HACKER, HACKING DAN KEGALAUAN POLRI DI TIMBUKTU
Perkembangan teknologi informasi tidak ubahnya seperti pedang bermata dua, disatu sisi kecangguhan teknologi informasi telah berhasil menghapuskan sekat sekat geografis antar wilayah bahkan negara, seseorang cukup duduk didepan sebuah laptop yang tekoneksi melalui jaringan internet untuk melakukan pembicaraan tatap muka langsung secara real time dengan lawan bicara yang berada ribuan mil jauhnya, namun demikian kemungkinan yang sama terjadi manakala pembicaaraan via layanan komunikasi internet tersebut ternyata digunakan untuk melakukan kejahatan lintas negara yang memiliki kedaulatan dan yuridiksi berbeda.
Sejarah kejahatan dalam dunia maya merupakan salah satu isu penting dalam hukum dunia maya ( cyber law), sehingga dalam sudut pandang praktis terhadap cakupan kejahatan dunia maya terhadap sistem komputer tentunya berkisar dari masalah akses tanpa ijin, perusakkan data atau program komputer, penyisipan data tanpa ijin terhadap, dari atau dalam sistem atau jaringan termasuk didalamnya kegiatan spionase komputer, sedikit berbeda tentunya manakala kejahatan dunia maya difokuskan kepada sebagai suatu definisi kejahatan apapun yang dilakukan melalui internet dan sistem komputer sebagai suatu kejahatan yanglebihluas termasuk sebagaimana yang tercantum dalam Konvensi kejahatan Dunia maya : Penipuan yang berkaitan dengan komputer, Pelanggaran hak cipta, pornografi anak, dan keamanan jaringan .
INTERNET SEBAGAI PUBLIC DAN GLOBAL GOOD
Kemanfaatan jaringan Internet untuk kehidupan manusia perlu mendapat perhatian yang serius , hal ini disebabkan karakteristik Internet itu sendiri sebagai suatu jaringan yang sifatnya Publik dan Global pada dasarnya adalah tidak aman , perencanaan dan implementasi perlindungan berupa sistem keamanan Internet senantiasa diperlukan dan dikembangkan , Internet sebagai sarana untuk memudahkan kehidupan manusia memerlukkan manusia itu sendiri untuk mengelola jaringan, tinggal bagaimana niat dan tujuan penggunaan , apakah untuk hal positif atau untuk kejahatan yang kerap kemudian disebut Hacker Hitam / Cracker.
Makna harafiah Hacker,Hacking dan Cracker adalah merujuk kepada orang , atau sekelompok orang dengan kemampuan tertentu dibantu jaringan dan peralatan Komputer melakukan penyusupan dan kemudian melakukan perusakkan dengan maksud untuk sekedar mengetahui kelemahan suatu sistem keamanan lantas berkeinginan untuk memberikan rekomendasi perbaikan dan penyempurnaan maupun memang bertujuan untuk mengambil keuntungan secara tidak sah. Bila Hacker merujuk kepada pelaku dan Hacking merujuk kepada perbuatan maka Cracker merujuk kepada pelaku “Hacker” yang melakukan perbuatan dengan motivasi kejahatan.
Pemikiran terhadap upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh hacker yang berkembang menjadi Cracker sebagai suatu keharusan negara sebagai pemegang otoritas kedaulatan. Manakala bentuk serangan hacker yang berkembang menjadi kejahatan serius, telah berkembang lebih dari sekedar kegiatan kreatif untuk menguji level dan ketahanan suatu sistem keamanan Komputer, menjadi suatu kejahatan yang merugikan kepentingan dan hak individu-individu maupun masyarakat dan eksistensi kedaulatan suatu negara, sebagai sebuah karakteristik jaringan Internet adalah sebuah Public dan Global Good mensyaratkan kerjasama lintas negara, lintas penegak hukum dan pengampu kepentingan dan kesamaan persepsi sesama pemangku kepentingan (penegak hukum) terhadap landasan dan kewenangan hukum yang melingkupi kejahatan dunia maya sebagai ulah Hacker, Hacking dan Cracker.
Fenomena kebutuhan kerjasama dan persamaan persepsi hukum, didukung oleh pendapat Niniek Suparni yang menyebutkan bahwa Problematika dan permasalahan yang muncul seiring penggunaan Internet dan tindakan Hacking yang dilakukan Hacker dan atau Cracker menimbulkan implikasi sebagai berikut : pertama Problematika Substansif, yakni permasalahan yangterkait dengan keaslian data masage, Keabsahan ( Validity), kerahasiaan ( Confidentality/ Privacy), keamanan ( Security), dan ketersediaan ( Availibility) kedua , terkait problematika Prosedural yaitu pengakuan dan daya mengikat putusan hakim suatu negara lain untuk diberlakukan dan dilaksanakan di negara lawan, sekalipun terdapat instrumen –instrumen Internasional .
Polri selaku alat negara penegak hukum diberikan tanggung jawab untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat melalui upaya pemeliharaan kamtibmas dan penegakkan hukum di Indonesia,tercatat beberapa prestasi Polri terkait upaya penegakkan hukum terhadap kejahatan Dunia maya baik dalam konsepsi praktis maupun kejahatan dunia maya dalam konteks segala kejahatan yang dilakukan melalui internet dan sistem komputer namun bagaimana ketika Polri sebagai suatu organisasi dalam mengelola jumlah dan kemampuan Sumber daya Manusia yang ada dan bervariatif, Sumber Anggaran yang harus akuntabel dan bentang Geografi Nusantara, akankah mampu mewujudkan suatu Kepastian Hukum melalui upaya penegakkan hukum yang profesional dan berkeadilan terhadap kejahatan dunia maya yang dilakukan oleh hacker maupun Cracker.
PROBLEMATIKA PENYIDIKAN KEJAHATAN DUNIA MAYA
Yuridiksi !, setiap Penyidik Polri yang kebetulan mengahdapi atau menerima laporan kejahatan dunia maya setidaknya harus memperhatikan 3( tiga) pertimbangan utama dalam penegakkan hukum terhadap kejahatan dunia maya: pertama ,Yuridiksi Prosedural , kedua : Yuridiksi Substantif , aturan mana yang akan di terapkan, ketiga: Yuridiksi penegakkan, bagaimana menerapkan kepusan pengadilan terhadap sebuah penyidikan kejahatan dunia maya.
Pengadilan atau negara manakah yang mempunyai kewenangan yang tepat untuk melakukan tindakan berdasar hukum, Produk Hukum apakah yang tepat digunakan dalam kriminalisasi kejahatan dunia maya dan siapa yang berwenangt untu7k melakukan proses penyidikan , bagaimana prosedur dan apa yang bisa dilakukan terhadap eksekusi keputusan hukum yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, sebagai gambaran bilamana kejahatan yang dilakukan oleh Hacker/ Cracker dilakukan antar wilayah yang memiliki kewenangan berdasar locus delicti apakah dapat dikembangkan pengertiannya menjadi tempat dimana kejahatan dilakukan, tempat dimana akibat kejahatan tersebut dirasakan atau tempat dimana kejahatan tersebut digagas dan dipersiapkan.
Ketika locus delicti sedemikian penting menjadi pertimbangan apakah penyidik Polri di Polres atau Polsek Timbuktu dapat serta merta menerima kemudian melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut terkait laporan masyarakat, dan untuk mencegah Penyidik Polri menolak Laporan Masyarakat dengan alasan bukan dalam lingkup yuridiksi tugas dan kewenangannya maka pertimbangan sebagai berikut dapat menjadi pedoman untuk menyikapi peliknya permasalahan untuk menetukan siapa yang paling berhak menerima dan melakukan peyidikan.
Kejahatan Dunia Maya sebagai kejahatan yang terjadi secara lintas negara ( wilayah ) memerlukan pemahaman yang mendalam bagi setiap otoritas penegak hukum untuk setidaknya memahami beberapa asas yang dapat dipergunakan , yaitu : pertama ; Subjective territoriality dimana menekankan bahwa berlakunya hukum pidana adalah didasarkan kepada dimana perbuatan pidana dilakukan walaupun akibat yang ditimbulkan berada di wilayah lain, kedua; adalah Obyective Territoriality yang menyatakan hukum yang berlaku adalah dimana akibat utama perbuatan kejahatan dirasakan, ketiga ; nationality adalah yuridiksi didasarkan kepada kewarganegaraan pelaku tindak pidana dunia maya, Keempat ; adalah passive nationality , adalah yuridiksi diberlakukan menurut kewarganegaraan korban kejahatan , kelima; Protective principle yang menyatakan bahwa berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, keenam; asas universality sebagai asas universal interest juridisdiction maknanya memperoleh perluasan bahwa setiapnegara berhak menangkap dan menghukum pelaku lintas negara khususnya kejahatan dunia maya seperti terhadap pelaku kejahatan pembajakan, kejahatan genosida, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Bukti dan Pembuktian dalam Kejahatan Dunia Maya
Bayangan pertama dalam benak penyidik Polri manakala menerima laporan terkait Kejahatan Dunia maya , seperti ketika seseorang yang dengan sengaja mengambil keuntungan dari sebuah kegiatan transaksi online , sebagai seorang hacker/ Cracker anonimitas identitas merupakan kesulitan tersendiri sebelum penyidik Polri dapat dengan melakukan suatu penyidikan atas laporan masyarakat.
Penyidikan yang mengacu kepada KUHAP tidak mengatur tentang bukti bukti elektronik adalah bukan merupakan suatu dalih yang lantas bisa membebaskan Hacker/ Cracker untuk melenggang dari jeratan Hukum.upaya upaya penelusuaran bukti yang berkaitan dengan kejahatan dunia maya dapat dikenakan delik- delik Konvensional agar lebih tegas , artinya Penyidik Polri tidak perlu ragu-ragu menggunakan dan menggupayakan mencari keterangan saksi, keterangan ahli, surat petunjuk dan keterangan terdakwa, walaupun secara praktek adalah sangat sulit menemukan seorang yang berkualifikasi ahli dibidang Komputer dan jaringan Internet yang dapat secara sah memberikan keterangan , apalagi bagi penyidik Polri di pedalaman.
Penggunaan pasal 184 KUHAP mampu diterapkan dalam kasus kejahatan dunia maya untuk sistem pembuktian dan alat alat bukti, demikian halnya dengan surat elektronik ( e-mail) juga dapat dijadikan sebagai alat bukti surat berdasarkan pasal 187 huruf d KUHAP, pergeseran bentuk surat dari paper based menjadi elektronic based apalagi yang didukung dengan oleh alat bukti lain maka kedudukannya akan lebih meyakinkan kedudukannya sebagai alat bukti dalam perkara cyber crime, walaupun secara eksplisit belum diatur dalam KUHAP.
Dilihat dari perkembangan teknologi saat ini, alat bukti menurut KUHAP yang dapat digunakan dalam mengadili Cybercrime terhadap komputer dan program komputer adalah keterangan ahli, Surat dan Petunjuk, ketiga alat bukti ini adalah alat-alat bukti yang paling esensiil memberi pembuktian yang maksimal dibandingkan keterangan saksi( korban maupun saksi lain ) dan keterangan terdakwa.
SANKSI PIDANA SEBAGAI ULTIMUM REMIDIUM
Ketika penegakkan hukum berupa upaya penyidikan dan penjatuhan Sanksi pidana berhadapan dengan dinamika Struktur , Substansi dan Budaya hukum yang demikian relative , sehingga bagi sebagian masyarakat keinginan melapor adanya suatu kejahatan dunia maya , maupun inisiatif Polri melakukan penyidikan sering terkendala. Kesulitan menghadirkan saksi ahli, biaya penyidikan yang relatif belum mencukupi maupun dugaan kerugian yang bisa saja demikian kecil secara material merupakan suatu keuntungan bagi Hacker dan Cracker untuk terus melakukan aktifitasnya, sehingga terobosan upaya penegakkan hukum sebagai ultimum remidium (pilihan terakhir ) perlu disikapi oleh masyarakat dan pengelola jaringan internet untuk pandai pandai melakukan pencegahan secara aktif maupun pasif agar terhindar menjadi korban kejahatan dunia maya, pun demikian kepada pengelola jasa layanan Internet untuk sedapatnya memeberikan perlindungan kepada konsumen pemakai jasa Internet untuk melakukan blokir ataupun memberikan peringatan atas konten yang diduga digunakan secara ileggal maupun melanggar huku yang berpotensi merugikan masyarakat sebagai konsumen, layan laporan penyalah gunaan dan komplain terhadap jasa jaringan Internet menjadi kewajiban semua pihak.
Daftar Pustaka
1. Niniek Suparni,S.H.,M.H. Cyberspace; Problematika dan Antisipasi pengaturannya, Sinar Grafika, 2009.
2. Agus Raharjo,S.H.,M.Hum. Cybercrime; Pemahaman Dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi,Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2002.
3. Jovan Kurbalija, Sebuah Pengatar Tentang Tata Kelola Internet, Diterjemahkan oleh Andreas Adianto dan Swastika Nohara, APJII, 2010.
4. Drs.H.Sutarman,M.H., Cyber Crime; Modus Operandi dan Penaggulangannya, LaksBang PRESSindo, Jogjakarta,2007.