naskah tulisan Loreng Brimob :

NASKAH GAMPOL BRIMOB UTK KALEMDIKLAT
http://www.fed-std-595.com/FS-595-Paint-Spec.html
KONSEP KEP GAMPOL 2014 PAKE LORENG
PAPARAN KAPOLRI LORENG_21april2014














UPACARA PERESMIAN BATALYON 32 PARA KORPS BRIMOB POLRI , PERHATIKAN PEMAKAIAN LORENG MACAN TUTUL TYPE M 1942 DENGAN SEDIKIT PERBEDAAN PADA MOTIF YG LEBIH LEBAR DAN AGAK GELAP

PDL KHUSUS UNTUK ANGGOTA YON 32 PARA BRIMOB

MOTIF LORENG UNTUK BATALYON 32 PARA YANG BERPANGKALAN DI SUKASARI

MOTIF LORENG MENPOR YANG PEMAKAIANNYA SANGAT TERBATAS , TERCATAT JAJARAN RESIMEN I ( KEDUNG HALANG ) DI TAHUN 1998 PERNAH MEMPEROLEH PEMBAGIAN JACKET BERMOTIF INI


personil batalyon 32 para dengan seragam khas

motif camouflage yon 32 para

rancangan motif camouflage untuk brimob yang dibuat oleh seorang ahli strategi militer ken conboy

pemakaian kembali loreng menpor dan loreng pelopor pada saat peringatan 50 tahun emas brimob

LORENG MACAN TUTULYANG DIGUNAKAN MENPOR PADA SAAT HUT BRIMOB TANGGAL 14 NOVEMBER 1961

SOSOK PASUKAN MENPOR YANG BERTUGAS SEBAGAI PAWANG K9 YANG DIGUNAKAN SEBAGAI PENJEJAK

LORENG MACAN TUTUL YANG DIGUNAKAN OLEH DANYON 32 PARA

PEMASANGAN TANDA JABATAN DANYON 32 PARA

KOMANDAN UPACARA JUSTRU MENGGUNAKAN LORENG MOTIF TIGER STRIPE , DIYAKINI LORENG INI MASUK KE INDONESIA ATAS INISIATIF HERMAN SARENS SOEDIRO KETIKA MENJABAT SEBAGAI KOMANDAN KOGABDIK PARA , DIMANA SAAT ITU PASUKAN YON 32 PARA MENGIKUTI PELATIHAN TERJUN PAYUNG

MARKAS BESAR
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KORPS BRIMOB
NASKAH USULAN PENETAPAN DAN PENGGUNAAN
PAKAIAN DINAS LAPANGAN BERMOTIF LORENG
DI LINGKUNGAN KORPS BRIMOB POLRI
1.1. PENDAHULUAN
Korbrimob Polri merupakan bagian integral Kepolisian Republik Indonesia adalah sebagai salah satu unsur pelaksana utama pada tingkat Mabes Polri yang berada dibawah Kapolri, sedangkan Satbrimob Polda sebagai unsur pelaksana pada tingkat Polda yang berada dibawah Kapolda.
Korps Brimob Polri bertugas membina kemampuan dan mengerahkan kekuatan Brimob dalammenanggulangi gangguan Kamtibmas dalam negeri yang berintesitas tinggi, utamanya kerusuhan massa, kejahatan terorganisir senjata api, bom, bahan kimia, biologi dan radio aktif guna mewujudkan tertib hukum serta ketentraman masyarakat diseluruh wilayah yuridis Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tugas – tugas lain yang dibebankan kepadanya.
Dimesi tugas Korps Brimob Polri yang sedemikan membutuhkan sosok anggota Brimob yang memiliki semangat pengabdian yang membara untuk menjamin kepastian hukum ditegakkan, dalam posisi sebagai salah satuan andalan Kepolisian di Indonesia dalam melayani , melindungi dan mengayomi masyarakat dibutuhkan suatu pengikat yang mampu memberikan pemahaman dan sekaligus panduan bahwa Korps Brimob Polri adalah satuan pamungkas Polri yang senantiasa memiliki solidaritas tinggi dalam melaksanakan tugas , fungsi dan perannya dalam masa aman maupun dalam masa rawan.
Salah satu pengikat yang mampu mempersatukan seluruh personel Korps Brimob Polri adalah adanya kebersamaan dalam ikatan kesatuan yang solid, dibentuk dengan adanya keterpaduan kelompok (group cohesiveness) interen Korps Brimob Polri dalam membentuk identitas ke-Brimob-an.
Penjelasan tentang keterpaduan kelompok sebagai dasar adanya soliditas adalah seperti teori yang dikembangkan oleh McDougall dalam Sarlito (2005) mengenai soliditas kelompok (esprit de corps).
Jiwa kelompok berbeda dengan jiwa pribadi, menurut Mc Dougall dalam Sarlito (2005) bahwa tidak selalu suatu kelompok mempunyai jiwa kelompok. Jiwa kelompok baru tumbuh jika ada empat faktor yang menimbulkannya, yaitu :
1. Kelangsungan keberadaan kelompok (keberlanjutan untuk waktu yang lama) dalam arti keanggotaan dan peran setiap anggota;
2. Adanya tradisi, kebiasaan, dan adat;
3. Ada organisasi dalam kelompok (ada deferensial dan spesialisasi fungsi) ;
4. Kesadaran diri kelompok, bagaimana cara ia berfungsi dalam kelompok, bagaimana struktur dalam kelompok dan sebagainya.
Sebagai penjabaran tentang soliditas kelompok seperti yang disampaikan oleh McDougall dalam Sarlito (2005) diatas, adalah adanya pemahaman bahwa soliditas terbentuk dari adanya dua hal yaitu :
1. Pengetahuan anggota kelompok tentang dinamika kelompoknya dan;
2. Keterikatan (attachment) kepada kelompok lewat suatu media.
Salah satu upaya untuk memberikan pengetahuan dan keterikatan kelompok dengan anggota kelompok adalah dengan adanya transfer nilai-nilai yang menjadi identitas suatu kelompok.Nilai-nilai yang dapat ditransfer secara turun temurun adalah adanya lambang, simbol, tradisi , dan pola perilaku dari tokoh-tokoh dalam kelompok, pendiri dan perintis serta mereka yang memiliki kontribusi besar terhadap eksistensi identitas kelompoknya.
Sejarah kesatuan, catatan perjalanan, relic ( peninggalan ) dan pakaian seragam merupakan bentuk nyata dari upaya menularkan secara terus –menerus nilai luhur yang dimiliki suatu kesatuan dalam menjabarkan tugas pokok, fungsi dan peran yang dimiliki. Disinilah Korps Brimob Polri memiliki kewajiban untuk terus menjaga dan memelihara pencapaian prestasi serta memperbaiki segenap kekurangan yang masih ada untuk kemudian ditransfer sebagai doktrin yang membanggakan dalam membangun soliditas.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Konsep naskah pengaturan penggunaan pakaian dinas lapangan di lingkungan Korps Brimobdalam pembahasan naskah ini dimulai dengan rumusan masalah sebagai berikut : Apakah pakaian dinas lapangan bermotif loreng / Camouflage dapat digunakan sebagai seragam dinas Kepolisian di lingkungan Korps Brimob Polri ?
1.3. TUJUAN PENULISAN NASKAH
Naskah tentang pengaturan penggunaan pakaian dinas lapangan di lingkungan Korps Brimob ini adalah ditujukan untukmembahas melalui sebuah analisa terhadap konsep pengaturan penggunaan pakaian dinas lapangan di lingkungan Korps Brimob Polri yang sesuai dengan kebutuhan dan dinamika kegiatan saat ini dan kemungkinan dari pakaian dinas lapangan bermotif loreng / Camouflage dapat digunakan sebagai seragam dinas Kepolisian di lingkungan Korps Brimob Polri.
1.4. MANFAAT PENULISAN NASKAH
Penulisan naskah tentang pengaturan penggunaan pakaian dinas lapangan di lingkungan Korps Brimob ini diharapkan dapat memberikan usul, saran dan masukkan sekaligus rekomedasi kepada pimpinan Polri dalam mengambil dan menyusun kebijakan guna penyempurnaan pakaian dinas lapangan yang kini digunakan oleh jajaran Korps Brimob Polri.
1.5. SISTEMATIKA PENULISAN NASKAH
1.1. Pendahuluan
1.2. Rumusan masalah
1.3. Tujuan penulisan naskah
1.4. Manfaat penulisan naskah
1.5. Sistematika penulisan naskah
2.1. Penggunaan Pakaian Dinas Lapangan bermotif loreng / camouflage sebagai seragam dinas kepolisian di lingkungan Korps Brimob Polri.
2.1.1. Latar belakang sejarah penggunaan seragam bermotif loreng / camouflage di lingkungan Korps Brimob Polri.
2.1.2. Pertimbangan taktis penggunaan seragam bermotif loreng / camouflage oleh Korps Brimob Polri.
2.1.3. Pertimbangan praktek internasional penggunaan seragam bermotif loreng / camouflage oleh lembaga penegak hukum dan kepolisian di beberapa negara.
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran dan Rekomendasi
2.1. PENGGUNAAN PAKAIAN DINAS LAPANGAN BERMOTIF LORENG / CAMOUFLAGE SEBAGAI SERAGAM DINAS KEPOLISIAN DI LINGKUNGAN KORPS BRIMOB POLRI
Pengaturan penggunaan pakaian dinas lapangan di lingkungan Korps Brimob Polri saat ini adalah dengan merujuk kepada pengaturan tentang seragam Polri saat ini diatur dalam Surat Keputusan Kapolri No.Pol. Skep/ 702/ IX / 2005 tentang Sebutan, Penggunaan Pakaian Dinas Seragam Polri dan PNS Polri, dimana dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Pakaian dinas seragam Polri berupa pakaian dinas seragam polri bersifat umum yang meliputi ; Pakaian Dinas Upacara (PDU), Pakaian Dinas Harian (PDH), Pakaian Dinas Lapangan (PDL), Pakaian Dinas Parade (PDP), Pakaian Dinas Sipil Harian (PDSH).
Pakaian Dinas Seragam Polri Bersifat Khusus berupa : Pakaian Dinas Samapta , Pakaian Dinas Lalu lintas, Pakaian Dinas Pariwisata, Pakaian Dinas Reserse , Pakaian Dinas Inteikam, Pakaian Dinas Brimob, Pakaian Dinas Pol Air, Pakaian Dinas Pol Udara,Pakaian Dinas Satwa, Pakaian Dinas Satpamkol, Pakaian Dinas Satuan Musik, Pakaian Dinas Provos, Pakaian Dinas Dokkes , Pakaian Dinas Gadik, Pakaian Dinas Pramugari ,Pakaian Dinas Forensik.
Pakalan Dinas PNS Polri, yang terdiri dari Pakaian Dinas PNS Polri Bersifat Umum : Pakaian Dinas Upacara (PDU) , Pakaian Dinas Harian (PDH), Pakaian Dinas Sipil Harian (PDSH), Pakaian Dinas PNS Polri Bersifat Khusus ,Pakaian Dinas PNS Dokkes, Pakaian Dinas PNS Peliputan.
2.1.1. LATAR BELAKANG SEJARAH PENGGUNAAN SERAGAM BERMOTIF LORENG / CAMOUFLAGE DI LINGKUNGAN KORPS BRIMOB POLRI.
Korps Brimob Polri tercatat pernah menggunakan beberapa seragam Dinas lapangan yang khas, salah satunya adalah penggunaan pakaian dinas lapangan bermotif camouflage ( loreng ) Macan Tutul, dimana loreng Macan Tutul sesungguhnya bukan monopoli loreng khas milik Korps Brimob Polri, tetapi merupakan loreng seluruh satuan angkatan perang RI khusunya pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno.
Tiap angkatan bersenjata kala itu memiliki corak dan cetakan yang agak berbeda sebagai akibat variasi mutu kain dan pabrikan, namun pada prinsipnya loreng yang kemudian dikenal dengan motif Macan Tutul sesungguhnya bersumber dari model USMC M1942, hasil hibah maupun pampasan perang milik NICA Belanda maupun dari hasil pembelian dari surplus gudang milik US Army yang sangat melimpah akibat tidak jadi dipakai oleh pasukan US Army di palagan Europe karena memiliki kemiripan dengan camo pattern milik NAZI dan SS Waffen.
Tercatat akhirnya hanya pasukan Marinir / USMC yang bertempur melawan pasukan Dai Nippon di Pacific Theatre yang menggunakan, beberapa hal yang menguatkan bahwa loreng Macan Tutul sesungguhnya pertama kali dipakai oleh pasukan USMC maupun NICA adalah adanya cerita dari para sesepuh TNI maupun Polri yang sempat berlaga dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Para sesepuh Polri maupun TNI menyebutkan bahwa beliau pernah secara hand to hand combat merebut seragam loreng milik NICA untuk digunakan sebagai pakaian dinas lapangan sehari-hari. Era pemakaian Loreng Macan Tutul dimulai secara resmi pertama kali oleh RPKAD ( Kopassus TNI AD saat ini ) tepatnya pada saat Defile 5 Oktober tahun 1954, dengan bentuk one pieces model / atas bawahan menyatu, hal ini tidak terlepas dari penyerahan semua asset perang milik Belanda dan pasca peristiwa PRRI dan Permesta.
Pada masa itu campur tangan peranan Amerika Serikat dalam peristiwa PRRI dan PERMESTA sangat kentara, sehingga untuk menutup malu Amerika kala itu memberikan program ganti rugi yang digelar lewat USAID, semua satuan TNI dan Polri dikala itu dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno menggunakan Loreng Macan Tutul.
Pemakaian loreng Macan Tutul mulai berakhir diera tahun 63-an walaupun pada tahun 1968 juga masih ditemukan beberapa satuan tetap menggunakan loreng Macan Tutul ini, sebagai contoh yang legendaries adalah foto Mayjen Soeharto di Lubang Buaya pasca tragedi Gestapu.
Mulai digantikannya loreng Macan Tutul tidak lepas dari maraknya penggunaan loreng-loreng khas satuan , seperti RPKAD , KKo , PGT dan Menpor, di awal tahun 1961 menjelang Operasi Mandala, secara resmi Menpor menggunakan Loreng Pelopor yang secara tebuka diperlihatkan pada latihan Rimba Laut di pelabuhan Ratu Sukabumi.
Pakaian dinas lapangan khas Korps Brimob yang kedua yang kemudian dikenal sebagai Loreng Pelopor adalah asli milik pasukan Resimen Pelopor (MenPor) saat akan ditugaskan pada Operasi Mandala dalam kampanye Trikora, saat itu yang berhak menggunakan adalah mereka yang tergabung sebagai anggota aktif Resimen Pelopor yang diturunkan sebagai Detasemen Pelopor dalam ikatan Resimen Tempur Pendarat ( RTP ) bersama Batalyon-Batalyon Brimob dari berbagai Komandemen Brimob Daerah ( Komobda ) .
Gambar : Loreng menpor Tahun 1971
dalam latihan Jurubala Di pantai Pelabuhan Ratu Sukabumi
Gambar : Pemberangkatan RTP
(Resimen Tempur Pendarat I )
Detasemen Pelopor dalam Operasi Mandala
Saat pelaksanaan Operasi Mandala, anggota Komobda /Resimen daerah tetap menggunakan loreng Macan Tutul sebagai loreng resmi KOGALA( Komando Gabungan Mandala) sama seperti TNI dan sukarelawan Trikora lainnya.
Penggunaan loreng motif garis mengalir khas MenPor mulai meredup pasca likuidasi Resimen Pelopor yang dimulai pasca restrukturisasi internal Kepolisian pada tahun 1969 sampai tahun 1970 dengan akibat adalah pembubaran Resimen Pelopor dan diperlakukan sebagai anggota Brigade Mobil dengan komando langsung dibawah Mabes Polri dan penghapusan penggunaan loreng bermotif khas MenPor diganti dengan menggunakan pakaian dinas lapangan warna Hijau Rimba khas Brimob.
Walaupun beberapa waktu kemudian MenPor bertransformasi menjadi Gegana di tahun 1974, pemakaian loreng khas MenPor dan atribut milik MenPor semakin langka dengan adanya kontroversi tragedi Minggu Palma oleh Batalyon Teratai tahun 1976 .
Secara otomatis sesuai perkembangan jaman yang mengharuskan penggunaan loreng MenPor semakin terkubur, walaupun demikian di era pemerintahan orde baru jajaran Mako Korps Brimob Polri dan beberapa Polda pernah mendapat jatah pembagian jaket loreng bermotif Macan Tutul walaupun secara sangat terbatas khususnya adalah pada masa kepemimpinan Panglima ABRI Jenderal M. Jusuf yang menaruh segan atas heroisme yang ditunjukkan oleh anggota Resimen Pelopor ketiga berhadapan dengan pemberontakkan Andi Azis di tahun 1960an.
(1) (2) (3)
Keterangan :
Gambar 1 dan 2 : PDL Brimob era kepemimpinan Kapolri Jenderal Awaludin Djamin tahun 1984.
Gambar 3 : Penggunaan PDL Hitam Khusus Detasemen Gegana Tahun 1988.
Pada HUT ABRI 5 Oktober 1983, perayaan terlihat lebih sederhana dibanding tahun-tahun sebelumnya dan terselenggara dengan baik di lokasi Parkir Timur Senayan,, yang tak kalah menjadi perhatian adalah perlengkapan yang dipakai prajurit. Sebagai upaya menghemat biaya dan meningkatkan disiplin, Menhakam Pangab yang waktu itu dijabat Jenderal TNI L.B Moerdani, telah menghentikan 10 ( sepuluh ) jenis seragam loreng yang dipakai oleh berbagai kesatuan.
Sebagai gantinya hanya dipergunakan hanya satu seragam loreng standar yang baru yaitu loreng DPM (Disruptive Pattern Material) Inggris, sebelum Oktober 1983, terdapat setidaknya 10 seragam loreng kesatuan/angkatan yang dipakai ABRI yaitu : Loreng IFGABA Kostrad (1 jenis), Loreng Marinir (2 jenis) Loreng Brimob (2 Jenis), Loreng Kopasgat (2 Jenis), Loreng Kodam Jaya (1 Jenis),Loreng Kodam Kalbar (1 Jenis),Loreng Kodam Irian Jaya (1 Jenis),Loreng Kavaleri (2 Jenis),Loreng Pomad Para (1 Jenis),Loreng Kopassandha (1 Jenis).
Era tenggelammnya motif Loreng MenPor mulai berakhir pada era validasi Brimob, semenjak tahun 1996, satu persatu personil Brimob mulai menjahit kembali Pakaian Dinas Lapangan dengan mengambil motif loreng MenPor, untuk kemudian oleh personil Brimob diberikan nama generik sebagai Loreng Pelopor.
Catatan resmi mengenai kemunculan kembali Pakaian Dinas Lapangan bermotif Loreng Pelopor adalah pada penggunaan secara terbuka oleh pasukan Korps Brimob Polri dari Batalyon B Resimen I Korps Brimob Polri, pimpinan Lettu Pol. Almas Kolopaking, saat upacara peringatan hari ABRI tanggal 5 Oktober 1998 yang digelar di Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdana Kusuma, Jakarta serta pada saat Hut ke 52 Korps Brimob yang dipusatkan di Mako Brimob Kelapa Dua , tampak Komandan Upacara saat itu Kolonel Polisi Jacki Ully telah menggunakan Loreng Pelopor.
Gambar : HUT ke 52 Brimob 14 November 1998 di Kelapa Dua.
2.1.2. PERTIMBANGAN TAKTIS PENGGUNAAN SERAGAM BERMOTIF LORENG / CAMOUFLAGE OLEH KORPS BRIMOB POLRI.
Salah satu sumber referensi dari Majalah Angkasa edisi koleksi (2005) menyebutkan bahwa Camo atau camouflage pada dasarnya bisa dibagi kedalam dua kategori, yakni natural camo dan artificial camo.
Natural camo telah ada semenjak jaman primitive dan ditempuh dengan cara belajar dari alam, natural camo merujuk tingkah laku dan karakteristik warna binatang, tumbuh-tumbuhan, dan semua elemen yang ada di alam, sedang artificial camo adalah teknik kamuflase yang dikembangkan terutama untuk keperluan militer, mulai diadopsi untuk keperluan taktis sejak Perang Dunia I.
Sejarah kamuflase menyebutkan terdapat berbagai macam desain camo, berbasis kepada Dazzle Pattern dan Disruptif Pattern, secara mendalam, dalampenjelasan Scientific Explanation of Camouflage menyebutkan bahwa Camouflagediciptakan untuk mengelabuhi musuh secara visual terhadap kondisi medan lapangan selain adanya khasiatsebagai moral booster dan spirit de corps; bisa membawa misi national identitiy
Efek kamuflase dapat tercipta dalam perubahan bentuk, warna dan kontras dari obyek-obyek yang dikamuflasedalam relasinya dalam kondisi sekeliling, sementara itu, seseorang dapat melihat suatu obyek pandang berdasarkan prinsip bahwa semua benda memiliki kekuatan radiasi elektromagnetik yang dapat dideteksi mata apabila masuk dalam batas ambang jangkauan pandang dalam spectrum elektromagnetik.
Teknik kamuflase dikatakan berhasil jika perubahan bentuk, warna, dan kontras yang dilakukan mampu menghindari batas ambang tersebut.Perlu diperhatikan pula, kamuflase harus memperhitungkan berbagai kondisi jarak pandang. Jika memperhatikan hutan pada jarak dekat, yang akan tampak adalah :
Banyak sekali pecahan-pecahan kecil yang terdiri dari berbagai bentuk serta warna dan kadar terang redupnyaserta warna dan kadar terang redupnya berbeda-beda. Lebh jauh lagi, penglihatan sekali kali melebur menjadi bentuk yang lebih besar, sehingga yang tertangkap mata hanyalah: wilayah atau area yang sangat besar dengan kadar terang redup / brightest yang berbeda.
Titik-titik yang menyatu membentuk semacam resolusi gambar tersebut tak lagi mampu membedakan bentuk-bentuk kecil yang menjadi bagiannya.Penjelasan mengacu pada hasil riset Barracuda, sebuah perusahaan di Swedia yang bergerak di bidang kamuflase.
Kekuatan pikiran untuk menangkap warna yang diterima oleh mata juga berbeda menurut jarak.Pada jarak yang tergolong jauh, warna cenderung kelihatan kurang jelas. Hal ini disebabkan kadar terang redup warna / Colour Shade yang berbeda-beda dan akan melebur menjadi satu, akibatnya intensitas warnapun akan melemah. Kamuflase yang baik tentu saja harus menghasilkan efek yang samaantara efek pola dan efek warna, dengan demikian teknik kamuflase harus dirancang berdasarkan pertimbangan penglihatan jarak dekat maupun jarak jauh.
Menurut pendekatan ilmu fisika, setiap obyek akan memantulkan jumlah cahaya dalam panjang gelombang yang berbeda, hal inilah yang menyebabkan munculnya kadar brightness dan penampakan warna, berikut ini logika pemantulan cahaya untuk obyek yang padat dan tidak tembus pandang: Emisivitas + Reflesivitas = 1
Emisivitas adalah cahaya yang dipancarkan dan refleksivitas adalah cahaya yang dipantulkan, dengan demikian konsekuensi suatu obyek yang mempunyai emisivitas tinggi akan mempunyai tingkat refleksivitas yang rendah, atau dalam penjelasan lain:
Obyek yang memiliki emisivitas tinggi akan cenderung kelihatan gelap, seperti dalam tabel diatas terlihat penjelasan tingkat refleksivitas dari berbagai permukaan medan yang ada di Bumi dalam spectrum cahaya yang bisa dilihat mata. Secara umum, penggunaan seragam dinas sebagai Pakaian Dinas Lapangan dengan motif Loreng / Camouflage setidaknya terdapat dua alasan sebagai latar belakang.
Pertama adalah adanya pertimbangan penyamaran dengan lingkungan sekitar khususnya kegiatan operasi yang dilaksanakan di medan berhutan , dan yang kedua adalah bahwa seragam dinas yang menggunakan motif Loreng yang sifatnya khas dan unik sebagai identitas pembeda dengan identitas lainnya dapat digunakan untuk mendongkrak kekuatan, kekompakan dan semangat moral kesatuan.
Indonesia sebagai salah satu dinegara yang sampai saat ini kerap berhadapan dengan ancaman disintegrasi bangsa dalam bentuk-bentuk gangguan keamanan seperti insurgency, terrorism bahkan gerilya, kelompok separatisme yang tumbuh dan adanya kolaborasi dengan kelompok terorisme, sesungguhnya merupakan suatu tantangan tersendiri bagi institusi Kepolisian dalam upaya-upaya penegakkan hukum.
Fenomena potensi gangguan kamtibmas yang sedemikian tadi menyebabkan beberapa institusi kepolisian di beberapa Negara membentuk dan menyiapkan kesatuan-kesatuan Polisi yang dilengkapi dan dilatih dengan peralatan militer, mulai seragam yang cocok dan sepadan untuk digunakan disegala medan seperti hutan dan kawasan pedalaman sampai peralatan persenjataan, alat angkut bahkan pelatihan dan keterampilan setingkat pasukan khusus militer.
Terdapat beberapa perdebatan mengenai apakah Polisi sebagai sebuah organisasi Civil memerlukan peralatan dan pelatihan seperti yang dimiliki oleh institusi Militer suatu Negara. Semenjak tragedi 911 yang menimpa masyarakat Amerika dan peristiwa pemburuan pelaku peledakan bom Panci di Boston, pada akhirnya mmemaksa beberapa kepolisian di Negara yang bahkan menganut system kepolisian terpisah / Fragmented Police System mulai secara terbuka dan besar-besaran menggunakan peralatan dan latihan yang selama ini hanya dikenal oleh lingkungan militer.
Pendapat diatas dapat dilihat pada fenomena guna memenuhi kebutuhan personil-personil Polisi yang mampu mengawaki unit lawan terror, Sniper dan Sharp Shooter Polisi, K-9, Negosiator, dan penjinak Bom. Pada akhirnya memaksa pemerintah Negara bagian untuk memberikan porsi lowongan kerja sebagai anggota Kepolisian secara lebih besar kepada para mantan combatan, purnawirawan dan veteran militer yang telah pensiun ataupun purna ikatan dinas wajib militer.
Bentuk kesatuan Polisi yang dilengkapi dan dilatihkan secara militer kini berkembang sebagai sebuah keharusan dalam konsep Negara demokratis dimana merupakan suatu kebutuhan untuk memiliki kesatuan Polisi namun berkemampuan militer daripada memiliki kesatuan Militer yang melaksanakan tugas Polisionil.
Gambar :operasi kepolisian di Poso, Aceh dan Papua saat ini
Tito Karnavian (2013) mengatakan bahwa definisi sebagaimana diargumentasikan oleh O’Neill dan Wilkinson, maka saat ini Indonesia juga menghadapi setidaknya dua kelompok insurgensi : jaringan Islamis radikal dan separatis (etnonasionalis).
Polri memegang peranan sentral, terutama dalam pelaksanaan penegakan hukum.Polri diharapkanmampu untuk mencegah aksi kekerasan insurgen, disamping dapat mendeteksi, mengungkap dan memproses hukum pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para insurgen.
Penegakan hukum yang efektif akan dapat memberikan efek deteren, menekan insurgen dan sekaligus memperoleh legitimasi dan dukungan publik, untuk memenuhi peran ini maka Polri harus memiliki kemampuan deteksi yang baik, penyidikan secara ilmiah (scientific criminal investigation), serta striking force yang mumpuni untuk beroperasi di berbagai medan .
Oleh karena itu Polri perlu mengembangkan dan meningkatkan kembali kemampuan taktis Brimob Polri agar dapat efektif melaksanakan operasi di medan hutan dan gunung, dengan tetap dalam kerangka operasi penegakan hukum. Kemampuan ini juga perlu dikembangkan untuk mendukung efektifitas operasi penegakkan hukum oleh Polri .
Pencarian literature ilmiah terkait korelasi pakaian seragam dikalangan kesatuan seperti TNI maupun Polri masih merupakan hal yang langka di Indonesia , namun beberapa tulisan seperti penelitian dari Anisse Alami yang berjudul “ Efektivitas Implementasi Kebijakan Fakultas Tentang Penggunaan Seragam Dalam Rangka Pembentukan Karakter Calon Guru di FKIP UNS “ yang dimuat dalam Jurnal Pendidikan Bisnis dan Ekonomi (BISE) Vol.1 No. 1 Tahun 2013 dan sebuah tulisan dari Nathan Joseph dan Nicholas Alex berjudul ” The Uniform, A Sociological Perspective “ yang dimuat dalam American Journal of Sciology memberikan gambaran bahwa seragam dimaksudkan untuk mengurangi individualitas sebanyak mungkin guna mencapai identitas kolektif.
Seragam juga dapat dilihat sebagai sebuah sarana yang digunakan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ditemukan dalam organisasi yang kompleks , seperti untuk menjawab dimensi dari tugas dan keweangan yang dimiliki, untuk meningkatkan keyakinan adanya kepatuhan terhadap tujuan dan misi organisasi,serta menghilangkan kesenjagan antar anggota organisasi,seragam memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai peringatan “ totem “, penegasan jati diri,wujud pengakuan dan penekan adanya sikap individualism menjadi perilaku kolektive .
Penelitian Anisse Alami mengutip beberapa pendapat antara lain dari : pendapat Sukastomo (2004) yang memberikan penjelasan bahwa seragam memiliki banyak fungsi diantaranya adalah, menciptakan kedisiplinan. Pemakaian seragam yang ditentukan harinya, dapat menciptakan perasaan dan semangat disiplin. Membentuk kerapian, menampakkan keindahan. Kerapian akan memunculkan keindahan yang enak dipandang, dan tercipta rasa persatuan dan kesatuan di antara anggotanya dan sebagai kendali. Orang yang memakai seragam secara otomatis dirinya akan terkendali karena mencerminkan sebuah institusi dari seragam tersebut (Budiyati,2010).
Hubungan antara identitas Brimob sebagai sosok anggota Polri yang dirancang untuk melakukan tindakan –tindakan kepolisian diluar kemampuan umum anggota Polri lainnya memerlukan kajian mendalam antara mendudukan Identitas Brimob sebagai individu dan organisasi serta perlunya sikap Spartan yang dibentuk dari adanya Integritas, Soliditas dan Loyalitas lebih dari pada anggota Kepolisian pada umumnya, sehingga sangat tepat apa yang disampaikan oleh kedua kajian tulisan diatas bahwa seragam, dalam hal ini seragam loreng bagi Brimob secara taktis memiliki kepentingan tersendiri guna membangun identitas dan militansi diatas rata-rata terhadap tugas dengan dimensi ancaman yang tidak memberikan ruang sedikitpun untuk kesalahan taktik dan teknis “ there is no room for an error”.
2.1.3. PERTIMBANGAN PRAKTEK INTERNASIONAL PENGGUNAAN SERAGAM BERMOTIF LORENG / CAMOUFLAGE OLEH LEMBAGA PENEGAK HUKUM DAN KEPOLISIAN DI BEBERAPA NEGARA.
Berikut ini adalah bentuk unit–unit paramiliter kepolisian dalam operasi lawan insurgensi yang memiliki kemiripan dengan Korps Brimob Polri baik secara Struktural organisasi, Substansi tugas dan peran kepolisian dan Kultural sistem kepolisian menghadapi dan menanggulangi berbagai bentuk gangguan kamtibmas, seperti merujuk kepada Negara : Thailand, Malaysia, Cambodia, Vietnam, Singapura dan Philippines.
Seperti yang ditunjukkan dibawah ini, hampir seluruh unit Paramiliter Kepolisian yang disebutkan menggunakan seragam dinas bermotif Loreng /Camouflage sebagai salah satu Pakaian Dinas Lapangan yang digunakan secara khusus manakala berhadapan dengan gangguan kamtibmas yang terjadi didaerah pedalaman, hutan dan kawasan lain yang memerlukan selain seragam dinas yang memang digunakan untuk Parade dan Upacara, pelayanan umum serta misi kepolisian lainnya.
Secara kasat mata setiap seragam dinas bermotif Loreng / Camouflage yang digunakan memiliki pola loreng yang unik dan khusus sehingga sangat berbeda dengan pola yang Loreng yang digunakan secara umum oleh institusi militer di Negara yang bersangkutan.
Trend penggunaan motif loreng sebagai salah satu motif pada pakaian seragam unit-unit kepolisian ternyata juga ditemukan di beberpa kepolisian negara di kawasan Asia Selatan, Afrika, dan Amerika Latin.
Negara-negara yang disebutkan diatas ditemukan bahwapenggunaan seragam dinas bermotif Loreng /camouflage merupakan suatu keharusan dalam menghadapi gangguan kamtibmas yang kerap terjadi kawasan Hutan, terpencil jauh dari pemukiman penduduk, namun demikian pola dan corak yang digunakan tetap memiliki perbedaan yang jelas dengan motif loreng yang dimiliki Militer.
1. Malaysia
Pada tahun 2009, the General Operations Force (atau dikenal dengan nama The Police Field Force) dari PDRM ( Polis Diraja Malaysia ) mulai menggunakkan loreng/Camouflage bermotif sapuan kuas yang unik / brush-stroke camouflage, diketahui bahwa The General Operations Force merupakan unit Kepolisian PDRM yang dilengkapi dan mendapatkan latihan militer sama seperti yang dimiliki oleh Satuan Korps Brimob Polri .
The Police Special Operations Command dari PDRM memiliki dua sub divisi antara lain : VAT 69 and the UTK (Unit Tindakan Khas), pada awal tahun 2013, VAT 69 and UTK mulai menggunakan motif loreng digital / camouflage, seperti yang ditunjukkan dibawah ini .
- Thailand
The Royal Thai Border Patrol Police (BPP) atau dikenal sebagai Patroli Polisi perbatasan Thailand memiliki kemiripan Struktur organisasi, tugas dan kultur seperti Korps Brimob Polri. BPP ditugaskan diseluruh wilayah Thailand, khususnya pada daerah –daerah perbatasan Negara yang kerap berhadapan dengan penyelundupan senjata api, bahan peledak, Narkoba dan pencurian benda cagar budaya.
BPP dilengkapi dan dilatih sebagai unit Polisi berkemampuan light infantry, dengan persenjataan yang memadai, sehingga pada umumnya setiap anggota BPP berpenampilan selayaknya infantryman, dimana personil BPP utamanya ditugaskan untuk menghadapi dan dilibatkan dalam counter-insurgency operations.
Terdapat beberapa variasi motif dalam penggunaan seragam dinas bermotif Loreng/ Camouflage dalam tubuh BPP, beberapa unit menggunakan Camouflage berbeda sesuai penempatan dan penugasan yang dilaksanakan. Unit-unit yang ditugaskan di Yala dan Pathani di wilayah Southern Thailand menghadapi ancaman separatisme memiliki seragam dinas bermotif Loreng Digital yang sangat khas.
Salah satu kekhasan yang dimilki BPP, adalah adanya unit elite lintas udara / airborne formation yang dikenal sebagai The Police Aerial Reinforcement Unit (PARU), secara khusus unit PARU adalah merupakan unit counter-terrorist unit yang umumnya ditugaskan kepada Satuan 261 Counter-Terrorist Unit, unit khusus ini menggunakan motif loreng tiger stripe camouflage , mirip yang digunakan oleh unit khusus Green Berets US Army saat perang Vietnam.
- Philippina
Kepolisian Nasional Philippina (PNP), memiliki unit tindak khusus yang mirip dengan Korps Brimob Polri, unit Special Action Force / The SAF pada awalnya merupakan bagian dari Polisi Militer Philipina/Constabulary, namun saat ini SAF merupakan bagian dari Philippine National Police/ PNP, SAF diketahui telah menggunakan berbagai bentuk dan motif loreng sebagai salah satu seragam dinas sejak beberapa waktu lampau.
SAF saat ini menggunkan motif Loreng yang sangat unik sebagai seragam dinas seperti yang diperlihatkan pada gambar dibawah.
-
Vietnam
Kepolisian Rakyat Vietnam / The Vietnam People’s Police di awal tahun 1990an mulai menggunakan seragam dinas bermtif loreng / camouflage khusus digunakan oleh beberapa unit yang berhadapan dengan kejahatan berintensitas tinggi termasuk melawan Gang Narkoba yang menguasai kawasan segitiga emas / Golden Triangle, unit-unit khusus ini diketahui masih mempertahankan penggunaan seragam dinas bermotif Loreng / camouflage sampai saat ini, terdapat 2 ( dua ) pola loreng yang berhasil diketahui dari hasil penelitian Ken Conboy di tahun 2010 , kedua motif tersebut adalah :
-
Singapore
Sebagai sebuah Negara pulau yang memiliki pendapatan perkapita tertinggi di ASEAN , adalah tidak sulit bagi pemerintah Singapura untuk mendatangkan Gurkha units untuk ditugaskan menjaga kemanan dan ketertiban di SIngapura, peran Unit Gurkha yang tidak ubahnya seperti jajaran Kepolisian Singapura dimana pada saat penugasan , unit Gurkha yang dimaksud menggunakan pakaian seragam milik Kepolisian Singapura termasuk salah satunya menggunakan Pakaian dinas bermotif British style DPM camouflage( motif loreng khas tentara Inggris yang disebut sebagai motif “Malvinas” yang juga digunakan oleh TNI).
- Cambodia
Sebagai bekas Negara jajahan, Cambodia mengikuti pola Negara Perancis yang pernah cukup lama menjajahnya, system kepolisian Perancis memungkinkan pemerintah Cambodia untuk membentuk unit paramiliter bersenjata seperti unit Gendarmerie yang memiliki otoritas untuk melakukan upaya paksa baik terhadap oknum Militer maupun sipil biasa.
Cambodian Gendarmerie secara teknis adalah unit Polisi Militer dibawah otoritas Militer Cambodia, The Cambodian Gendarmerie menggunakan berbagai jenis seragam bermotif Loreng/camouflage sama seperti yang digunakan oleh Militer Cambodia secara umum.
3.1 KESIMPULAN
Pakaian Dinas Lapangan bermotif loreng / Camouflage dapat digunakan sebagai Seragam dinas Kepolisian di lingkungan Korps Brimob Polri karena memenuhi pertimbangan historis merupakan bagian dari sejarah perjuangan Korps Brimob Polri yang perlu dipertahankan, adanya kebutuhan penugasan khususnya medan operasi yang sangat spesifik menghadapi gangguan kamtibmas berkadar tinggi serta adanya kepatutan penggunaan seragam bermotif loreng sebagaimana yang digunakan oleh beberapa lembaga penegak hukum dan Kepolisian secara Internasional.
3.2 SARAN DAN REKOMENDASI
- Perlu mengadakan sosialisasi kepada jajaran eksternal dan internal Polri terhadap rencana perubahan dan penyempurnaan penggunaan seragam kepolisian.
- Membuat contoh Pakaian Dinas Lapangan bermotif Loreng untuk digunakan secara terbatas oleh team uji coba sesuai dimensi tugas yang ditetapkan maupun pada event-event tertentu guna meneliti lebih jauh melalui uji coba empiris di lapangan terkait faktor kenyamanan , moral booster dan efek kamuflase yang dihasilkan dengan kualitas keberhasilan tugas dilapangan.
Demikian naskah pengaturan penggunaan pakaian dinas lapangan dilingkungan Korps Brimob Polri disusun sebagai bahan masukkan dan pertimbangan kepada pimpinan Polri,dengan harapan bahwa rekomendasi penyempurnaan model jahitan, perubahan warna, penetapan penggunaan pakaian dinas lapangan Korps Brimob Polri bermotif loreng serta penetapan penggunaan pakaian dinas Lapangan di lingkungan Korps Brimob, berdasarkan pertimbangan : kegunaan praktis , taktis dan nilai kesakralan yang dimiliki oleh masing-masing jenis seragam kelak dapat menjadikan Korps Brimob Polri memiliki soliditas dan solidaritas selaku salah satu satuan terbaik Polri dalam melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
- Amanat/ sambutan Kepala Kepolisian R.I. , Komisaris Djendral Pol. Drs. Hoegeng pada peringatan HUT Tri Windu Korps Brigade Mobil pada tanggal 14 November 1969.
- Angkasa, Edisi Koleksi (2005), Military Camo Seragam Kamuflase Militer, Gramedia, Jakarta
- Conboy,Ken (2008), ELITE The Special Forces Of Indonesia 1950 -2008 Illustrated Supplement, Equinox Publishing, Singapore
- Irjen Pol.Drs. Muhammad Tito Karnavian, MA, PhD, (2013) “Peran Polri Dalam Penanganan Insurgensi Di Indonesia”, Rastra Sewakottama.
- Sarlito Wirawan Sarwono, (2005), Psikologi Sosial, Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan, PT Balai Pustaka (Persero), Jakarta.
- Setyawan, Anton Agus & Andi M Darlis (2010), Resimen Pelopor Pasukan Elit Yang Terlupakan, Mata Padi Pressindo , Yogyakarta.
- http://answers.yahoo.com/question/index?qid=20110326011547AARzsEh
- http://www.militarymorons.com/gear/gear.1.html
- http://www.truspec.com
- http://www.jstor.org/discover/10.2307/2776756?uid=3738224&uid=2129&uid=2&uid=70&uid=4&sid=21104177957627
- http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/ptn/article/view/1898








