapi lawan dengan metoda yang sama, maka ia akan memilih cara lain untuk tidak langsung menghadapi kekuatan lawan (Liddlehart, menyebutnya dengan indirect approach), sebaliknya pihak yang lemah yang kemudian disebut insurgen akan menggunakan unsur :
1. “time” (waktu);
2. “space” (wilayah);
3. “support” (dukungan) dan ;
4. “legitimacy” (legitimasi, khususnya politik) untuk memenangkan perang.
Melihat penjelasan terhadap fenomena insurjensi yang pada akhirnya menjadi suatu keharusan atau domain tugas polisi, apalagi ketika : Pihak insurgen senantiasa memanfaatkan waktu dengan membuat perang berlarut berkepanjangan berwujud serangan–serangan sporadis, dengan sasaran terpilih adalah simbol-simbol negara dan kedaulatan, namun tanpa harus menguasai wilayah tetapi berada dimana-mana karena mobilitas yang tinggi maupun luasnya jaringan organisasi, sehingga dengan mudah merebut dukungan masyarakat (dalam dan atau luar negeri) dan alasan yang tepat untuk melegitimasi perlawanan mereka (Baylis, 2002).
Pihak insurgen menyadari bahwa dengan adanya serangan secara sporadis dan berlarut-larut akan menimbulkan ketakutan ditengah masyarakat, masyarakat akan digiring atas keyakinan bahwa negara telah kehilangan daya kontrol, otoritas dan kuasa aparat negara dalam menjaga keamanan secara umum, insurgen akan terus membuat lawan kehilangan legitimasi dan dukungan masyarakat.
Insurjen akan menempatkan adanya sumber daya politik dan kekerasan sebagai bargaining power yang dimiliki untuk memperjuangkan aspirasi yang mereka kehendaki, maka tidak pelak nantinya sumber daya politik diwujudkan dengan membentuk organisasi atau jaringan yang digunakan untuk rekrutmen, pelatihan, proganda dan demonstrasi dan berbagai cara diplomasi dan politis lainnya, sedangkan cara kekerasan dilakukan untuk mendukung eksistensi organisasi politik yang telah dibangun, dengan bentuk : terorisme, perang gerilya, dan perang konvensional.
Ketika terorisme dilakukan terhadap sasaran sipil (non combatan) di dalam atau luar kota, namun perang gerilya umumnya dilakukan terhadap sasaran combatan atau petugas keamanan yang menjadi garda depan dari penjaga kedaulatan negara dalam konteks keamanan( Polisi ) dan pertahanan ( Militer ) di luar kota dan kawasan yang tidak terjangkau oleh kekuatan–kekuatan organ pemerintah, sedangkan perang konvensional diadopsi jika kekuatan yang dimiliki kelompok insurgen dirasakan telah memadai minimal menyamai ketangkasan lawan untuk berhadapan secara terbuka dan frontal.
Tiga prinsip dasar dalam penanggulangan insurgensi menurut Thomas MocKaitis:1990 dalam Karnavian: 2013 adalah :
1. minimum force;
2. civic-military cooperation, dan;
3. tactical flexibility.
dimana taktik ini sukses digunakan untuk mengeliminir kekuatan insugensi yang terjadi di Semenanjung Malaya oleh Bala tentara Inggris pada saat berlangsung Malayan Campaign.
Sebuah penjelasan tentang efektifitas dalam melawan insurgensi adalah dengan belajar dari beberapa kegagalan pendekatan dan doktrin militer berskala penuh dalam menghadapi insurgensi, kegagalan misi bantuan militer Amerika kepada pemerintah Vietnam Selatan dalam membendung komunisme yang diidentikan sebagai insurgensi pihak Vietnam Utara dibantu pemerintah China, kegagalan konsep War on Terror yang dilancarkan Amerika terhadap kelompok insurjen di Afganistan dan Pakistan.
Kepentingan bagi Polri memahami penjelasan atas konsep insurgensi sebagai sebuah fenomena perlawanan sekelompok orang terhadap negara, harus dilihat dari sisi strategi dalam insurgensi itu sendiri, bahwa apapun pilihan strategi yang dilakukan oleh insurgen dalam perjuangannya merupakan suatu potensi gangguan keamanan, ambang gangguan dan gangguan nyata yang berupa : konspirasi, perang ( kekerasan ) berkepanjangan, military-foco, dan terorisme kota.
Setiap strategi yang dipilih oleh kelompok insurgen membutuhkan kehadiran dan tindakan kepolisian untuk menjamin bahwa hukum dapat ditegakkan secara optimal terhadap pelaku tindak kejahatan berbentuk insurgensi diseluruh wilayah Indonesia.

BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam penulisan ilmiah diperlukan landasan teori sebagai alat analisis, teori dan konsep tersebut antara lain :
9. KONSEP SWOT
Analisis SWOT ( Strength, Weaknesses, Opportunities dan Threat ) adalah salah satu Model Rencana Strategis. Model ini diperkenalkan oleh Kearns (1992), dalam diktat yang disusun oleh Karyoso, secara singkat teori tersebut dapat dijabarkan dalam pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
Dalam Analisis SWOT menurut Kearns ditampilkan dalam matrik 6 (enam) kotak, 2 (dua) yang paling atas adalah kotak faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman / hambatan, 2 (dua) kotak sebelah kiri adalah faktor internal, yaitu kekuatan dan kelemahan. 4 (Empat) kotak lainnya (A, B, C, D) merupakan isu strategi yang timbul sebagai hasil kontak antara faktor-faktor internal dan eksternal, menurut salah satu pakar SWOT Indonesia, yaitu Fredy Rangkuti, yang mendefinisikan analisa SWOT sebagai berikut :
“Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan, analisa ini didasarkan pada hubungan atau interaksi antara unsur-unsur internal, yaitu kekuatan dan kelemahan, terhadap unsur-unsur eksternal yaitu peluang dan ancaman”.
Analisa SWOT memungkinkan organisasi memformulasikan dan mengimplementasikan strategi utama sebagai tahap lanjut pelaksanaan dan tujuan organiasasi, dalam analisa SWOT, informasi dikumpulkan dan dianalisa. Hasil analisa tersebut dapat menyebabkan dilakukan perubahan pada misi, tujuan, kebijaksanaan, atau strategi yang sedang berjalan, dalam penyusunan suatu rencana yang baik, perlu diketahui daya dan dana yang dimiliki pada saat akan memulai usaha, mengetahui segala unsur kekuatan yang dimiliki, maupun segala kelemahan yang ada.
Keempat isu strategi itu adalah :
1. Strategi SO : Dipakai orang untuk menarik keuntungan dari peluang yang ada dalam lingkungan eksternal, Strategi yang dihasilkan pada kombinasi ini adalah memanfaatkan kekuatan atas peluang yang telah diidentifikasi. Misalnya bila kekuatan perusahaan adalah pada keunggulan teknologinya, maka keunggulan ini dapat dimanfaatkan untuk mengisi segmen pasar yang membutuhkan tingkat teknologi dan kualitas yang lebih maju, yang keberadaanya dan kebutuhannya telah diidentifikasi pada analisis kesempatan.
2. Strategi WO : Strategi ini bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang dari lingkungan luar. Sering dijumpai dilemma ada peluang terlihat, tetapi orang tidak mampu mengerjakannya. Kesempatan yang dapat diidentifikasi tidak mungkin dimanfaatkan karena kelemahan perusahaan. Misalnya jaringan distribusi ke pasar tersebut tidak dipunyai oleh perusahaan. Salah satu strategi yang dapat ditempuh adalah bekerjasama dengan perusahaan yang mempunyai kemampuan menggarap pasar tersebut. Pilihan strategi lain adalah mengatasi kelemahan agar dapat memanfaatkan kesempatan
3. Strategi ST: Strategi ini dipergunakan organisasi untuk menghindari, paling tidak memperkecil dampak dari ancaman yang datang dari luar. Dalam analisa ancaman ditemukan kebutuhan untuk mengatasinya. Strategi ini mencoba mencari kekuatan yang dimiliki perusahaan yang dapat mengurangi atau menangkal ancaman tersebut. Misalnya ancaman perang harga.
4. Strategi WT : Strategi ini merupakan taktik pertahanan yang diarahkan pada usaha memperkecil kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Dalam situasi menghadapi ancaman dan sekaligus kelemahan intern, strategi yang umumnya dilakukan adalah “keluar” dari situasi yang terjepit tersebut. Keputusan yang diambil adalah “mencairkan” sumber daya yang terikat pada situasi yang mengancam tersebut, dan mengalihkannya pada usaha lain yang lebih cerah. Siasat lainnya adalah mengadakan kerjasama dengan satu perusahaan yang lebih kuat, dengan harapan ancaman di suatu saat akan hilang.
Dengan mengetahui situasi yang akan dihadapi, anak perusahaan dapat mengambil langkah-langkah yang perlu dan bertindak dengan mengambil kebijakan-kebijakan yang terarah dan mantap, dengan kata lain perusahaan dapat menerapkan strategi yang tepat.
Freddy Rangkuti menyempurnakan kelemahan–kelemahan subyektifitas pada teori SWOT pertama dengan mengharuskan melakukan survey internal dan eksternal terlebih dahulu melalui curah pendapat ( Brain Storming), angket dan statistik untuk menentukan faktor yang berpengaruh , bobot dan rating suatu indicator penilaian. (Rangkuti, 2013)
10. TEORI MANAJEMEN OPERASIONAL KEPOLISIAN
Secara tertulis dalam Perkap No. 9 Tahun 2011 tentang Manajemen Operasi Kepolisian bahwa manajemen operasi yang digunakan dalam rangka pemeliharaan Kamtibmas harus berdasarkan teknis pelaksaaan manajemen yang dimulai dari : perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai pada pengawasan dan pengendalian operasi serta evaluasi akhir kegiatan, dimana secara rinci disebutkan sebagai :
1) Perencanaan: dalam mencapai tujuan, organisasi Polri sebagai aparat penegak hukum dalam memelihara kamtibmas perlu langkah-langkah perencaaan yaitu menyusun rangkaian kegiatan dalam rangka pencapaian hasil secara maksimal.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan antara lain Djamin (2011) :
a. Menjamin keberhasilan ; Perlunya diupayakan suatu proses dalam rangka menjamin keberhasilan tugas dalam pemelihara kamtibmas sehingga tujuannya dapat mencapai hasil secara cepat dan efisien.
b. Melihat perkembangan lingkungan secara benar dan tepat;
Perencaaan yang disusun dibuat bukan atas dugaan-dugaan melainkan berdasarkan hasil Pulbaket/pengumpulan bahan keterangan dan fakta yang nyata guna memungkinkan besarnya alternatif yang dipilih atau cara bertindak secara efektif dan efisien.
c. Kewenangan dan tanggung jawab; beban pada tiap-tiap personil maupun satuan fungsi yang dilibatkan memiliki keseimbangan agar dapat mendukung keberhasilan tugas serta terhindarnya tindakan-tindakan yang dapat mengganggu kelancaran pelaksanaannya.
d. Kedisiplinan ; penerapan disiplin kepada setiap personil maupun satuan fungsi yang dilibatkan dalam pelaksanaan Operasi Kepolisian perlu dilaksanakan secara tegas dan tidak berpihak, agar tidak terjadi penyimpangan serta dalam rangka percepatan pencapaian target operasi.
e. Administrasi; dukungan sumber daya ketatalaksanan dilaksanakan secara administratif dan diatur secara jelas maka dalam pelaksanaannya diharapkan mudah dalam penggunaan serta dalam pengendalian operasi.
f. Tolak ukur; rencana yang dihasilkan harus menjadi tolok ukur keberhasilan dalam tugas dan target operasi yang ingin dicapai, sumber daya yang digunakan dan waktu penyelesaian operasi.
2) Pengorganisasian: perlu disusun dalam rangka memberikan pemahaman serta sebagai pedoman kepada personil maupun satuan fungsi yang dilibatkan dalam pelaksanaan operasi Kepolisian terkait tugas dan tanggung-jawab dari masing-masing agar tidak terjadinya penyimpangan-penyimpangan pada saat pelaksanaannya.
a. Struktur organisasi; sebagai pedoman rentang komando dalam pelaksanaan tugas Operasional Kepolisian dan garis kewenangan dari tingkat atas sampai tingkat bawah yang merupakan prinsip kesatuan komando yang selanjutnya digunakan sebagai sarana komunikasi dan pengambilan keputusan.
b. Rentang kendali; pemberian laporan harus berdasarkan perkembangan situasi yang terjadi agar tidak menimbulkan permasalahan komunikasi dan koordinasi serta dalam pengambilan keputusan.
c. Rasa persatuan: sebagai dasar kekuatan dan terciptanya harmonisasi dalam pelaksanaan tugas Operaisonal Kepolisian perlu ditumbuhkan rasa persatuan dari masing-masing personil dan satuan fungsi yang dilibatkan.
d. Hubungan komando; adanya kejelasan jalur komunikasi pelaksaaan tugas operasional tentang siapa yang bertanggungjawab dan kepada siapa sehingga akan terjamin adanya kesatuan komando.
e. Fungsi Pembinaan; melakukan pembinaan rohani dan mental anggota melalui kegiatan agama serta melakukan pelatihan- pelatihan taktis dan teknis kepolisian secara periodik.
f. Fungsi Opsnal; menggelar kegiatan rutin kepolisian dan operasi khusus kepolisian secara rutin dan terjadwal dalam memberantas penyakit masyarakat.
3) Pelaksanaan: dalam pelaksanaannya harus berpedoman pada perencanaan yang telah disusun dengan pembagian kerangka tugas dan wewenang sesuai perannya dari masing-masing fungsi yang dilibatkan dan dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung-jawab. Selain tanggung-jawab ada beberapa aspek yang perlu dan harus diperhatikan oleh setiap personil dan satuan fungsi yang dilibatkan, antara lain;
a. Keseimbangan wewenang;
b. Kejelasan sasaranan;
c. Pendelegasian dan evaluasi hasil pelaksanaan.
4) Pengawasan dan Pengendalian : dalam pelaksanaan operasi Kepolisian pemeliharaan Kamtibmas perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian oleh pimpinan langsung guna melihat hasil pelaksanaan operasi melalui penerapan dasar-dasar pengawasan dan pengendalian, yaitu :
a. Pelaporan;
b. Gelar operasional;
c. Gelar perkara;
d. Pendataan;
e. Pengawasan melekat;
f. Rapat staf.
5) Evaluasi : setelah pelaksanaan operasi selesai digelar berdasarkan waktu yang telah direncanakan, maka dilakukan evaluasi hasil pelaksanaan guna melihat tingkat keberhasilannya serta sebagai tolok ukur pelaksanaan tugas di masa datang.
11. TEORI KERJASAMA
Charles H. Cooley (Soekanto, 2000: 80) menyatakan, kerjasama adalah kesepakatan yang timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan kepentingan tersebut.
Kesadaran akan adanya kepentingan kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna, menurut Miftah Thoha (1986), dua atau lebih organisasi yang melakukan kerjasama yang efektif dicerminkan dengan adanya :
1) Adanya komunikasi kedua belah pihak yang intens.
2) Persepsi yang sama tentang hal yang dikerjasamakan.
3) Adanya koordinasi.
4) Integrasi.
5) Sinkronisasi dalam kerjasama.
Selanjutnya disebutkan bahwa hal yang paling penting dalam kerjasama adalah
1) Kemampuan/profesionalisme masing-masing orang/institusi.
2) Integritas, dan moralitas dari anggota peserta kerjasama.
3) Saling mengenal dan menghormati peran masing-masing.

BAB III
KONDISI SAAT INI

IMG_9079 profile gegana  wanteror 2013

Saat ini Polda di Papua dan Sulteng dengan dibantu oleh BKO kekuatan Brimob dari Mabes Polri telah melakukan upaya-upaya penanggulangan kejahatan insurgensi yang terjadi, menjadi kebutuhan segera bagi Mabes Polri, Korps Brimob Polri, Polda Papua dan Sulteng untuk melaksanakan implementasi prinsip –prinsip dasar penanggulangan kejahatan insurgensi secara simultan dan berdaya guna.
Adalah tidak lepas dari kenyataan pasca reformasi 1998, timbul keengganan dalam tubuh Polri dan Brimob untuk mempertahankan dan mengembangkan ketangkasan maneuver lapangan berformat ketangkasan lapangan Brigade Mobil dimana ketangkasan ini diidentikan sebagai ketangkasan militer yang harus dihilangkan dari tubuh Brimob sebagai bagian dari upaya mewujudkan format Polisi sipil di Indonesia.
Keengganan untuk mempertahankan dan mengembangkan ketangkasan lapangan Brigade Mobil dalam bentuk taktik dan teknik lawan insurgensi secara dramatis berujung kepada penurunan ketangkasan daya tembak, daya maneuver dan daya jelajah pasukan Brimob pada saat menghadapi situasi kontijensi yang membutuhkan tindakan kepolisian.
Penurunan kualitas pasukan semakin terasa ketika operasi penegakkan hukum, operasi pemulihan keamaman dan operasi pemeliharaan keamanan harus dilakukan di medan operasi yang secara de facto di kuasai oleh kelompok bersenjata , dalam jangka waktu yang lama, terus menerus , berlarut-larut dengan agenda melakukan kejahatan untuk menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada otoritas Negara.
Gejala penurunan ketangkasan lapangan Brimob ini sebenarnya bukan pertama kali terjadi semenjak pasca Reformasi 1998, terdapat setidaknya 2 tragedi yang bisa menjadi acuan sejarah:
Pertama adalah tragedi Minggu Palma di tahun 1976 terjadi sebagai akibat kurang antisipasi pimpinan Polri dan Korbrimob membaca tanda–tanda jaman, sehingga keputusan melikuidasi kekuatan dan ketangkasan lawan gerilya Resimen Pelopor harus dibayar mahal di Timor Timur ( Setyawan, 2010:220).
Peristiwa Kedua adalah akibat salah penerapan taktik dan teknik dalam menghitung kekuatan dan maneuver kelompok kriminal bersenjata oleh Satuan Densus 88 / AT Mabes Polri, tragedi yang berujung dengan gugurnya beberapa anggota Polri terbaik dari Densus 88 /AT dan anggota Satuan Brimob Polda Aceh.
Upaya raid yang dilakukan Densus 88/AT dengan format pertempuran jarak dekat (PJD) dipatahkan dengan taktik dan teknik Gerilya yang dilancarkan oleh jaringan teroris yang sudah sejak lama menguasai sehingga hapal diluar kepala memanfaatkan pegunungan di Aceh Besar sebagai medan latihan, walaupun pada akhirnya setelah mendatangkan tambahan Satuan Brimob dari Mabes Polri, upaya penegakkan hukum berupa penangkapan terhadap anggota jaringan teroris dapat dilakukan secara tuntas.
12. SUMBER DAYA MANUSIA
Davidson (2001: 29) dalam jurnal performance of employee mengatakan bahwa kemampuan kerja adalah segala potensi kerja optimal yang dimiliki oleh seorang pegawai yang bekerja dalam suatu instansi atau organisasi, kemampuan memainkan peran penting dalam mencapai tujuan organisasi. Kemampuan sangat didukung oleh :
1. Latar belakang pendidikan;
2. Latihan dan pengembangan Keterampilan;
3. Adanya pengalaman kerja ;
4. Dukungan penguasaan teknologi.
Keempat keterkaitan tersebut menjadi unggulan bagi seorang pegawai dalam menghadapi dinamika kerja yang semakin kompleks dan kompetitif.
Dengan melihat batasan yang diberikan oleh Davidson diatas penulis dapat memberikan gambaran bagaimana kondisi dukungan sumber daya manusia yang dimiliki Korps Brimob saat ini dalam menghadapi gangguan kamtibmas berupak kejahatan insurjensi.
1. Latar belakang pendidikan :
Sebagai informasi bahwa ketangkasan lapangan Brigade Mobil saat ini merupakan keterampilan yang diberikan secara terus menerus semenjak terbentuknya kesatuan Brimob, dimulai pada masa penduduan pemerintah Hindia Belanda dengan keterampilan VPTL ( Veld Politie Task leger ) atau tugas –tugas polisionil di lapangan, kemudian berlanjut dengan “ Kirimumi “ taktik teknik tempur yang dikembangkan pada jaman pendudukan bala tentara Jepang yang diajarkan kepada pemuda –pemuda Indonesia sebagai barisan Heiho, Keibodan, PETA dan pemuda yang direkrut untuk bertugas sebagai organik Polisi pendudukan Jepang “ Tokubetsu Keisatsutai “.
Pada masa pasca revolusi Kemerdekaan Indonesia tercatat Polri pernah memiliki Sekolah Pendidikan Pelopor yang memberikan pendidikan khusus kepada warga MOBRIG yang memenuhi persyaratan untuk menjadi anggota Kesatuan Pelopor (Ranger), pada masa kepemimpinan R. Soeparto diupayakan untuk membentuk tenaga – tenaga instruktur yang berkualitas seperti Ranger luar negeri.
Beberapa langkah dilakukan, diantaranya Sekolah Pendidikan Mobile Brigade menyeleksi para Perwira instruktur untuk disekolahkan di luar negeri, tempat Studi dipilih Philipina ( pangkalan AS di Subic dan Clark ) dan Jepang (pangkalan AS di Okinawa), karena Instrukturnya dari Angkatan Darat Amerika yang berpengalaman.
Pengiriman para instruktur Sekolah Pendidikan Mobile Brigade ke luar negeri pertama kali dilakukan pada tahun 1955-1956, pada tahun 1959 Pendidikan Pelopor untuk Angkatan I dimulai, sejarah berlanjut kembali dengan cerita bahwa pasca likuidasi (amanat Kapolri,1969), Korps Brimob mengalami masa -masa kemunduran secara teknis kemampuan dan perlatan saran dan prasarana, dimulai pada era tahun 1969-1970, melihat foto foto lawas khusunya masa 80 an sampai 90 merupakan masa-masa tersulit bagi Brimob , tak pelak adanya curahan hati para prajurit dan pimpinan kala itu dengan menuliskan ” KAMI MASIH ADA ” terdapat makna mendalam dibalik tulisan yang kerap muncul di spanduk peringatan hari ulang tahun Korps Brimob.
Tercatat pada tahun 1967 merupakan tahun terakhir pendidikan Pelopor diadakan, sehingga angkatan XI Pelopor merupakan angkatan penutup, barulah kemudian di tahun 1998 diadakan kembali pendidikan Pelopor sebagai sebuah pendidikan yang memang didesain secara khsusus untuk menghadapi gangguan kamtibmas berupa kejahatan insurjensi yang kerap terjadi di Indonesia.
Semenjak tahun 1998 sampai terakhir pendidikan Pelopor diadakan tahun 2010 terdapat 1689 personel dengan jenis pendidikan Pelopor( reguler, pendidikan pra kualifikasi, pendidikan kader instruktur, kursus Pelopor untuk Pati Polri dan kejuruan Pelopor bagi personel Gegana) dengan durasi dan materi latihan yang sangat tidak seragam, artinya kini terdapat hanya 4% anggota Brimob yang memiliki dan dilatih menghadapi kriminalitas berintesitas tinggi seperti kejahatan insurjensi dari 40.000 personel Brimob seluruh Indonesia (data Bag. Sumda Korbrimob Polri bulan Januari 2014)
2. Latihan dan pengembangan Keterampilan :
Pimpinan Korbrimob Polri khususnya pada menit-menit menjelang reformasi Polri pernah mengupayakan beberapa langkah terobosan untuk mengembangkan dan menghidupkan kembali ketangkasan lapangan Brigade Mobil sebagai sebuah keterampilan yang sangat vital dalam membangun kemampuan perorangan dan kemampuan satuan Brimob menghadapi kejahatan berintesitas tinggi.
Tercatat walaupun dengan jumlah peserta yang sangat terbatas ,pada tahun 1997, Korbrimob Polri menugaskan 140 personel dipimpin AKP Gatot Mangkurat, untuk mengikuti pendidikan Pemburu angkatan IV di Pusdik Kopassus Batujajar, kemudian di tahun 2000-2001 Korbrimob kembali menugaskan 1 orang perwira atas nama Ipda Bambang Yudho untuk mengikuti pendidikan Kader Instruktur Operasi Lawan Gerilya di Pusat Kesenjataan Infantery , Bandung selama 3 Bulan , kemudian diikuti pengiriman sejumlah personil Brimob ( 30 personel ) untuk mengikuti pendidikan yang sama pada gelombang berikutnya, output yang dihasilkan adalah adanya peningkatan kemampuan Brimob dalam menghadapi ganguan kamtibmas akibat separatisme maupun konflik sosial yang sedang bergolak dan terjadi bersamaan saat itu ( separatisme di Aceh dan Papua, Konflik sosial bernuansa SARA di Ambon, Kalimantan , Sulteng).
Praktis pasca pendidikan Kader Instruktur Opswanger tahun 2001 , Korbrimob tidak pernah lagi mengirimkan personelnya untuk mengikuti latihan dan pengembangan keterampilan dari sumber-sumber yang memiliki kredibilitas dan profesional , barulah pasca Bom Bali I , Mabes Polri mengambil inisatif membentuk Densus 88 /AT yang sebagian besar personel diambilkan dari Korbrimob Polri khususnya sebagai unit –unit Striking Force / unit Tindak.
Sampai saat ini sejumlah personel Brimob (sangat selektif dan terbatas ) telah mengikuti pendidikan Jungle Warfare ( 3 angkatan di Amerika ), Sniper for Law Enforcement Operations (1 angkatan di Amerika), Crisis Response Team (20 angkatan ) termasuk adanya latihan yang bersifat latihan pemeliharaan kemampuan Geriya anti Gerilya ( Lat. Harpuan GAG ) yang diselenggarakan oleh Satuan IV Demlat Korbrimob dimana sebagaian besar latihan yang dilaksanakan merupakan bantuan DS ATA lewat pendekatan Police to Police antara anggota Brimob di lapangan dengan pelatih DS ATA .
3. Adanya pengalaman kerja ;
Pasca reformasi terjadi eforia dinamika situasi Kamtibmas yang kerap berubah dengan sangat cepat , hal ini membuat Polri harus kerja extra keras untuk siap sedia memadamkan setiap kerusuhan yang terjadi, kadang-kadang hal ini justru menimbulkan antipasti , bahwa Polri yang seharusnya bisa melakukan upaya pencegahan secara dini lewat early warning dan early detection , harus mengerahkan kekuatan justru pada saat kerusuhan terjadi.
Pada awal-awal tahun masa Reformasi , antara tahun 1999-2000 sampai 2006-2007 Indonesia dilanda berbagai kerusuhan dan konflik sosial hampir secara bersamaan , masalah separatisme di Aceh, dan Papua berbarengan waktunya dengan kerusuhan bernuansa SARA di Kalimantan Tengah ( Dayak dan Madura ), Maluku dan Sulteng tepatnya Poso antara Kristen dan Islam menyebabkan sebagian besar anggota Brimob Polri dikatakan lebih sering ditugaskan dalam tugas –tugas Operasi di daerah rawan dibandingkan era Brimob sebelum reformasi, bahkan dibandingkan dengan satuan TNI pada periode yang sama.
Hampir dikatakan setiap personel brimob yang memulai pengabdian di tahun 2000 sampai 2007 pasti akan pernah bertugas minimal di salah satu daerah konflik, bahkan tidak jarang menemukan personel Brimob yang tiap tahun berangkat penugasan ke daerah Konflik.
Jadi untuk urusan test mission maupun pengalaman kerja sebagai tolok ukur membangun kemampuan suatu institusi menurut Davidson, dapat dikatakan Korps Brimob Polri, sangat berpengalaman pada operasi Kepolisian di berbagai daerah konflik bersenjata.
4. Dukungan penguasaan teknologi.
Tingkat akses teknologi informasi berupa teknologi computer dan jaringan saat ini bukan lagi merupakan sesuatu hal rumit, sebagaian besar personel Brimob mampu dan aktif menggunakan teknologi komunikasi berupa jaringan internet, kemudian teknologi yang hadir dalam bentuk alat –alat khusus seperti alat proteksi, alat deteksi, alat komunikasi dan persenjatan telah dengan mudah diakses dan dioperasionalkan oleh personel Brimob saat ini , ditambah adanya kemudahan dan latihan sebelum pengadaa alsus bahkan dengan teknoologi canggih sekalipun.
13. DUKUNGAN ANGGARAN
Kebijakan politis Negara berupa dukungan anggaran Polri yang cukup besar dibandingkan dengan anggaran yang diberikan kepad instansi TNI memberikan ruang kepada Polri untuk memberikan dukungan anggaran sesuai dengan indeks kebutuhan operasi.
Kapolri dan Kakor Brimob diberikan kewenangan menggunakan dukungan anggaran kontijensi yang cukup besar dalam penyelenggaraan giat harkamtibmas.
Sebagai perbandingan pada tahun 2013 saja, Korbrimob Polri menyerap dana kontijensi sebesar Rp. 2.285.000.000,- dimana dana tersebut sebagian dialokasikan untuk mendukung Operasi kepolisian dalam rangka penegakan hukum di Sulteng dan Papua, bila jumlah dan besaran anggaran hampir dikatakan bukan suatu permasalahan, namun tidak demikian dengan proses distribusi anggaran dalam mendukung kegiatan, diketahui bahwa proses pencairan anggaran memerlukan tahapan-tahapan terkait administrasi yang harus dilengkapi lebih dahulu.
14. DUKUNGAN SARANA DAN PRASARANA
Dukungan anggaran kepolisian khususnya untuk Korps Brimob Polri setiap tahun semakin meningkat, dengan adanya dukungan anggaran tersebut , saat ini peralatan yang dibutuhkan sebagai alat proteksi perorangan seperti : Helm Kevlar, Rompi Kevlar ; senjata api; alat Navigasi berupa peta dan GPS; Komunikasi seperti Radio genggam dan punggung, termasuk HP Satelite, Teropong siang dan malam, termasuk alat angkut darat sudah tersedia.
Walaupun belum mencukupi bagi sleuruh personil Korbrimob Polri, namun dengan startegi selektif prioritas penugasan dan personil , maka dukungan sarpras saat ini dikatakan telah memenuhi kebutuhan minimum penugasan, berikut adalah tabulasi per bulan Januari 2014 kekuatan sarana dan prasarana jajaran Mako Korbrimob Polri sebagai berikut :
1. Dukungan Sarana dan Prasarana :
a. Data Kendaraan :
1) Sepeda Motor : 340 unit
2) Double cabin : 34 unit
3) Bus sedang : 12 unit
4) Bus besar : 23 unit
5) Truk sedang : 27 unit
6) Truk besar : 19 unit
b. Data Rantis :
1) APC : 17 unit
2) Water Canon : 5 unit
3) EOD : 4 unit
4) Rantis SAR : 6 unit
c. Data persenjataan
1) Genggam : 1.598 pucuk
2) Pinggang : 1.005 pucuk
3) Bahu : 7.067 pucuk

d. Data Alut alsus lainnya
1) PHH : 2.000 set
2) Wanteror : 120 set
3) Jibom : 3 set
4) SAR : 60 set
5) Anti Anarkhis : 240 set

  1. METODE YANG DIGUNAKAN
    Metode yang digunakan selama ini dalam pendayagunaan Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil dilakukan dengan mengadakan latihan rutin berupa kegiatan dril lapangan / parsial, kemudian pada saat menjelang penugasan dilakukan kegiatan latihan terpusat berupa Latihan Pra Operasi selama setidaknya 1 sampai 2 minggu , baik berupa latihan parsial maupun latihan pembulatan yang dilakukan oleh seluruh satuan yang terlibat dalam operasi.
    Satu hal yang menjadi temuan adalah materi ketangkasan lapangan Brigade Mobil belum secara optimal diberikan, hal ini terkait dengan :
    1) Keterbatasan kualitas dan kuantitas pelatih sebagai narasumber latihan, saat ini yang disebut “pelatih” adalah mereka yang karena faktor senioritas bertugas di kesatuan Brimob akhirnya dianggap lebih paham dan lebih tahu mengenai taktik dan teknik ketangkasan Lapangan Brigade Mobil;
    2) Kemudian adalah masalah fasilitas latihan berupa medan latihan dengan kondisi mirip medan sebenarnya yang cukup jauh dari induk satuan ( Pegunungan Halimun di Subang Jawa Barat memiliki kemiripan dengan Hutan Gunung Biru dan Tamanjeka di Poso serta Puncak Jaya di Papua ), sehingga personel Brimob lebih banyak menggunakan fasilitas Shooting House di Mega Mendung maupun simulasi bangunan di Kelapa Dua Depok sebagai bahan latihan teknik pengepungan dan penggeledahan rumah;
    3) Adanya kecenderungan mulai personel Brimob mulai meninggalkan Ketangkasan lapangan Brigade Mobil , untuk beralih kepada keterampilan pertempuran jarak dekat / PJD atau Close Quarter Battle yang merupakan materi kemampuan Lawan terror Brimob yang banyak diadopsi dari latihan bersama DS–ATA , BNN , maupun Densus 88 / AT Mabes Polri, skill CQB ini sebenarnya merupakan salah satu bagian dari KLBM , namun pasca booming aksi penindakan terhadap pelaku kejahatan terorisme di Indonesia yang menggunakan teknik pertempuran jarak dekat / CQB, maka semakin banyak personel Brimob yang mulai meninggalkan teknik pertempuran dasar dalam KLBM beralih kepada pemantapan PJD/ CQB saja;
    4) Adanya keengganan psikologis di kalangan personel Brimob untuk tetap memelihara secara optimal Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil yang dimiliki, hal ini diakibatkan adanya keraguan apakah Polri dalam hal ini Brimob memiliki kewenangan menghadapi separatisme maupun Gerilya dimana dalam konteks reformasi disebutkan adanya pemisahan urusan pertahanan sebagai domain TNI dan urusan keamanan sebagai domain Polri, hal ini diperkuat bahwa latihan dan Pendidikan Pelopor sebagai satu-satunya pendidikan yang dirancang untuk memampukan setiap personil Brimob memiliki tingkat ketangkasan lapangan yang luar biasa menghadapi bentuk- bentuk insurjensi telah dihapuskan semenjak tahun 2010, dan latihan pemeliharaan kemampuan ( Latharpuan ) Brimob saaat ini hanya difokuskan kepada kemampuan utama Brimob.
    BAB IV
    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

 

  1. ASPEK INSTRUMENTAL
    1) Adanya Komitmen Polri sebagai jawaban atas keinginan masyarakat, sebagaimana ditemukan dalam Buku Induk Program Kepolisian dan Pengelolaan Anggaran, dalam buku tersebut ditentukan bahwa struktur program dalam Subsektor Keamanan terbagi ke dalam tiga program utama: Program penguatan Aparatur Negara di Bidang Penegakan Hukum dan HAM; Program Pemeliharaan Keamanan Dalam Negeri; Program Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. Dukungan terhadap komitmendalam mewujudkan Ketiga program di atas ditujukan untuk mewujudkan 5 (lima) kemampuan Polri, yakni :
    a. Kemampuan untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dalam kerangka melaksanakan
    b. kemampuan untuk menegakan hukum;
    c. Kemampuan untuk menegakaan hukun dan mempertahankan hak dasar manusia;
    d. Kemampuan untuk memelihara keamanan di dalam negeri; Kemampuan untuk menciptakan kerjasama internasional;
    e. Kemampuan untuk menerima dukungan masyarakat
    2) Polri memiliki fugsi dan kewenangan yang menjadikan Polri memiliki tugas mulai dari proses pre-emptif, preventif sampai represif, keseluruhan fungsi di atas, merupakan fungsi polisi yang bersifat universal, namun dalam konteks Indonesia, Polri lebih menekankan pada fungsi preventif daripada represif, untuk menjalankan fungsi preventif, Polri memiliki UU No 2/2002 sebagai acuan legalnya yang terbaru.
    3) Fenomena gangguan kamtibmas berupa kejahatan insurjensi seperti : Peningkatan kekhawatiran dunia internasional terhadap perkembangan terorisme di Indonesia, pasca serangan Bom Bali I , mata dunia internasional dan Nasional mulai terbuka bahwa di Indonesia terdapat kelompok-kelompok tertentu yang dapat dengan mudah menggunakan kekerasan dalam melancarkan aksi-aksi perjuangannya.
    4) Belum tuntasnya fenomena aktivitas Jaringan Islam radikal, khususnya JI dan afiliasinya, serta kemungkinan kolaborasi dengan kelompok lain yang memiliki tujuan sama: penegakan syariah Islam. Saat ini gerakan ini cukup kuat ditekan oleh unsur Polri sehingga lebih memilih cara non-violent, namun kuat indikasi bahwa tujuan politis mereka masih tetap sama dan sedang melakukan konsolidasi untuk penyusunan kekuatan dengan agenda jangka panjang sesuai dengan strategi “protracted struggle” (perjuangan berkepanjangan). Tidak menutup kemungkinan, seiring dengan melemahnya tekanan Polri dan instabilitas situasi keamanan akibat konflik elite politik dan sebab lainnya di suatu saat mendatang, cara kekerasan/terorisme akan dilakukan lagi.
    5) Kondisi kamtibmas di Aceh sebagai akibat aktivitas Jaringan eks GAM, jika perjuangan politis dan diplomasi mengarah kepada agenda kemerdekaan dan disikapi oleh unsur militer TNI dengan respons kinetik/cara-cara militer. Diharapkan agenda ini sudah dikubur dalam-dalam oleh eks GAM, namun jika terdapat indikasi ini maka unsur TNI yang masih mencurigai agenda ini dapat mengambil langkah yang kemudian disikapi oleh eks GAM dengan cara militan pula. Bila ini terjadi maka eks GAM dapat merubah kembali ke perjuangan bersenjata dengan cara insurgensi dengan taktik gerilya di luar kota dan terorisme di perkotaan.
    6) Kelompok OPM di Papua, yang masih terus melakukan insurgensi skala rendah namun jika tidak diatasi akan dapat membesar; khususnya bila mereka dapat membangun dukungan populasi yang kecewa dengan sistem sosial politik yang ada.
    7) Kelompok RMS di Seram dan Ambon, yang meskipun juga masih dalam skala rendah, namun dapat menguat pada jangka panjang jika mendapat dukungan massa.
    8) Kelompok penekan (pressure group) yang ingin melakukan perubahan sistem sosial politik dengan cara revolusi. Kelompok ini terutama memanfaatkan basis massa mahasiswa, buruh, warga miskin kota dan kelompok intelektual kelas menengah. Bentuk kekerasan yang digunakan umumnya adalah demonstrasi anarkis dan konflik fisik dengan aparat keamanan, sedangkan kendaraan politik yang dipakai berupa berbagai bentuk organisasi temporer dan LSM serta social network (jaringan sosial) informal. Gerakan ini hanya akan berbahaya terhadap negara bangsa jika didukung dan atau ditunggangi oleh elemen penting bangsa, misalnya elite tertentu atau otoritas bersenjata.
  2. ASPEK ENVIROMENTAL
    1) FAKTOR INTERNAL
    a. KEKUATAN
    1) Kesiapan dukungan sumber daya manusia :
    a. Terdapat sekitar 40.000 personel Korbrimob Polri saat ini dan termasuk adanya tambahan 7.000 personel Brigadir dan Bhayangkara remaja, lulusan tahun pendidikan 2013 yang secara otomatis merupakan personel muda dengan kategori kesamaptaan stakes I , tersebar di seluruh Satuan Brimob, sehingga memudahkan untuk diberikan latihan-latihan ketangkasan lapangan Brigade Mobil secara penuh.
    b. Rencana pendidikan personel Brigadir dan Bhayangkara Polri untuk tahun anggaran 2014, dimana nantinya personil hasil output pendidikan dapat disalurkan ke Satuan Brimob guna memperkuat maupun meremajakan kekuatan yang sudah ada.
    2) Terdapat dukungan anggaran untuk :
    a. Anggaran kontijensi Polri di lingkup Mako Korps Brimob Polri maupun Polda –Polda dalam penggunaan kekuatan Brimob menghadapi gangguan Kamtibmas berintesitas tinggi, pada tahun 2013 saja Korps Brimob memiliki dukungan dana kontijensi dimana secara selektif prioritas , dukungan anggaran yang ada dapat digunakan dengan segera dan memenuhi standar kebutuhan anggaran dalam setiap operasi Kepolisian yang digelar.
    b. Anggaran pembinaan dan penyiapan kekuatan, berupa anggaran latihan pemeliharaan kemampuan Brimob yang dikelola oleh Bag Sumda Korbrimob guna memelihara dan meningkatkan kemampuan utama Brimob, termasuk adanya dukungan anggaran latihan Pra Operasi bagi setiap satuan yang akan melaksanakan operasi Kepolisian, dikelola oleh Bag Operasi Korbrimob Polri, guna mendukung kesiapan satuan dan personel sebelum tugas operasi.
    3) Kesiapan sarana dan prasarana yang dimiliki Korps Brimob Polri tiap tahun semakin baik dan lengkap, kebutuhan minimum alsus proteksi, deteksi, senjata dan munisi, alat angkutan darat, komunikasi dan kesehatan memadai untuk 1 (Satu) Satuan setingkat Sub Detasemen / Kompi di tiap-tiap Satuan Brimob Polda dan 1 Satuan setingkat Detasemen/ Batalyon di jajaran Mako Korps Brimob Polri, sehingga akan memudahkan mobilisasi dan penugasan satuan.
    4) Terdapat dukungan system dan methode yang cukup memadai dimana terdapat alokasi jadwal dan kesempatan dalam :
    a. Pelaksanaan pemeliharaan kemampuan Brimob dimana salah satunya adalah materi-materi yang terdapat dalam Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil seperti Lat. Harpuan GAG dasar dan Lanjutan yang diselenggarakan oleh Satuan IV Demlat Korbrimob secara rutin setiap tahun, untuk tahun anggaran 2013 dan 2014 saja Korbrimob Polri menyelenggarakan setidaknya 4 (empat ) kali latharpuan GAG ( Gerilya Anti Gerilya ) setiap tahun , terbagi dalam 2 ( dua) jenis latihan : GAG dasar dan lanjutan, dilaksanakan selama 21 hari latihan tiap gelombang dan diikuti 60 personel Brimob setiap gelombang latihan.
    b. Terdapat pelaksanaan Latihan praoperasi terhadap satuan yang akan melaksanakan operasi Kepolisian, kegiatan Latpraops yang dilaksanakan berada dibawah kordinasi Bag. Operasi Korbrimob Polri dilaksanakan dengan dukungan anggran Mabes Polri maupun kontijensi Korbrimob Polri.
    b. KELEMAHAN
    1) Kesiapan sumber daya manusia Korbrimob saat ini masih didominasi oleh personel senior secara usia maupun pengalaman tugas.
    a. Ratio antar populasi personel golongan Komisaris : Inspektur : Brigadir dan Bhayangkara Brimob belum merujuk kepada Piramida Personel yang sehat dan dinamis, komposisi golongan Brigadir Polisi masih sangat banyak, hampir 80 persen dibandingkan populasi Bhayangkara dan Perwira ( Komisaris dan Inspektur ).
    b. Komposisi dari tiap populasi golongan pangkat Brigadir Polisi di Korps Brimob Polri didominasi golongan pangkat Brigadir Polisi sampai Aiptu Polisi dibandingkan pagkat Brigadir Dua dan Brigadir Satu Polisi, tidak jarang ditemukan dalam satuan Unit / Regu terdapat Komandan, Wakil Komandan, dan Anggota bersumber dari satu angkatan pendidikan , pangkat dan usia yang sama.
    c. Area of Duty yang monoton pada akhirnya menimbulkan jenuh dan bosan, dengan asumsi mulai berdinas di tahun 2000 , maka setidaknya seorang personel Brimob sumber Tamtama , pada tahun 2014 setidaknya telah berpangkat Brigadir Polisi dan bertugas selama 14 tahun di tempat dan dimensi tugas yang sama semenjak berpangkat Bharada .
    2) Birokrasi pencairan dukungan anggaran kontijensi dan latihan pemeliharaan kemampuan membutuhkan waktu yang cukup lama, aspek akuntabilitas pengelolaan keuangan mengharuskan setiap penggunaan keuangan Negara dapat dipertanggung jawabkan secara adminstrasi didukung produk tertulis berupa laporan dan dokumentasi kegiatan operasi dan latihan yang juga membutuhkan waktu dalam pembuatannya.
    3) Masih terdapat keengganan untuk mengoptimalkan setiap alsus dan alut yang dimiliki, dengan pertimbangan teknologi canggih, fasilitas perbaikan, harga dan jumlah yang terbatas menyebabkan beberapa alsus harus disimpan dalam gudang dan tidak digunakan dalam mendukung operasi kepolisian.
    4) Beberapa materi khas ketangkasan lapangan Brigade Mobil yang membedakan dengan materi yang diajarkan kepada Kepolisian reguler, tidak dapat dilatihkan secara optimal akibat ketiadaan pelatih yang memiliki latar pendidikan dan pengalaman yang memadai, selain beberapa hanjar yang belum update dengan perkembangan dinamika operasi kepolsian saat ini,tenaga Instruktur KLBM yang bersumebr dari pendidikan Kejuruan Pelopor maupun Kader Instruktur Gerilya Anti Gerilya telah dihentikan semenjak tahun 2010.
    2) FAKTOR EKSTERNAL
    a. PELUANG
    1) Dukungan Politik masyarakat, berupa adanya keinginan masyarakat dalam reformasi bidang kemananan nasional mendorong perlunya pemikiran yang telah melahirkan sebuah langkah konkrit yang sangat fundamental bahwa Polri, dikembalikan ke dalam posisinya sebagai alat Negara penegak hukum, dengan demikian, berbeda dengan masa-masa sebelumnya, Polri sejak April 1999 telah dipisahkan dari TNI, dan diharapkan menjadi lembaga otonom yang mampu diandalkan dalam proses yang belum ada sejarahnya, yakni keniscayaan Negara hukum (Rechstaat) bukan Negara kekuasaan (Machstaat), disinilah peluang Brimob dengan mengoptimalkan ketangkasan lapangan Brigade Mobil ( KLBM ) yang dimilki untuk menjelma sebagai satuan pamungkas dalam penanggulangan kejahatan insurjensi yang berada diluar kemampuan Kepolisian reguler lainnya.
    2) Strategi penegakkan hukum terhadap kejahatan insurjensi mendapatkan apresiasi nasional maupun internasional, Polri dewasa ini diharapkan oleh masyarakat untuk menjadi salah satu kekuatan yang mampu mengemban tugas penegakkan hukum di samping lembaga-lembaga penegak hukum lainnya. Keberhasilan Polri di dalam menegakan hukum terhadap bentuk-bentuk kejahatan insurjensi berupa terorisme dan gerilya menjadi salah satu indikator utama dari keberhasilan reformasi Polri, upaya mewujudkan keberhasilan terhadap penanggulangan terorisme dan insurjensi membutuhkan satuan yang berkemampuan lapangan mumpuni, daya gerak dan maneuver tinggi, satuan yang dilengkapi secara optimal dan memiliki disiplin dan semanagt pantang menyerah dimana dalam hal ini Korps Brimob Polri memiliki tingkat kesiapan tertinggi dibanding satuan kepolisian reguler lainnya.
    3) Peluang kerja sama dengan instasi terkait, sinergitas polisional semakin dimungkinkan untuk ditingkatkan dengan melihat kepada kesiapan TNI memberikan bantuan perkuatan dan kemampuan dalam penanggulangan kejahatan insurjensi sebagai bagian dari konsep OMSP ( Operasi Militer Selain Perang ), lembaga Negara dan kementerian Negara lainnya juga memiliki tugas dan tanggung jawab dalam penanggulangan kejahatan insurjensi seperti BNN dan BNPT terutama dalam kaitan konvergensi kejahatan antara terorisme dan narkoba sebagai kejahatan Narkoterorisme di Indonesia, secara kultural ,Korps Brimob Polri akan lebih mudah berkerjasama dan berkoordinasi dalam operasi pengakkan hukum bersama instansi TNI dan lembaga pemerintahan lainnya , hal ini didukung adanya pendekatan personel to personel TNI kepada Brimob dalam latihan peningkatan kemampuan sebelumnya.
    b. KENDALA / ANCAMAN
    1) Kejahatan insurjensi dialihakan kepada isu separatisme sebagai bentuk self-determination dan Human Right Violence, meredanya konflik bersenjata di Aceh masih perlu diuji dan diyakinkan bahwa eks GAM tidak memiliki agenda tersembunyi untuk kemerdekaan. Di Papua, meski belum masuk pada tahap yang mengkhawatirkan, namun perlawanan bersenjata dan gerakan politik dengan tujuan pemisahan dari Indonesia masih berlangsung, demikian pula permasalahan RMS yang meskipun minor, namun aspirasi ini masih cukup kuat, yang cukup mengkhawatirkan adalah jaringan Islamis radikal yang bertujuan untuk menegakkan negara Islam dengan dasar syariat Islam. Gerakan ini jelas akan dapat berakibat buruk terhadap persatuan NKRI yang majemuk membutuhkan penanganan lebih dari sekedar dengan penegakan hukum.
    2) Aktivitas LSM dan simpatisan jaringan insurjen telah menggunakan kekuatan media massa dan Politik, sebagaimana disebutkan dalam Pedoman Umum Perjuangannya (PUPJI) dan buku-buku pemimpin spiritualnya Abu Bakar Baasyir dan sejumlah statemen terbukanya, maka JI dan kelompok afiliasinya berusaha menegakkan syariah Islam dengan terlebih dahulu menciptakan negara Islam di Indonesia. Untuk mencapai maksud ini maka gerakan ini membangun kekuatan sosial politik melalui organisasi MMI dan yang terakhir Ansyarut Tauhid guna mendapatkan dukungan massa, merekrut anggota, pelatihan dan melakukan berbagai aksi propaganda berupa penerbitan sejumlah website di internet dan penerbit cetak akhir-akhir ini merupakan bagian dari taktik propaganda mereka. Gerakan ini juga membangun kemampuan militer karena selain memang bagian dari ajaran jihad dengan perjuangan bersenjata yang menjadi salah satu ajaran inti, juga bagian dari strategi yang digariskan oleh elite JI.
    3) Internal Polri masih bekerja secara sektoral, dalam menghadapi ancaman insurgensi dan terorisme adalah kurang solidnya koordinasi internal Polri dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan sektoral tugas pokok masing –masing fungsi Kepolisan, peran Humas Polri dalam memberikan counter opini pemberitaan negatif termasuk membentuk pemberitaan positif, peran pembinaan masyarakat dalam rangka pre-emtive dan preventif oleh Binmas Polri, Lemdiklat Polri dan lainnya seharusnya dapat didayagunakan dalam konteks memperbesar hasil dari upaya-upaya penggunaan kekuatan berupa Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil dalam proses penegakkan hukum terhadap Kejahatan Insurjensi,

BAB V
KONDISI YANG DIHARAPKAN

 

BKO kekuatan Brimob dari Mabes Polri dan Satuan Brimob Polda yang telah melakukan upaya-upaya penanggulangan kejahatan insurgensi yang terjadi, adalah menjadi kebutuhan segera bagi Mabes Polri, Korps Brimob Polri, Polda rawan konflik untuk segera memiliki satuan Brimob dengan Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil yang paripurna termasuk membentuk tactical flexibility unit seperti yang disebut sebagai salah satu dari 3 prinsip dasar penanggulangan insurgensi.
Menjadi kebutuhan segera bagi Korps Brimob Polri untuk melaksanakan implementasi prinsip–prinsip dasar penanggulangan kejahatan insurgensi secara simultan, dalam hal ini adalah dengan menyusun langkah antisipasi taktis dan strategis dengan rentang waktu sekarang / saat ini harus segera dilakukan kemudian dilanjutkan langkah antisipasi kedepan / dimasa mendatang.
18. SUMBER DAYA MANUSIA
Kemampuan kerja yang diharapkan dari optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam rangka kamtibmas adalah terbentuk adanya kemampuan memainkan peran penting dalam mencapai tujuan organisasi yang didukung oleh :
1) Latar belakang pendidikan
Adalah kebutuhan segera bagi Korps Brimob Polri untuk mengadakan kembali pendidikan kejuruan Pelopor yang semenjak tahun tahun 2010 telah dihentikan sementara waktu, materi-materi latihan yang terdapat dalam Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil harus diberikan secara penuh kepada peserta didik dengan durasi dan materi latihan yang seragam, artinya nanti akan diperoleh anggota-anggota Brimob yang memiliki ketangkasan menghadapi kriminalitas berintesitas tinggi seperti kejahatan insurjensi, setidaknya nanti dapat terbentuk minimal 1 Satuan Setingkat Detasemen / Batalyon pada Satuan Brimob jajaran Mako Korps Brimob dan 1 Satuan Setingkat Sub Detasemen/ Kompi pada setiap Satuan Brimob Polda.

2) Latihan dan pengembangan Keterampilan :
Terdapat transfer of knowledge dari sejumlah personel Brimob yang telah mengikuti pendidikan Jungle Warfare ( 3 angkatan di Amerika ), Sniper for Law Enforcement Operations (1 angkatan di Amerika), Crisis Response Team ATA (20 angkatan ) dalam latihan Pra Operasi maupun latihan pemeliharaan kemampuan Geriya Anti Gerilya ( Lat. Harpuan GAG ) yang diselenggarakan oleh Satuan IV Demlat Korbrimob guna mengejar ketertinggalan materi, taktik dan teknik yang diperlukan dalam mengembangkan kembali Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil.
3) Adanya pengalaman kerja ;
Diharapkan nantinya setiap personel Brimob yang telah melaksanakan tugas –tugas Operasi Kepolisian khususnya menghadapi kejahatan insurjensi untuk diberikan kesempatan memberikan latihan-latihan , transfer pengalaman kepada personel yang belum pernah melaksanakan tugas –tugas operasi Kepolisian, termasuk menulis dan membuat dokumentasi berupa analisa dan evaluasi kegaiatan operasi yang dilakakukan.
4) Dukungan penguasaan teknologi.
Terdapat personel yang mampu mengakses teknologi informasi berupa teknologi computer dan jaringan termasuk mampu dan aktif menggunakan teknologi komunikasi berupa jaringan internet, menggunakan teknologi yang hadir dalam bentuk alat –alat khusus seperti alat proteksi, alat deteksi, alat komunikasi dan persenjatan ditambah.
19. DUKUNGAN ANGGARAN
Polri mampu mempertahankan dukungan kebijakan politis Negara berupa anggaran Polri yang cukup besar sesuai dengan indeks kebutuhan operasi, dimana Kapolri dan Kakor Brimob diberikan kewenangan menggunakan dukungan anggaran kontijensi yang cukup besar dalam penyelenggaraan giat harkamtibmas.
Dana yang dialokasikan untuk mendukung Operasi kepolisian dalam rangka penegakan hukum dengan kecepatan proses distribusi anggaran dalam mendukung kegiatan, terdapat proses pencairan anggaran memerlukan tahapan-tahapan terkait administrasi yang transparansi dan akuntabel.
20. DUKUNGAN SARANA DAN PRASARANA
Mampu mempertahankan dukungan anggaran kepolisian khususnya untuk Korps Brimob Polri setiap tahun semakin meningkat, dengan adanya dukungan anggaran tersebut guna memenuhi dan menambah peralatan yang dibutuhkan sebagai alat proteksi perorangan seperti : Helm Kevlar, Rompi Kevlar ; senjata api; alat Navigasi berupa peta dan GPS; Komunikasi seperti Radio genggam dan punggung, termasuk HP Satelite, Teropong siang dan malam, termasuk meningkatkan kualitas alat angkut darat yang sudah tersedia.
21. METODE YANG DIGUNAKAN
Mampu meningkatkan metode yang digunakan selama ini dalam pendayagunaan Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil dilakukan dengan :
1) Terdapat pelatih Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil (KLBM) yang memadai dari segi kualitas dan kuantitas sebagai narasumber latihan;
2) Korps Brimob menyelesaikan fasilitas pendukung di lokasi latihan dengan kondisi mirip medan sebenarnya ( Pegunungan Halimun di Subang Jawa Barat memiliki kemiripan dengan Hutan Gunung Biru dan Tamanjeka di Poso serta Puncak Jaya di Papua ), sehingga nantinya personel Brimob akan memiliki lokasi latihan Hutan dan Gunung serta dilengkapi dengan penggunaan fasilitas Shooting House di Mega Mendung maupun simulasi bangunan di Kelapa Dua Depok sebagai bahan latihan teknik pengepungan dan penggeledahan rumah;
3) Adanya perubahan personel Brimob mulai mendalami lagi materi- materi Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil selain hanya berfokus pada aksi penindakan terhadap pelaku kejahatan terorisme di Indonesia yang menggunakan teknik pertempuran jarak dekat / CQB ;
4) Hilangnya keengganan psikologis di kalangan personel Brimob untuk tetap memelihara secara optimal Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil yang dimiliki, hal ini dilakukan dengan memberikan pengertian Brimob Polri memiliki kewenangan menghadapi separatisme maupun Gerilya dimana walaupun dalam konteks reformasi disebutkan adanya pemisahan urusan pertahanan sebagai domain TNI dan urusan keamanan sebagai domain Polri, namun dalam hal ini setiap personil Brimob dituntut memiliki tingkat ketangkasan lapangan yang luar biasa menghadapi bentuk- bentuk kejahatan insurjensi justru untuk menjaga tetap tegakknya hukum dalam konteks reformasi hukum di Indonesia, sebagai suatu pemikiran logis antara memiliki satuan Militer berkewenanga Polisionil ataukah satuan Kepolisian yang mampu bertidak taktis di berbagai medan.
BAB VI
OPTIMALISASI

setia tabah waspada we strike prakek menembak dari udara gegana tetap jaya

Analisa SWOT yang kompetitif dimulai dengan dengan informasi yang lengkap, analisis yang akurat, keputusan yang jelas dan tindakan yang terukur berupa masukan dari lingkungan yang didapat dari berbagai sumber informasi, digabung hasil interaksi dengan lingkungan akan mengungkap kenyataan yang dibutuhkan, kemudian melakukan analisis atau orientasi pada situasi yang terjadi melalui proses internal individu dan perkiraan hasil pengalaman dan pelatihan.
Pada tahap berikutnya adalah proses pengambilan keputusan yang pada akhirnya, keputusan terbaik diaktualisasikan dalam tindakan nyata di bidang operasional, proses berulang terus menggunakan informasi perubahan ada harus didahului atau diantisipasi, hal penting untuk diingat bahwa proses analisa SWOT menggunakan konsep umpan balik yang menjadi komponen integral dari semua tahap pemikiran dengan informasi yang terus mengalir bolak-balik antara individu dan situasi.
Upaya optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil ( KLBM) didukung sinergitas polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan kamtibmas, tentunya tidak terlepas dari pertimbangan berbagai faktor yang berpengaruh, baik dari dalam organisasi, yang sifatnya memperkuat ataupun melemahkan ketangkasan lapangan Brigade Mobil maupun dari luar organisasi Korps Brimob Polri yang sifatnya sebagai peluang ataupun ancaman, yang antara lain terdiri dari aspek Sumber Daya Manusia, Anggaran, Sarana dan Prasarana tugas serta adanya Metode sebagai pedoman pelaksanaan tugas antara lain dapat dilihat dalam matriks sebagai berikut :

 

 

 

IFAS
EFAS Kekuatan (Strenghts)
Kelemahan (Weekness)
Peluang (Opportunities) Strategi S-O
Ciptakan Strategi yang menggunakan Kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi W-O
Ciptakan Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
Ancaman (Threats)
Strategi S-T
Ciptakan Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Strategi W-T
Ciptakan Strategi yang meminimalkan kelmahan dan menghindari ancaman

Penjelasan Matriks diatas adalah sebagai berikut : bahwa optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil ( KLBM) didukung sinergitas polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan kamtibmas, dilakukan dengan tidak terlepas dari tinjauan terhadap aspek manajemen yang meliputi pengembangan Sumber daya manusia, dukungan anggaran, ketersediaan Sarana Prasarana dan Methode / cara bertindak.
Masing-masing aspek Manajemen diatas sangat dipengaruhi oleh faktor instrumental dan environmental dari internal maupun eksternal organisasi, baik yang nantinya akan mendukung ataupun menghambat Optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil ( KLBM) didukung sinergitas polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan kamtibmas.
Sebagai salah satu alat untuk formulasi strategi, tentunya analisis SWOT tidak dapat dipisahkan dari proses perencanaan strategik secara keseluruhan. Secara umum penyusunan rencana strategik melalui tiga tahapan, yaitu: (a) Tahap pengumpulan data; (b) Tahap analisis; dan (c) Tahap pengambilan keputusan.
Teknik ini akan penulis gunakan dalam menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil ( KLBM) didukung sinergitas polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan kamtibmas.
22. TAHAP IDENTIFIKASI DATA
Terkait faktor Internal berupa Kekuatan ( Strengths) dan Kelemahan ( Weakness) yang didentifikasi terhadap aspek managerial Sumber daya manusia, Dukungan anggaran, Sarana dan Prasarana / Material dan Methode yang digunakan dalam Optimalisasi ketangkasan Lapangan Brigade Mobil (KLBM) serta faktor Eksternal Korps Brimob Polri berupa Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threats) yang diidentifikasi dari aspek Asta Gatra diluar organisasi :
a. IDENTIFIKASI FAKTOR INTERNAL :
1) Strength / Kekuatan
1) Aspek Sumber daya Manusia :
– Tiap tahun terdapat penambahan personel Bhayangkara, Brigadir, Inspektur Remaja dengan standar Kesamaptaan golongan I;
– beberapa personel Brimob pernah mengikuti pendidikan dan latihan pengembangan materi-materi ketangkasan lapangan Brigade Mobil;
– Rata-rata personel Brimob memiliki pengalaman penugasan di daerah Konflik dalam rangka Operasi Kepolisian;
– rata-rata personel Brimob saat ini berlatanr belakang pendidikan SMU dan mampu mengoperasikan computer dasar.
2) Aspek dukungan Anggaran : Terdapat dukungan anggaran untuk setiap operasi dan latihan pemeliharaan kemampuan yang memadai sesuai indeks kebutuhan operasi Kepolisian baik yang sifatnya terjadwal, insidentil maupun kontijensi.
3) Aspek Sarpras :
– Terdapat dukungan sarana dan prasarana alsus dan alut yang semakin baik, serta memadai untuk kebutuhan minimum ikatan satuan terkecil dalam operasi kepolisian ( 1 SSK untuk Satuan Brimob Polda dan 1 SSY untuk Mako Korbrimob Polri) .
4) Aspek Metode :
– Terdapat latihan pemeliharaan kemampuan yang diselenggarakan oleh Bag. SDM dan Puslat Brimob dan
– latihan Pra Operasi oleh Bag Ops dengan materi-materi KLBM secara rutin .
2) Weakness / Kelemahan
1) Aspek Sumber Daya Manusia:
– Penambahan personel Brimob tidak diprioritaskan kepada peremajaan personel satuan namun lebih kepada penebalan kekuatan satuan;
– Jumlah personel yang pernah mengikuti latihan dan pendidikan materi-materi KLBM adalah sangat terbatas dan langsung ditugaskan untuk memback up/ BP satuan –satuan di luar Korps Brimob Polri ( BNN, BNPT, Densus 88/AT);
– Pengalaman penugasan di darah Operasi tidak dijadikan bahan analisa dan evaluasi secara ilmiah guna penyempurnaan pola operasi Kepolisian berikutnya
2) Aspek Dukungan Anggaran :
– Jumlah dukungan anggaran operasi kepolisian maupun anggaran harkatpuan Brimob tidak diikuti oleh kecepatan birokrasi pencairan anggaran, khususnya pada operasi Kepolisian yang sifatnya Kontijensi maupun Insidentil , dukungan anggaran sering terlambat.
3) Aspek Sarpras :
– Fasilitas latihan berupa medan latihan dengan kondisi mirip medan sebenarnya, terletak cukup jauh dari induk satuan;
– Materi latihan bagi personel Brimob lebih banyak menggunakan fasilitas Shooting House di Mega Mendung maupun simulasi bangunan di Kelapa Dua Depok sebagai lokasi latihan asumsi KLBM.
4) Aspek Metode :
– latihan dalam rangka Harkatpuan maupun Lat Pra Ops tidak diikuti dengan kesiapan kualitas dan kuantitas pelatih sebagai narasumber latihan. Saat ini yang disebut “pelatih” taktik dan teknik ketangkasan Lapangan Brigade Mobil tidak memiliki latar belakang pendidikan KLBM.
– Adanya kecenderungan mulai personel Brimob mulai meninggalkan Ketangkasan lapangan Brigade Mobil , untuk beralih kepada keterampilan pertempuran jarak dekat / PJD atau Close Quarter Battle yang merupakan materi kemampuan Lawan terror Brimob;
– Adanya keengganan psikologis di kalangan personel Brimob untuk tetap memelihara secara optimal Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil, hal ini akibat keraguan apakah Brimob memiliki kewenangan menghadapi separatisme maupun Gerilya, hal ini diperkuat bahwa latihan dan Pendidikan Pelopor telah dihapuskan semenjak tahun 2010, dan latihan pemeliharaan kemampuan ( Latharpuan ) Brimob saaat ini hanya difokuskan kepada kemampuan Brimob secara umum.

menembak kepercayaan dari titian tali atraksi halang rintang gegana tahun 1988
b. IDENTIFIKASI FAKTOR EKSTERNAL :
1. Opportunity / Peluang
1) Dukungan Politik masyarakat, berupa adanya keinginan masyarakat dalam reformasi bidang kemananan nasional untuk mengembalikan Polri menjadi lembaga otonom yang mampu diandalkan dalam proses penegakkan hukum
2) Strategi penegakkan hukum terhadap kejahatan insurjensi mendapatkan apresiasi nasional maupun internasional, Keberhasilan Polri di dalam menegakan hukum terhadap bentuk-bentuk kejahatan insurjensi berupa terorisme dan gerilya menjadi salah satu indikator utama dari keberhasilan reformasi Polri, dimana dalam hal ini Korps Brimob Polri memiliki tingkat kesiapan tertinggi dibanding satuan kepolisian reguler lainnya.
3) Peluang kerja sama dengan instasi terkait, sinergitas polisional semakin dimungkinkan untuk ditingkatkan dengan melihat kepada kaitan konvergensi kejahatan antara terorisme dan narkoba sebagai kejahatan Narkoterorisme di Indonesia, kesiapan kultural, Korps Brimob Polri akan memudahkan berkerjasama dan berkoordinasi dalam operasi pengakkan hukum bersama instansi TNI dan lembaga pemerintahan lainnya.
2. Threats / ANCAMAN
1) Kejahatan insurjensi dialihakan kepada isu separatisme sebagai bentuk self-determination dan Human Right Violence, baikmyang berlatar belakang wilayah maupun religious yang membutuhkan penanganan lebih dari sekedar dengan penegakan hukum.
2) Aktivitas LSM dan simpatisan jaringan insurjen telah menggunakan kekuatan media massa dan Politik, membangun kekuatan sosial politik melalui organisasi resmi guna mendapatkan dukungan massa, merekrut anggota, pelatihan dan melakukan berbagai aksi propaganda berupa penerbitan sejumlah website di internet dan penerbit cetak akhir-akhir ini merupakan bagian dari taktik propaganda mereka, termasuk membangun kemampuan militer sebagai bagian dari strategi yang digariskan.
3) Internal Polri masih bekerja secara sektoral, dalam menghadapi ancaman insurgensi dan terorisme adalah kurang solidnya koordinasi internal Polri dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan sektoral tugas pokok masing –masing fungsi Kepolisan.
23. TAHAP IMPLEMENTASI STRATEGI
a. Strategi SO
1) Ciptakan Strategi yang menggunakan Kekuatan untuk memanfaatkan peluang dalam optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan kamtibmas, dengan memanfaatkan peluang berupa dukungan politis Bangsa Indonesia untuk mewujudkan stabilitas keamanan dalam negeri yang paripurna,
2) adanya kesiapan dukungan Sumber daya Manusia berupa penambahan personel Remaja , adanya anggaran Harpuan dan Kontijensi dari Korps Brimob , tersedia dalam jumlah minimum satuan terkecil di tingkat Satuan Brimob dan Mako Korps Brimob Polri serta alokasi waktu dan jadwal Latihan rutin dan Latihan Pra Operasi ;
3) Korps Brimob Polri perlu memberikan kesempatan dan mengedepankan personil potensial ( Stakes I) sebagai Kader Instruktur dari jajaran Korps Brimob dan Satuan Brimob Polda yang memiliki kemampuan fisik, Metal dan Intelejensia diatas rata-rata dan melengkapi mereka dengan pendidikan dan pelatihan menghadapi gangguan Kamtibmas berintesitas tinggi secara lebih baik dan didukung peralatan memadai dan modern sehingga diharapkan nantinya Kader-Kader Instruktur dapat melaksanakan tugas mengatasi kriminalitas berintesitas tinggi berupa kejahatan insurjensi secara lebih professional dengan memadukan pendekatan soft power dan hard power secara berimbang.
b. Strategi ST
1) Ciptakan Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman; dalam optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan kamtibmas dengan melihat bahwa terdapat ancaman berupa masalah pengalihan isu kejahatan insurjensi menajdi masalah separatisme sebagai bentuk self-determination dan Human Right Violence, lebih dari sekedar dengan penegakan hukum. adanya penggunaan kekuatan media massa dan Politik guna membangun kekuatan sosial politik untuk mendapatkan dukungan massa, merekrut anggota, pelatihan dan melakukan berbagai aksi propaganda berupa penerbitan sejumlah website dan masalah sektoral fungsi kepolisian dalam pelaksanaan upaya penanggulanagan kejahatan Insurjensi
2) Korps Brimob Polri perlu merancang strategi dengan mengedepankan adanya kerjasama / Sinergitas Polisional dengan menggandeng LSM HAM, KOMNAS HAM , Lembaga dan Ormas Agama, Pemda dalam kaitan : Minimum Forces dan Civic –Military/Police Cooperation untuk secara professional melakukan pembekalan dan pengetahuan tentang HAM, sekaligus memanfaatkan media massa secara efektif dalam memberikan pemberitaan yang produktif.
c. Strategi WO
1) Ciptakan Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang dalam optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan kamtibmas.
2) Menyegerakan pembentukan kader-kader instruktur KLBM dan pembaharuan hanjar KLBM dari hasil analisa dan evaluasi pengalaman operasi Kepolisian sebelumnya,
3) Memberikan pendampingan pelatih ketangkasan lapangan Brigade Mobil yang dilakukan oleh anggota yang memiliki latar belakang dan kompetensi yang relevan dalam mengahadapi kejahatan Insurjensi, maupun ;
4) Meminta bantuan anggota TNI sebagai pelatih / mentor untuk memberikan latihan- latihan materi Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil yang memiliki kemiripan dengan materi Infantery dasar , Taktik dan Teknik tempur perorangan dan satuan kecil TNI dalam menghadapi Gerilya,
5) Termasuk menggandeng perkuatan TNI dalam operasi Kepolisian (Ops pemulihan Keamanan, Ops Gakkum, Ops harkam) baik sebagai BKO maupun BAKOOPS.
d. Strategi WT
1) Ciptakan Strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman dalam optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan kamtibmas,
2) dilakukan dengan menggandeng lembaga bantuan kemanusiaan seperti PMI dan ICRC, Komnas HAM untuk memberikan pembekalan dan pelatihan penanganan kriminalitas berintesitas tinggi / Kejahatan Insurjensi yang terjadi di lingkungan masyarakat , dimaksudkan agar terjalin saling pemahaman terhadap kewajiban Polri memelihara dan mewujudkan Kamdagri sekaligus menjaga dan melindungi Hak Asasi Manusia dimana saja .
24. TAHAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Dengan menggunakan analisis SWOT sebagai suatu metoda analisis yang digunakan untuk menentukan dan mengevaluasi, mengklarifikasi dan memvalidasi perencanaan yang telah disusun, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam hal ini adalah digunakan untuk mengambil keputusan dalam menjawab rumusan-rumsan masalah/ persoalan dalam Naskah Karya Perorangan, yang dijabarkan sebagai sub bab kebijakan dalam NKP ini.

 

IMG_0259 IMG_0255 IMG_0243 99 Teguh Triwantoro.jpeg Police 8

MANUVER

MANUVER

 

  1. VISI :
    KETANGKASAN LAPANGAN BRIGADE MOBIL SEBAGAI KEMAMPUAN ANDALAN KORPS BRIMOB POLRI DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN INSURJENSI DI INDONESIA
  2. Misi :
    1) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia Korps Brimob Polri melalui penguasaaan secara optimal ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas;
    2) Mengalokasikan dukungan anggaran latihan pemeliharaan kemampuan dan Pra Operasi yang mencukupi untuk dapat mendukung penguasaan secara optimal ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas;
    3) Meningkatkan dukungan sarana dan prasarana yang sesuai bagi personel Korps Brimob Polri dalam penguasaan secara optimal ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas;
    4) Merumuskan metode / Cara bertidak yang efektif dan efisien sehingga dapat mendukung personel Korps Brimob Polri mengoptimalkan ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas.
  3. TUJUAN
    1) Dukungan sumber daya manusia Korps Brimob Polri semakin meningkat baik kuantitas maupun kualitas sehingga dapat mengoptimalkan ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas
    2) Alokasi anggaran latihan pemeliharaan kemampuan dan Latihan Pra Operasi mencukupi sesuai kebutuhan untuk mengoptimalkan ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas;
    3) Dukungan sarana dan prasarana meningkat bagi personel Korps Brimob Polri dalam penguasaan secara optimal ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas;
    4) Tersusunnya metode / cara bertindak yang efektif dan efisien sehingga dapat mendukung personel Korps Brimob Polri mengoptimalkan ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas .
  4. SASARAN
    1) Sumber daya manusia : Personil Korps Brimob Polri dan Satuan Brimob Polda yang akan melaksanakan latihan KLBM dan Operasi Kepolisian dalam menangani kejahatan insurjensi termasuk personil BKO Mabes Polri dan unsur yang terlibat dalam operasi penegakkan hukum terhadap kejahatan insurjensi di beberapa wilayah rawan konflik.
    2) Alokasi anggaran : Anggaran yang digunakan untuk latihan pemeliharaan kemampuan KLBM dan latihan pra operasi Kepolisian dalam rangka penegakkan hukum terhadap kejahatan insurjensi, yang dimulai dari mulai tahap persiapan, pelaksanaan, pengakhiran operasi termasuk didalamnya segenap dinamika Operasi yang dilakukan secara terencana maupun tidak terencanakan sebelumnya serta dinamika operasi yang sifatnya Kontijensi.
    3) Sarana dan prasarana : yang akan digunakan dalam pengembangan ketangkasan Lapangan Brigade Mobil ( KLBM) untuk mengoptimalkan ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas
    4) Metode / cara bertindak : yang dilakukan termasuk HTCK latihan , penyusunan materi dan hanjar serta penyiapan pelatih KLBM dan mekanisme pengawasan dan pengendalian terhadap Pelaksanaan latihan KLBM dan Latihan pra Operasi Kepolisian menanggulangi kejahatan insurjensi melalui optimaisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas.
  5. KEBIJAKAN
    Bentuk kebijakan yang dibutuhkan dalam optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas adanya Keputusan pimpinan Polri ( Kapolri dan Kakor Brimob ) berupa :
    1) Peraturan Kapolri Kapolri maupun Peraturan Kakor brimob Polri tentang penetapan Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil sebagai materi-materi yang dibutuhkan dalam membentuk kemampuan utama Brimob dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dan peran Brimob sebagai bagian integral Polri.
    2) Produk hukum tertulis tersebut dibutuhkan untuk memperkuat kedudukan KLBM sebagai materi khas Brimob Polri dalam menghadapi kejahatan insurjensi sekaligus memberikan jawaban bahwa dalam Negara deomkratis seperti Indonesia adalah merupakan sebuah kebutuhan logis untuk membentuk satuan-satuan Polisi yang memiliki keterampilan taktik dan teknik militer dalam rangka penegakkan hukum yang dilakukan terhadap kejahatan insurjensi dengan dimensi ancaman berada di luar kemampuan satuan-satuan Kepolisian reguler.
    Rumusan keputusan yang diambil untuk menjawab wujud kelembagaan yang akan menjalankan upaya optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas adalah dimulai dengan :
    1) Mewajibkan setiap Komandan satuan untuk membuat laporan penugasan dan membuat laporan analisa dan evaluasi penugasan untuk kemudian
    2) Mendokumentasikan hasil anev sebagai masukan dalam penyusunan kembali hanjar materi KLBM, menugaskan Puslat Brimob dan Satuan Brimob Polda untuk melaksanakan latihan–latihan KLBM .
    Rumusan keputusan terhadap sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mendukung optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas adalah dengan :
    1) Dengan mendayagunakan alsus dan alut yang dimilki secara maksimal dimana kondisi alsus dan alut saat ini sudah cukup lengkap dan baik.
    2) Merancang desain peralatan perorangan : personel dalam menghadapi kejahatan insurjensi membutuhkan peralatan yang cukup ringan untuk dibawa dalam maneuver dalam jangka waktu yang cukup lama, memiliki ketahanan terhadap perubahan cuaca ekstrim , mudah dirawat serta memiliki akurasi yang cukup baik, sehingga tidak sesuai menggunakan jenis senjata yang memerlukan awak lebih dari 1 orang.
    a. Senjata bahu dengan menggunakan Styer AUG dan AK series 100, caliber 5,56 mm 4 tj, senjata genggam menggunakan pistol dengan caliber 9 mm sehingga memudahkan untuk resupply maupun menggunakan peluru milik TNI dan setiap personel diberikan 1-2 buah Granat pecahan tajam , Granat tabir / asap dan Granat flash bang serta Sangkur yang bisa dipasang pada dudukan sangkur senjata bahu.
    b. Setiap personel dilengkapi dengan body vest minimal level IV dan helm Kevlar level IIIa, yang saat ini telah dimiliki dalam jumlah memadai di Korbrimob Polri.
    c. Peralatan kesatuan, setiap satuan kepolisian yang bertugas menghadapi kejahatan insurjensi harus dilengkapi dengan senjata sniper yang dilengkapi peralatan optic dengan caliber 7,62mm sehingga mudah untuk resupply termasuk pemakaian silang dengan senapan mesin GPMG atau Arsenal.
    d. Didkukung senapan mesin ringan sebagai senapan penekan / suppressive weapons.
    e. Memiliki teropong siang, malam berbasis infra red ataupun Thermal Imaging.
    f. Setiap regu Tactical Flexibility Unit dilengkapi minimum 2 alat komunikasi berupa Radio genggam dan HP Satelite.
    g. Peralatan khusus bagi unit untuk melaksanakan maneuver secara terus menerus dalam jangka waktu cukup lama sampai kemudian dilakukan resupply adalah berupa peta digital, alat surveylance, GPS, kompas, Direction Finder , alat mountenering dan perahu karet.
    Sehubungan dengan upaya untuk meningkatkan kembali Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil khsuusnya materi Gerilya Anti Gerilya di jajaran Korbrimob Polri dan Satuan Brimob Polda adalah perlu digariskan secara tegas bahwa proses transfer of knowledge nantinya perlu memasukan dan memperhatikan isu-isu HAM serta penegakkan Hukum yang proporsional dan profesional sehingga dalam pelaksanaan tugas nantinya memberikan manfaat secara optimal dalam upaya penanggulangan kejahatan insurgensi di Indonesia
    Rumusan metode yang akan digunakan untuk optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas dilakukan dengan :
    1) pembentukan Team Pelatih Bergerak atau Mobile Training Team ( MTT) dalam format Tactical Flexibility Unit berkemampuan Gerilya Anti Gerilya di Korps Brimob Polri dan Satuan Brimob Polda sebagai jawaban yang paling logis atas diskusi bagaimana menanggulangi kejahatan insurgensi di Indonesia dan siapa yang harus ditugaskan secara efektif dan efisien menghadapi kejahatan insurgensi, apakah Militer berkewenangan polisional atau Polri yang dilengkapi kemampuan militer.
    2) Terdapat perbaikan dan penyempurnaan Hanjar / Materi KLBM yang selama ini dilatihkan pada tahap latihan Gerilya Anti Gerilya, Pelopor maupun pendidikan dasar dan pembentukan Bhayangkara ( Dikdasbhara), sebagai sebuah penyempurnaan dengan melihat kepada perbandingan kurikulum Gerilya Anti Gerilya adalah dengan merujuk kepada :
  6. Himpunan Bahan Ajaran Kursus Komando terbitan Pusat Pendidikan Komando Pasukan Khusus TNI AD tahun 2005;
  7. Ringkasan Hanjar Opswanger Bagi Instruktur Korps Brimob Polri T.A. 2001 terbitan Pusat Kesenjataan Infanteri, Mabes TNI AD;
  8. Ranger Handbook, terbitan Ranger Training Brigade US Army Infantry School Fort Benning, Georgia 2006;
  9. Bahan Ajaran Utama Pendidikan Pelopor, terbitan Pusdik Brimob Lemdiklat Polri, tahun 1997.
    PERBANDINGAN MATERI PENDIDIKAN
  10. KURSUS KOMANDO KOPASSUS , 2005

LAMA PENDIDIKAN ADALAH 6 BULAN 1. ILMU MEDAN
2. PIONIR
3. PENDIDIKAN GERAKAN PERORANGAN
4. DEMOLISI
5. PENGETAHUAN PERSENJATAAN RINGAN
6. PENGETAHUAN RADIO
7. PERTOLONGAN PERTAMA DI LAPANGAN
8. TEKHNIK BRIEFING
9. KSPT ( KODE SINYAL PESAWAT TERBANG)
10. BANTUAN TEMBAKAN
11. PENGETAHUAN OPERASI SANDI YUDHA
12. OPERASI KOMANDO
13. OPERASI RAID
14. OPERASI PENYEKATAN
15. PATROLI PENGINTAIAN JARAK JAUH
16. OPERASI PEREBUTAN CEPAT
17. PENDARATAN LAUT
18. PERTEMPURAN JARAK DEKAT
19. SERBUAN RUANGAN
20. PENGETAHUAN OPERASI MOBILISASI UDARA
21. TEKHNIK PERTEMPURAN REGU ANTI GERILYA
22. SERANGAN REGU KOMANDO
23. PATROLI
24. GERILYA LAWAN GERILYA
25. PENJEJAKAN ANTI PENJEJAKAN
2. HANJAR OPSWANGER PUSENNIF , 2001
LAMA PENDIDIKAN ADALAH 3 BULAN 1. PENGETAHUAN OPSWANGER
2. PATROLI KEAMANAN PERTAHANAN
3. PATROLI PENGHADANGAN
4. PATROLI PENYERGAPAN
5. PATROLI PENGAMANAN
6. BASIS OPERASI DEPAN ( BOD)
7. PENGAMANAN RUTE PERBEKALAN UMUM (RPU)
8. LAWAN PENGHADANGAN BERKENDARAAN
9. LAWAN PENGHADANGAN JALAN KAKI
10. PENGEPUNGAN KAMPUNG DAN PENGGELEDAHAN RUMAH
11. MENEMBAK REAKSI DALAM OPSWANGER
12. NAVIGASI DARAT
13. MENGESAN JEJAK
14. DRILL KONTAK
15. TEKNIK PENYELENGGARAAN LATIHAN
16. CARA MEMBERIKAN INSTRUKSI
3. RANGER HANDBOOK US ARMY , 2006, LAMA PENDIDIKAN SEKITAR 3 BULAN 1. LEADERSHIP
2. OPERATIONS PROCEDURE
3. FIRE SUPPORT
4. MOVEMENT
5. PATROLS
6. BATTLE DRILLS
7. COMMUNICATIONS
8. ARMY AVIATION
9. WATERBORNE OPERATION
10. MILITARY MOUNTAINEERING
11. EVASION / SURVIVAL
12. FIRST AID
13. DEMOLITIONS
14. RANGER URBAN OPERATIONS
15. VEHICLE CONVOY OPERATIONS
4. HANJAR UTAMA PELOPOR ,1997
LAMA PENDIDIKAN BERVARIASI MULAI DARI 6 BULAN, 3 BULAN, 2 BULAN DAN 1 BULAN. 1. SOP GERAKAN PELOPOR
2. RAID DAN PENGHADANGAN/ANTI HADANG
3. OPERASI GERILYA
4. OPERASI LAWAN GERILYA
5. PENCULIKAN
6. INFILTRASI TAKTIS
7. PATROLI
8. POS INTAI DEPAN DAN PENGAWASAN
9. KONTAK DRILL / AMBUSH

  1. STRATEGI
    1) Strategi jangka pendek ( kurang dari 1 tahun )
    Strategi jangka pendek dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun terhadap mengoptimalkan ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas oleh Korbrimob Polri dan Satuan Brimob Polda adalah dengan menyiapkan Kader-Kader instruktur yang telah diberikan pemantapan materi latihan KLBM secara kualitatif dan atau kuantitif berupa Up date bahan pelajaran, komparasi materi latihan dengan beberapa referensi sejenis , secara spesifik menyebutkan bahwa KLBM merupakan materi khas Korbrimob Polri yang efektif digunakan dalam format penegakkan hukum terhadap kejahatan insurjensi, dimana nantinya hanjar KLBM menyebutkan : siapa yang harus dilatihkan , apa yang dilatihkan, bagaimana standar latihan, dan bagaimana standar pertanggung jawaban latihan, serta adanya Latparops yang diberikan kepada personil Korbrimob dan Satuan Brimob Polda sebelum melaksanakan Ops Kepolisian menanggulangi kejahatan Insurjensi.
    2) Strategi jangka menengah ( 1 sampai 2 tahun)
    Strategi jangka menengah yang dilakukan dalam kurun waktu 1 sampai 2 tahun adalah dengan mendukung pemenuhan sarana dan prasarana khususnya alat proteksi diri minimum ( helm dan Body vest ) untuk seluruh personil yang dilibatkan operasi penegakkan hukum terhadap kejahatan insurjensi, diikuti pembekalan dan pelatihan ketangkasan lapangan Brigade Mobil secara lebih mendalam dengan mendatangkan pelatih dari Pusdik Brimob dan Demlat Korps Brimob, mengadakan Latihan gabungan bersama unsur TNI dan Stake holder lainnya secara parsial maupun terintegrasi di wilayah hukum Polda rawan konflik yang dilaksanakan oleh segenap personil yang dilibatkan dalam operasi kepolisan kewilayahan back up Mabes Polri dan Polda dan menyiapkan rintisan pengembangan kapabilitas dan kapasitas personil Pelatih KLBM di satuan-satuan Brimob Polda agar dapat lebih mandiri dalam menanggulangi kejahatan insurjensi di masing-masing wilayah hukum.
    3) Strategi jangka panjang ( kurang dari 3 tahun )
    Mengembangkan ketangkasan Lapangan Brimob tingkat lanjut di Satuan Brimob Polda dengan memperbanyak pendidikan kejuruan dan pengembangan di Pusdik dan Demlat Korps Brimob, melakukan test mission penugasan bagi Kader Instruktur personil Brimob agar siap secara mental dan fisik, memantapkan ketersediaan sarpras yang memadai dari segi kualitas dan kuantitas , dan memantapkan kapabilitas dan kapasitas personil Pelatih KLBM di satuan-satuan Brimob Polda agar dapat lebih mandiri dalam menanggulangi kejahatan insurjensi di masing-masing wilayah hukum.
  2. ACTION PLAN
    a. Strategi I ( dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun ) dengan rencana aksi/ action plan sebagai berikut :
    1) SDM :

- Melaksanakan seleksi kesamaptaan dan kesehatan jasmani ,mental dan intelektual tiap- tiap personil yang akan disiapkan sebagai Kader Instruktur dalam optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas oleh Korbrimob Polri dan Satuan Brimob Polda.
– Menyusun dan merumusakan kembali bahan pelajaran, komparasi materi latihan dengan bebrapa referensi sejenis dan secara spesifik menyebutkan bahwa KLBM merupakan materi khas Korbrimob Polri yang efektif digunakan dalam format penegakkan hukum terhadap kejahatan insurjensi , pelaksanaan pelatihan dan pembekalan materi untuk Kader Instruktur dilakukan dengan latihan skenario nyata .
2) Anggaran :
– Mengajukan permohonan anggaran untuk mendukung kegiatan seleksi Kader Instruktur dan penyusunan Hanjar KLBM dengan memasukkan program latihan GAG yang dipertajam dengan beberapa materi lain yang memiliki relevansi dengan KLBM pada program harkatpuan tahun berikutnya
– Melakukan efisiensi anggaran dengan memanfaatkan anggaran Harkatpuan GAG untuk tahun 2014 sebanyak 4 (empat) angkatan dipecah menjadi 2 angkatan GAG sesuai program tahun anggaran 2014 dan 2 (dua) program lainnya dengan materi GAG yang dilengkapi dengan materi- materi KLBM.
3) Sarpras ;
– Mengumpulkan kembali dan melakukan pendataan ulang terhadap kekurangan sarpras khususnya Helm dan Body Vest sehingga kekurangan real yang ada dapat segera dibuatkan permohonan penambahan ke Mabes Polri sehingga berguna dalam latihan KLBM.
– Mengumpulkan kembali dan melakukan pendataan alat- alat elektronik seperti alkom, GPS, Alat EOD yang telah rusak ataupun hilang untuk segera dapat diperbaiki dan atau diganti sehingga berdaya guna dalam latihan Kader Instruktur KLBM
4) Metode
– Mendatangkan pelatih taktik dan teknik yang relevan dengan KLBM dari instansi TNI ( Pussenif TNI AD, Pusdik Marinir TNI AL, Pusdik Kopassus TNI AD, Pusdik Polair Polri, Pusdik Poludara Polri, Pusdik Brimob Polri) guna penajaman materi dan konsep hanjar yang dibuat dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif berdasarkan kajian intelijen dan data gangguan Kamtibmas berupa kejahatan insurjensi terkini.
– Melaksanakan Latihan Kader Instruktur pada Demlat Korbrimob Polri dengan peserta berasal dari jajaran Mako Korbrimob dan Satuan Brimob Polda untuk disiapkan sebagai Mobile Trainig Team ( MTT) / Team Pelatih Bergerak dan melaksanakan test mission / ujicoba di medan sebenarnya di wilayah rawan konflik seperti Polda Papua, Sulteng dan Ambon bersama dengan BKO Mabes Polri dan BKO TNI.
– Mengusulkan pendidikan Pelopor diadakan kembali pada tahun 2015.
b. Strategi II dalam kurun waktu 1-2 tahun dilakukan dengan action plan sebagai berikut :
1) Sumber Daya Manusia.
– Meningkatkan pelatihan KLBM dan Instruktur Lanjutan KLBM dengan mengirimkan personil ke Pusdik dan Demlat Brimob.
– Mendatangkan pelatih kualifikasi Pelopor dari Pusdik dan Puslat Brimob / Mobile Training Team ( MTT) untuk melakukan peningkatan KLBM di Polda rawan koflik seperti Papua, Sulteng dan Maluku.
– Meminta pelatihan tentang HAM melalui Komnas HAM , PMI dan ICRC untuk dimasukkan sebagai salah satu materi dalam pendidikan Pelopor yang dibuka kembali di tahun 2015
2) Anggaran
– Mengajukan permohonan dukungan anggaran latihan pemeliharaan kemampuan KLBM agar sesuai dengan materi latihan dan scenario latihan di daerah operasi.
– Untuk transparansi anggaran dilakukan penyederhanaan mekanisme penganggaran penyelenggaraan latihan KLBM bagi personil Korps Brimob Polri dan Satuan Brimob Polda yang mengikuti latihan peningkatan KLBM.
– Mengundang BPK dan lembaga audit keuangan untuk memberikan pendampingan pengelolaan anggaran secara transparan dan akuntabel
3) Sarana dan Prasarana:
– Membuat database terkait penggunaan suatu jenis alsus, dengan bentuk sebagai laporan aspek teknis keunggulan, kekurangan, maupun temuan lainnya dalam menggunakan suatu jenis alsus agar Sarpras Polri dapat membuat laporan penggunaan suatu alsus dalam operasi penegakkan hukum terhadap kejahatan insurjensi.
– Menyusun kebutuhan penyeragaman Senpi dan Munisi yang disederhanakan jenis dan kaliber yang digunakan untuk mempermudah penyediaan dan penyaluran logistik.
– Melengkapi alsus proteksi (Helm dan Body vest) bagi seluruh personil yang melaksanakan tugas penegakkan hukum terhadap kejahatan insurjensi.
4) Metode
– Membuat Database analisa dan evaluasi materi KLBM berupa kelemahan dan keunggulan yang dibuat dengan pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif berdasarkan kajian intelijen dan data Ops Kepolisian sebelumnya untuk mengukur prestasi dan kinerja optimalisasi KLBM terhadap kemampuan untuk menyelesaikan tugas secara tuntas.
– Melanjutkan kerja sama dengan pelatih-pelatih taktik dan teknik yang relevan dengan KLBM dari instansi TNI ( Pussenif TNI AD, Pusdik Marinir TNI AL, Pusdik Kopassus TNI AD, Pusdik Polair Polri, Pusdik Poludara Polri, Pusdik Brimob Polri) guna penajaman materi dan konsep hanjar yang dibuat dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif berdasarkan kajian intelijen dan data gangguan Kamtibmas berupa kejahatan insurjensi terkini.
– Memantapkan dengan menambah alokasi waktu dan peserta latihan Kader Instruktur pada Demlat Korbrimob Polri dengan peserta berasal dari jajaran Mako Korbrimob dan Satuan Brimob Polda dan melaksanakan test mission / ujicoba di medan sebenarnya di wilayah rawan konflik seperti Polda Papua, Sulteng dan Ambon bersama dengan BKO Mabes Polri dan BKO TNI.
– Melakukan anev terhadap materi, kualitas lulusan pendidikan Pelopor yang diadakan kembali di tahun 2015.
c. Strategi III ( kurun waktu kurang dari 3 tahun ) dilaksanakan dengan Action plan sebagai berikut :
1) Sumber Daya Manusia :
– Memelihara mutu pelatihan KLBM dan Instruktur Lanjutan KLBM dengan mengirimkan personil ke Pusdik dan Demlat Brimob dengan mengadakan audit kualitas instruktur dan peserta didik/ latihan.
– Meneruskan kunjungan pelatih kualifikasi Pelopor dari Pusdik dan Puslat Brimob untuk melakukan peningkatan KLBM di Polda rawan koflik seperti Papua, Sulteng dan Maluku.
– Meneruskan kerjasama pelatihan tentang HAM melalui Komnas HAM , PMI dan ICRC untuk dimasukkan sebagai salah satu materi dalam pendidikan Pelopor yang dibuka kembali di tahun 2015
2) Anggaran
– Membuat review atas dukungan anggaran latihan pemeliharaan kemampuan KLBM agar sesuai dengan materi latihan dan scenario latihan di daerah operasi selama ini.
– Mempertahakan dan meningkatkan transparansi anggaran yang selama ini dilakukan dengan penyederhanaan mekanisme penganggaran penyelenggaraan latihan KLBM bagi personil Korps Brimob Polri dan Satuan Brimob Polda yang mengikuti latihan peningkatan KLBM.
– Memantapkan mekanisme pengawasan internal dan eksternal (BPK dan lembaga audit keuangan) untuk memberikan pendampingan pengelolaan anggaran secara transparan dan akuntabel
3) Sarana dan Prasarana
– Senantiasa memperbaharui database terkait penggunaan suatu jenis alsus, dengan bentuk sebagai laporan aspek teknis keunggulan, kekurangan, maupun temuan lainnya dalam menggunakan suatu jenis alsus agar Sarpras Polri dapat membuat laporan penggunaan suatu alsus dalam operasi penegakkan hukum terhadap kejahatan insurjensi.
– Senantiasa membuat telaahaan staff terhadap update dan penataan kebutuhan penyeragaman Senpi dan Munisi yang disederhanakan jenis dan caliber yang digunakan untuk mempermudah penyediaan dan penyaluran logistic
– Membuat review terhadap kualitas dan kuantitas alsus proteksi (Helm dan Body vest) bagi seluruh personil yang melaksanakan tugas penegakkan hukum terhadap kejahatan insurjensi.
4) Metode
– Senantiasa memperbaharui Database analisa dan evaluasi materi KLBM yang diberikan selama ini berupa menemukan kelemahan dan keunggulan yang dibuat dengan pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif berdasarkan kajian intelijen dan data Ops Kepolisian sebelumnya untuk mengukur prestasi dan kinerja optimalisasi KLBM terhadap kemampuan untuk menyelesaikan tugas secara tuntas.
– Mempertahankan kualitas kerja sama dengan pelatih-pelatih taktik dan teknik yang relevan dengan KLBM dari instansi TNI ( Pussenif TNI AD, Pusdik Marinir TNI AL, Pusdik Kopassus TNI AD, Pusdik Polair Polri, Pusdik Poludara Polri, Pusdik Brimob Polri) guna penajaman materi dan konsep hanjar yang dibuat dengan pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif berdasarkan kajian intelijen dan data gangguan Kamtibmas berupa kejahatan insurjensi terkini.
– Membuat review ( Analisa dan evaluasi )atas hasil penambahan alokasi waktu dan peserta latihan Kader Instruktur pada Demlat Korbrimob Polri dengan peserta berasal dari jajaran Mako Korbrimob dan Satuan Brimob Polda dan melaksanakan test mission / ujicoba di medan sebenarnya di wilayah rawan konflik seperti Polda Papua, Sulteng dan Ambon bersama dengan BKO Mabes Polri dan BKO TNI.
– Membuat revisi atas materi dan metode latihan KLBM berdasar hasil anev terhadap materi, kualitas lulusan pendidikan Pelopor yang telah diadakan kembali di tahun 2015.

 

IMG_0831 IMG_0844 IMG_0845 IMG_0847 IMG_0770

 

 

BAB VII
PENUTUP

 

  1. KESIMPULAN
    Bentuk kebijakan yang dibutuhkan dalam optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas adanya Keputusan pimpinan Polri (Kapolri dan Kakor Brimob )berupa Peraturan Kapolri Kapolri maupun Peraturan Kakor brimob Polri tentang penetapan Ketangkasan Lapangan Brigade Mobil sebagai materi-materi yang dibutuhkan dalam membentuk kemampuan utama Brimob dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dan peran Brimob sebagai bagian integral Polri.
    Wujud kelembagaan yang akan menjalankan upaya optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil ( KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas adalah dimulai dengan mewajibkan setiap Komandan satuan untuk membuat laporan penugasan dan membuat laporan analisa dan evaluasi penugasan untuk kemudian didokumentasikan sebagai masukan dalam penyusunan kembali hanjar materi KLBM, menugaskan Puslat Brimob dan Satuan Brimob Polda untuk melaksanakan latihan–latihan KLBM .
    Dukungan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mendukung optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas adalah dengan mendayagunakan alsus dan alut yang dimilki secara maksimal dimana kondisi alsus dan alut saat ini sudah cukup lengkap dan baik.
    Implemantasi metode yang akan digunakan untuk optimalisasi ketangkasan lapangan Brigade Mobil (KLBM) didukung sinergitas Polisional guna menanggulangi kejahatan insurjensi dalam mewujudkan Kamtibmas adalah dilakukan dengan pembentukan Mobile Training Team / Team Pelatih Bergerak dengan format Tactical Flexibility Unit berkemampuan Gerilya Anti Gerilya di Korps Brimob Polri dan Satuan Brimob Polda dilakukan dengan pembentukan unit –unit kecil yang mampu bergerak secara terus –menerus dengan mobilitas tinggi untuk mengejar dan mengiring serta penangkapan dalam koridor hukum terhadap aktivitas kelompok yang melakukan kejahatan insurgensi
  2. SARAN/ REKOMENDASI
    Dalam jangka waktu dekat untuk kepentingan taktis meningkatkan kemampuan Gerilya Anti Gerilya bagi segenap personil Korps Brimob Polri dan Satuan Brimob Polda, dilakukan dengan pembentukan unit –unit kecil yang mampu bergerak secara terus –menerus dengan mobilitas tinggi untuk mengejar dan mengiring serta penangkapan dalam koridor hukum terhadap aktivitas kelompok yang melakukan kejahatan insurgensi
    Beberapa alternatif yang dapat diambil dalam meningkatkan / Upgrade kemampuan personel Satuan Brimob Polda sebagai penanggap pertama ancaman kejahatan insurgensi di wilayah, kemudian jajaran Mako Korbrimob Polri sebagai Satuan Cadangan Pusat yang siap sedia sewaktu waktu diturunkan dalam menanggulangi kejahatan insurgensi di Polda-polda, sebagai usulan dan alternative adalah sebagai berikut :
    1) Mengirim seluruh personel Satuan Brimob Polda ke Pusdik Brimob Watukosek ataupun Puslat Korps Brimob Polri untuk memperoleh latihan KLBM khususnya Gerilya Anti Gerilya, sekaligus timba pengetahuan dan berbagi pengalaman dengan instruktur yang ada di masing lembaga.
    2) Mengirim beberapa personil terbaik Satuan Brimob Polda untuk mendapat pelatihan intensif Gerilya Lawan Gerilya yang berkaitan dengan pembentukan Tactical Flexibility Unit di Satuan Brimob Polda, sekaligus disiapkan sebagai kader- kader pelatih KLBM khususnya Gerilya Anti Gerilya.
    3) Membentuk Mobile Training Team / MTT ( team pelatih bergerak) untuk datang ke Satuan-satuan Brimob Polda untuk kemudian secara simultan mendatangi Detasemen dan Subden-Subden / Kompi dalam jajaran Satuan Brimob Polda, untuk memberikan pengetahuan, latihan dan sekaligus memberikan asistensi kepada Satuan Brimob langsung di tingkat bawah ( Kompi Brimob) dalam membentuk Tactical Flexibility Unit.
    Sebagai salah satu pemikiran yang perlu dipertimbangkan adalah dengan membentuk MTT ( Mobile Training Team ) dengan pertimbangan sebagai berikut : Waktu yang diperlukan relative lebih singkat dengan mendatangkan MTT dibandingkan dengan memobilisasi personel Satuan Brimobda untuk datang berlatih ke Jakarta maupun ke Watukosek Jawa Timur.
    Efesiensi biaya dapat ditekan sehingga tidak menggangu rencana anggaran Satuan Brimobda biaya akomodasi, tiket perjalanan, dan lain lain yang sekiranya timbul pada saat mengeser personil Sat Brimob Polda dapat dihilangkan, tanggung jawab pengamanan wilayah yang menjadi tugas Satuan Brimob Polda dapat terus dilaksanakan.
    MTT yang akan mendatangi Subden/ kompi-kompi sebagai pangkalan gerak pasukan, dengan mendatangkan MTT maka seluruh personil Satuan Brimob Polda dapat menerima latihan , dan materi dengan standar yang sama, sehingga proses transfer of knowledge dapat berlangsung secara massal, peserta dapat langsung berinteraksi dengan anggota MTT untuk berbagi pengalaman dan teknik.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Referensi Buku :
1. Amanat/ sambutan Kepala Kepolisian R.I. , Komisaris Djendral Pol. Drs. Hoegeng pada peringatan HUT Tri Windu Korps Brigade Mobil pada tanggal 14 November 1969.
2. David G Epstein, Police Role in Counterinsurgency Efforts, 59 J. Crim. L. Criminology & Police Sci. ed.148 (1968)
3. Djamin, Awaloedin. Sistem Administrasi Kepolisian Kepolisian negara Republik Indonesia. Jakarta. YPKIK. 2011
4. Karyoso, Diktat Manajemen Perencanaan dan Penganggaran, Jakarta, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, 2004.
5. Rangkuti, Freddy, Analisis SWOT, Teknik Membedah Kasus Bisnis, PT Gramedia, Jakarta, 2006.
6. Setyawan, Anton Agus & Andi M Darlis , Resimen Pelopor Pasukan Elit Yang Terlupakan, Mata Padi Pressindo , Yogyakarta ,2010 .
7. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta. 2008
8. Suparlan, Parsudi. Metodologi Penelitian Kualitatif, Kumpulan Karangan, Program Kajian Wilayah Amerika Program Pascasarjana UI, Jakarta. 1994
9. Terrence P. Silva (ed) and Jacqueline M. Butler, Terrorist attacks and counterinsurgency practices , Nova Science Publishers, Inc. New York, 2011
Referensi Internet :
1. http://kamusbahasaindonesia.org/polisi/mirip#ixzz2wZ0G0VTB
2. http://www.scribd.com/doc/49164439/BAB-II-landasan-teori-swot http://2frameit.blogspot.com/2011/07/landasan-teori-manajemen-sumber-daya.html diakses pada tanggal 21 september 2012.
3. http://ikhtisar.com/sinergi-sebagai-bentuk-kerjasama-kreatif/ diunduh pada tanggal 20 Maret 2014, pukul 09:59.WIB
4. http://www.kamusbesar.com/37153/sinergi, diunduh pada tanggal 21 Maret 2014 , pukul 10:11.WIB.

 

 

Police Role in Counterinsurgency Efforts

Terrorist Attacks and Counterinsurgency Practices

PAPARAN GAG PAPUA

 

 

 

 

 

The ressurection of the lost regiment

RESIMEN YANG HILANG

Detik-detik menjelang pemberangkatan pasukan untuk suatu hajatan akbar justru merupakan masa yang paling menegangkan , dering telpon dari mabes ABRI kala itu mengagetkan semua pasukan dan komandan Brimob, dering yang mewartakan bahwa Brimob boleh tampil sebagai pasukan upacara lengkap dengan loreng pelopor , tepat di hari ulang tahun ABRI 5 Oktober 1998.

UNIT K-9 MILIK MENPOR DALAM SEBUAH SESI LATIHAN PENERJUNAN

UNIT K-9 MILIK MENPOR DALAM SEBUAH SESI LATIHAN PENERJUNAN

SESI LATIHAN PENJINAKAN UXO DALAM MANUVER JURU BALA

SESI LATIHAN PENJINAKAN UXO DALAM MANUVER JURU BALA

PENUTUPAN LATIHAN JURU BALA DI PELABUHAN RATU 1971

PENUTUPAN LATIHAN JURU BALA DI PELABUHAN RATU 1971

PENUTUPAN LATIHAN JURU BALA DI PELABUHAN RATU

PENUTUPAN LATIHAN JURU BALA DI PELABUHAN RATU

5

SESI LATIHAN  , PERHATIKAN TOPI FIELD CAP YANG SENGAJA DIBUAT  LEBAR SEBAGAI PENGGANTI BARET

SESI LATIHAN , PERHATIKAN TOPI FIELD CAP YANG SENGAJA DIBUAT LEBAR SEBAGAI PENGGANTI BARET

7

8

9

CONFIDENCE SHOOTING / TEMBAK KEPERCAYAAN  SKILL KHAS MENPOR YANG MASIH DIWARISI SAMPAI SEKARANG

CONFIDENCE SHOOTING / TEMBAK KEPERCAYAAN SKILL KHAS MENPOR YANG MASIH DIWARISI SAMPAI SEKARANG

11

12

IMG_0253

IMG_0259

IMG_0263

IMG_0267

IMG_0268

IMG_0271

IMG_0272

IMG_0274

IMG_0279

BADGE SATUAN II PELOPOR YANG BERKEDUDUKAN DI KEDUNG HALANG

BADGE SATUAN II PELOPOR YANG BERKEDUDUKAN DI KEDUNG HALANG

WE STRIKE

WE STRIKE

PERSENJATAAN SATUAN PELOPOR SAAT INI

PERSENJATAAN SATUAN PELOPOR SAAT INI

IMG_0300

IMG_0314

MENYERANG DAN MENGHILANG

MENYERANG DAN MENGHILANG

IMG_0387

IMG_0391

MANUVER

MANUVER


Suasana berubah senyap ketika tiba-tiba hanya di lingkar dalam Mako Korps Brimob saja turun hujan sedemekian lebat, memaksa pasukan upacara dari Batalyon B Resimen 1 Korps Brimob berteduh atau tepatnya berkumpul di selasar Museum Brimob ( kini menjadi Mako Satuan IV / Puslat ) sambil melhat lihat foto lawas perjuangan sesepuh MenPor
Entah ide siapa dan darimana, tiba –tiba ada celetukkan khas prajurit yang mengajak berdoa memohon agar perjuangan Men-Por dapat dilanjutkan hari itu, tidak dinyana berselang sekejap kemudian langit Kelapa Dua menjadi cerah dan hujanpun mulai reda.
Sekelumit cerita pengatar tadi adalah pengalan sejarah yang jarang diketahui oleh penerus Brimob saat ini , desas-desus adanya tarik urat leher antara Kapolri Jendral Dibyo Widoodo yang bersikeras agar Brimob dapat tampil dengan loreng Men-Por kebanggannya.
Sejarah berlanjut kembali dengan cerita bahwa pasca likuidasi Korps Brimob mengalami masa -masa kemunduran secara teknis kemampuan dan perlatan saran dan prasarana, dimulai pada era tahun 1969-1970, melihat foto foto lawas khusunya masa 80 an sampai 90 merupakan masa-masa tersulit bagi Brimob , tak pelak adanya curahan hati para prajurit dan pimpinan kala itu dengan menuliskan ” KAMI MASIH ADA ” makna mendalam dibalik tulisan yang kerap muncul di spanduk peringatan hari ulang tahun Korps Brimob.
Kualifikasi Pelopor dibentuk di Sekolah Pendidikan Pelopor yang memberikan pendidikan khusus kepada warga MOBRIG yang memenuhi persyaratan untuk menjadi anggota Kesatuan Pelopor (ranger). Pada masa Kepemimpinan R. Soeparto diupayakan untuk membentuk tenaga – tenaga instruktur yang berkualitas seperti ranger luar negeri. Beberapa langkah dilakukan, diantaranya Sekolah Pendidikan Mobile Brigade menyeleksi para Perwira instruktur untuk disekolahkan di luar negeri . Tempat Studi dipilih Philipina dan Jepang (Okinawa), karena Instrukturnya dari Angkatan Darat Amerika yang berpengalaman.

IMG_0416

IMG_0418

IMG_0442

IMG_0445

Police 8

Pengiriman para instruktur Sekolah Pendidikan Mobile Brigade ke luar negeri pertama kali dilakukan pada tahun 1955-1956. Mereka yang terpilih dari seleksi adalah : IPTU Soetrasno, IPTU Annas Tanuwidjaja, AIPTU Andi Abdulrohman, disamping itu, pengiriman juga dilakukan untuk beberapa perwira MOBRIG daerah, yakni : IPTU Soekari, IPTU K.E. Loemy, IPTU Wongso Dipuro, AIPTU Soediyatmo.
Selama satu tahun mereka belajar di luar negeri. Ilmu yang ditimba di kedua Negara itu cukup bermanfaat untuk pengembangan Sekolah Pendidikan Mobile Brigade. Mereka adalah tenaga instruktur yang sangat bermanfaat untuk pembentukan Ranger Indonesia.
Dari tangan merekalah proses pembentukan Ranger diambil dari peserta hasil lulusan SPN Sukabumi sebanyak 15 orang Agen Polisi kelas dua, yaitu AP. II Syakir, AP. II M. Calseus Sukisman, AP. II Bejo Rahayu, AP. II Sukardi, AP.II Rokhiyat, AP. II M. Ali Rifai, AP. IISuhanda, AP. II Ubeh, AP. II Mamin Rohman, AP. II Edy Kusman, AP. II Bunyani, AP. II Mawi, AP. II Untung Sutrisno, AP. II Sukidjo, AP. II Sukanto. Dalam pendidikan tersebut kelima belas orang dnyatakan lulus pada tanggal 20 Oktober 1956, dan lulusan pertama sekolah Ranger Pendidikan Mobile Brigade Porong sekaligus menandai lahirnya Ranger Indonesia. Mereka ditempatkan sebagai pembantu Instruktur Ranger Sekolah Pendidikan Mobile Brigade Porong.
Pada pertengahan tahun 1956 terpilih 8 orang untuk tugas pendidikan di Okinawa gelombang II yaitu IP II R. Sudarmadji, AIP II Miswan, AIP II Paimun Hadi Santoso, AIP II Subanu, AIP II Sutomo, AIP II Slamet, AIP II umun Surachman dan AIP II Sutomo. Mereka disertai 15 orang pembantu Instruktur Ranger hingga tahun 1959. Aktivitas Sekolah Pendidikan Mobile Brigade disibukan oleh pembentukan Satuan Ranger. Tanggal 14 September 1959 terbentuk Kompi pertama Ranger Indonesia dengan sebutan Kompi 5994.
Itulah sebabnya pada tahun 1959 Pendidikan Pelopor untuk Angkatan I baru dimulai . tercatat peserta didik sebanyak 196 orang, 117 orang gagal.karena pendidikan yang dikembangkan itu adalah pendidikan Pelopor, maka penekanan terletak pada pelajaran Leadership.
Dibidang itu para siswa banyak yang tidak lulus, yaitu sebanyak 71 orang. Pada angkatan II, siswa yang masuk sebanyak 169 orang. Pendidikan dilaksanakan pada tahun yang sama dengan angkatan I,, dari jumlah siswa tersebut diatas 109 dinyatakan lulus, dan 60 gagal, terutama leadership 49 orang, dan keahlian 11 orang. Penddidikan untuk angkatan III baru dilaksanakan tahun 1961 diikuti 242 siswa.
Hasil yang dicapai angkatan ini terlihat kurang bagus, karena lebih dari 50 % atau 128 siswanya tidak lulus. Hanya sebanyak 114 dinyatakan lulus. Berbeda dengan angkatan I, untuk angkatan III kelemahan terletak pada penguasaan materi keahlian. Sebanyak 122 orang tidak lulus keahlian, dan 6 orang gagal leadership, sejak tahun 1961 nama Ranger tidak lagi dipergunakan, diganti nama Pelopor.