-
S.O.P JADI TAMENG PENYELAMAT
insiden serangan dari KKB pada hari Rabu tanggal 20 Maret 2024 pukul 08.00 WIT terhadap anggota Pos Polisi Ndeotadi 99 Distrik Baya Biru Kabupaten Paniai, dari kejadian tersebut terdapat 2 (dua) korban personel Pos Pol Ndeotadi 99, adapun indentitas personel Pos Polisi Ndeotadi 99 yang gugur adalah :
- Bripda Arnaldobert Fhin J. V. Yawan / 98040135, jabatan Ba Unit Patroli Pos Polisi Ndeotadi 99
- Bripda Sandi Defrit Sayuri / 00120163, jabatan Ba Unit Patroli Pos Polisi Ndeotadi 99.
mengambil hikmah dari kejadian penembakan terhadap rekan Sabhara Polda Papua yang gugur tadi, Kita perlu mengingat lagi SOP dalam melaksanakan tugas, bagaimana buddy system dilaksanakan, bagaimana cara melakukan RPU terhadap suatu kegiatan seperti mengamankan posisi diri sendiri saat RPU apakah harus terlihat ataukah harus mencari lindung tembak dan lindung tinjau.
Bagaimana menggunakan HT apakah kawan kawan yang lain tahu kita ada dimana dan sedang apa, apa sandi atau kode saat butuh back up termasuk bagaimana menggunakan pakaian dinas lengkap agar memudahkan kita manuver saat melakukan serangan balasan maupun melakukan pengunduran bila kekuatan musuh sangat kuat.
Apakah kita masih ingat bagaimana SOP tembakan kita, double tap kemudian masih ingat bagaimana melakukan reaksi saat diserang ( 5 M ) MENGHILANG, MENGGULING cari perlindungan, MERAYAP cari lokasi yang baik, MENINJAU /MENDENGAR untuk mencari tahu berapa jumlah musuh,dari mana arah tembakan kemudian MENEMBAK sebagai BALASAN .. sambil mengukur apakah kita lanjutkan dengan SERMUJAM atau KUPAS kanan ,kiri atau tengah
Selalu mempersiapkan rencana gerakan, mana pangkal gerak, mana titik istirahat, mana titik kumpul dan mana jalur jalur tikus untuk kembali ke posko serta menghitung mana jalur melingkar untuk sergap lawan , tidak boleh malas dan bosan melakukan patroli obat nyamuk, bagi team siapa yang nurunkam barang,siapa yang masak dan siapa yang patroli keamanan.
Membuat pengamatan dan update hasil patroli pengintai di sekitar BOD kita , mana alarm stelling masing masing, dantim dimana , batis dimana , yanrad dan SO dimana dan batas batas tembakan paling kanan dan kiri serta batas tembakan terjauh dari tiap tiap orang di BOD.
Ada SOP yang harus kita ingat kembali,berikan tanda di GPS kita ataupun menghapal tanda Medan atau informasi tentang lokasi kritis yang sering dipakai untuk melakukan ambush / sanggong terhadap konvoi pasukan yg serpas.
Biasakan mobil pertama berikan klakson kencang kencang sehingga anggota yang ada di bak belakang bisa siap siaga dan melakukan pengawasan penuh, berikutnya kalau sudah tahu titik itu sering terjadi ambush/sanggong ya dibalik dong…. Masak kita dikerjain terus ,sekali kali kita lakukan gerakan melambung , saat konvoi pasukan bergeser ada team yang diturunkan ke jalan kemudian melambung mencari lokasi lokasi kritis tadi , harapannya kita bisa voor contact dengan mereka , biasanya kalau mereka pernah kita sanggong balik di lokasi-lokasi kritis lambat laun mereka akan menjauh.
Terima kasih untuk Dominggus , Supempri, Zawir Koto dan nama nama lain yang gak bisa saya absen satu satu, setiap kita serpas … dan lewat medan kritis … mereka selalu teriak lebih dulu… AWAS … RAWAN… SIAGA… Tolong dibantu untuk mengingatkan kembali dalam menghadapi perang gerilya yang sifatnya hit and run jangan lupakan adanya dukungan masyarakat, meraih simpati masyarakat sama saja dengan persiapan memenangkan perang gerilya. -
SEBERAPA PENTING PENGALAMAN LANGSUNG
Banyak senior mengatakan dulu dan dulu bagaimana dulu mereka survive dalam tugas yang dilaksanakan.Konteks bagaimana mempelajari dinamika penugasan di daerah konflik bersenjata tentunya harus melihat kembali catatan penugasan di beberapa waktu kebelakang.
Saat ini terdapat sejumlah korban dari pihak TNI maupun Polri serta masyarakat akibat gangguan keamanan dari kelompok Kriminal bersenjata di Papua , gambarannya begitu mudah pasukan pilihan ini menjadi korban .
Membahas daya gempur dan daya gerak setiap pasukan tentu tidak lepas dari bagaimana kompetensi yang terbangun dari skill , knowledge, attitude dan experience yang mereka bangun termasuk hubungan kondisi Medan yang harus dikalkulasi dalam setiap latihan pratugas yang diberikan serta… mungkin paling akhir adalah bagaimana spirit bertempur saat ini yang dengan mudah terlihat lewat pengamatan mata telanjang bagaimana moril pasukan serta perilaku mereka dalam tugas sehari-hari.
Rentang penugasan dalam konflik bersenjata yang berlarut dengan pelibatan pasukan TNI dan Polri setidaknya dapat terlihat dalam periode :
- Era revolusi fisik melawan pendudukan Jepang dan Belanda sampai pada akhirnya berhenti setelah KMB.
- Era menghadapi pemberontakan bersenjata tahun 50 sampai 60 an dengan melawan PRRI dan Permesta serta beberapa konflik dengan DI/TII serta RMS.
- Era perang di Timor Timur sejak tahun 1975 sampai lepasnya Timor Timur pasca jejak pendapat tahun 1998.
- Era konflik Aceh semenjak tahun 1990 sampai 1998 dengan operasi Jaring Merah dan berlanjut dengan beberapa operasi pemulihan keamanan dan operasi pemeliharaan keamanan di NAD sampai berakhirnya konflik pasca penjanjian Helsinki tahun 2005.
- Era konflik SARA di Maluku dan Sampit Kalteng sekitar tahun 2000 sampai 2005.
Lewat gambaran diatas ditemukan bahwa kompetensi pasukan ( khususnya level pimpinan pasukan di lapangan ) memiliki kualifikasi yang dipastikan memenuhi kriteria skill , knowledge, attitude dan paling penting adalah adanya combat experience.
Combat experience ini menjadi sedemikian penting , karena bagaimanapun hebatnya hasil didikan sekolah dan latihan pertempuran tetap akan menjadi teoritis sepanjang belum pernah diujicobakan secara langsung oleh lulusan sekolah yang bersangkutan. Aplikasi lapangan inilah yang akan membentuk postur pasukan menjadi sedemikian efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugas, namun demikian combat experience juga memiliki kemungkinan untuk ditularkan lewat pembaharuan pelatihan dan pengembangan di lembaga pendidikan.
Inilah yang terjadi ketika generasi perwira lapangan saat ini tidak mendapatkan gambaran utuh taktik dan teknik agar survive di lapangan, terutama pasca konflik Aceh dan Poso Sulteng berakhir, hampir tidak ditemukan adanya kesempatan mendapatkan combat experience yang seutuhnya, walaupun dalam rentang tahun 2006 sampai 2024 terdapat beberapa kali konflik yang bisa dijadikan pengalaman penting untuk kemajuan taktik dan teknik menghadapi konflik bersenjata.
Sebut saja penanganan kelompok MIT pimpinan Ali Kalora di Poso Sulteng maupun Raid terhadap jaringan teroris di Indonesia, skalanya lebih kecil dan intensitas operasi juga sangat singkat dibanding dengan operasi menghadapi GAM dan Fretelin di dekade sebelumnya.
Kondisi kurangnya pengalaman ini berkontribusi kepada kegugupan pasukan dilapangan ketika berhadapan dengan kelompok Kriminal bersenjata sebagai mana OPM dan TNPB maupun nama nama lain dalam frame Papua saat ini, analisanya adalah perwira dan pasukan yang lulus setelah tahun 2006 keatas dipastikan tidak mendapatkan combat experience sebanyak dan seintensif senior-senior mereka terdahulu.
Kemudian pada tahun 2020 keatas lahir lagi generasi perwira dan pasukan baru ( Pangkat Bharada / Prada dan Ipda/Letda ) sebagai pasukan garis depan yang dipimpin oleh manajer menegah lulusan tahun 2006 keatas, artinya di level first line supervisor maupun middle supervisor mereka sangat sedikit yang punya pengalaman lapangan sedangkan pada top level manager kemungkinan besar sudah tidak sering turun langsung ke lapangan
Pasukan TNI dan Polri yang di tugaskan ke Papua ternyata juga memiliki peran penting dalam ” melatih” kemampuan tempur KKB.Kemaren mereka menghadapi manuver Kopassus, kemudian besok mereka paham bagaimana menghadapi Kostrad serta beberapa kali lolos menghadapi kepungan Brimob serta tidak lepas bagaimana Paskhas dan Marinir “ikut” melatih peningkatan kompetensi KKB.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk mendiskreditkan apalagi meragukan bakti rekan rekan TNI dan Polri serta masyarakat yang telah menjadi korban dalam konflik dengan KKB , namun justru untuk menghargai dan menghormati pengorbanan para syuhada dengan mengajak kita mau berfikir lebih terbuka dengan merumuskan upaya penanggulangan terbaik mengatasi jatuhnya korban jiwa lebih banyak, namun sebagai konklusi dan solusi sarana adalah:
- materi dan referensi latihan perlu mendapatkan sentuhan dengan pembaharuan metode, kualitas dan kuantitas latihan yang setidaknya mendekati kondisi dan situasi lapangan.
- Penggabungan antara instruktur lembaga pendidikan yang memiliki pemahaman teori sangat baik namun kurang pengalaman lapangan dengan pasukan purna tugas operasi yang baru saja mengalami penugasan langsung dilapangan namun miskin konteks penyusunan modul pelatihan.
- Kemampuan manuver dilapangan tidak cukup hanya dibangun dengan drill kontak saja namun harus dilengkapi dengan kemampuan manajerial misi pada level komandan lapangan untuk memberikan bekal pengetahuan praktis do dan don’t serta TIP dan TOP dalam pelaksanaan misi termasuk membuat laporan administrasi dan penyusunan logistik pada level pasukan yang mereka bawa.
- Mengubah paradigma manuver lapangan yang sifatnya doktrin reguler dengan mempelajari strategi, taktik dan teknik manuver pasukan irregular.
- memahami bahwa kemampuan drill kontak dengan taktik dan teknik yang diajarkan saat ini perlu disesuaikan dengan pola pikir, taktik dan teknik bertempur lawan yang berakar lewat tradisi perang antar suku yang ada dan dilatihkan semenjak mereka kanak-kanak.
Semoga kebijakan untuk mengirimkan pasukan TNI dan Polri berdarah muda dengan harapan memiliki fisik kuat untuk mengimbangi daya gerak KKB dapat dikaji dan dipertimbangkan kembali, sebagaimana saat Uni Sovyet merangsek Afganistan dan berhadapan dengan militan Mujahidin, lihat juga pengalaman Amerika menghadapi Gerilyawan Vietcong dimana sangat mudah dan banyak korban justru dikalangan pasukan berdarah muda seperti ini, tetap menyala.
-
Ranger lead the way
AKP ( purn) MAMI ATMAMIRJA / 88 tahun telah tutup usia di RSUD kota Bogor, kemarin tanggal 28-03-2024, pukul 08.30 wib
Beliau Merupakan salah satu dari 15 Anggota Menpor yang pernah di kirim ke Amerika untuk berlatih tahun 1962.
Semoga diampuni segala dosa semasa hidupnya.
Tahun 1962 adalah tahun yang fenomenal dimana kekuatan angkatan perang khususnya angkatan darat dibuat head to head dengan Polri ( mobrig) sebagai politik bargaining power presiden Soekarno, termasuk bagaiman KKO juga memberikan efek penawar terhadap geliat perebutan pucuk pimpinan angkatan darat antar kubu di internalnya.
kondisi angkatan perang kala itu masih dalam tahap menemukan bentuk idealnya, masing-masing angkatan dipimpin oleh seorang Menteri sekaligus bertindak sebagai Panglima angkatan sebagaimana angkatan Darat, Laut dan Udara bahkan Kepolisian juga memiliki Menpangak saat itu.
berawal dari program ReRa .. yang digagas untuk merasionalisassi kepangkatan dan struktur masing-masing angkatan ditambah adanya petulangan politik beberpa prajurit yang melahirkan gerakan-gerakan makar seperti PRRI, Permesta dan RMS serta DI/TII sebelumnya.
beliau almarhum beserta beberapa senior Mobrig serta unsur angkatan perang lainnya yang kelak menjadi modal sumber daya dalam Kampanye Trikora serta Dwikora, dua moment penting dalam sejarah kemiliteran dan diplomasi Indonesia yang sukses memadukan kekuatan politik non blok dengan kekuatan militer besar pada jamannya.
selamat jalan senior, jasamu abadi
ijazah Pelopor dan lanjutan Bala ( Rimba Laut ) yang dimiliki oleh anggota Menpor lainnya atas nama SUDJONO, program-program latihan extraordinary bahkan sampai saat ini, yang menyiratkan bahwa setiap anggota satuan-satuan khusus sebagaimana RPKAD, KIPAM, PGT dan Menpor Mobrig setidaknya wajib melewati program Tri Media , manuver darat dengan drill pertempuran hutan, pemukiman dan sabotase, dilanjutkan manuver air dan terakhir Airborne pada siang hari, malam hari dan LZ di pantai.
-
MEDIA SOSIAL DAN TERORISME DI INDONESIA
Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menyatakan jumlah masyarakat Indonesia yang pergi ke luar negeri menjadi simpatisan ISIS mencapai 1.000 orang. Kepala Densus 88 AT Polri Irjen Marthinus Hukom menyebut ribuan warga itu terpengaruh dari media sosial, “Ketika media sosial mengalami perkembangan yang sangat luar biasa, hanya dalam kurun waktu kurang lebih 3 sampai 5 tahun, lebih dari 1.000 orang warga kita yang pergi ke ISIS,” media sosial berperan besar dalam penyebaran paham-paham radikal dan terorisme di masyarakat.
Perkembangan jaringan teror baik di Indonesia maupun luar negeri meningkat secara signifikan akibat kemajuan teknologi dalam beberapa waktu terakhir, selama periode tahun 1980-2000, penyebaran paham radikal serta terorisme di masyarakat masih terbatas. Kala itu, peran media sosial belum terasa. “Contohnya fenomena Al Jamaah Al Islamiyah dan Al Qaeda di Afganistan. Selama 20 tahun hampir 30 tahun hanya menyerap simpatisan dari Indonesia tidak lebih dari 300 orang,”.
Pengaruh radikalisme dan terorisme saat itu masih tergolong rendah karena penyebarannya masih dilakukan secara konvensional melalui pengajian, buku, hingga pamflet semata.
Kondisi pada waktu dulu, berbanding terbalik dengan periode pasca Tahun 2010 ketika era digital dan media sosial sudah berkembang aktif.
Era digital dengan dukungan teknologi yang saling terkoneksi telah membawa transformasi masyarakat kedalam sebuah dimensi baru kehidupan yang kemudian dikenal dengan ruang siber. Melalui ruang inilah manusia berinteraksi, kemudian melakukan aktivitas create-store and share konten digital. Hampir semua aktivitas kehidupan nyata terduplikasi dalam ruang siber. Tidak hanya untuk aktivitas positif yang berdampak pada kemanfatan bersama, namun juga terdapat aktifitas negative, termasuk didalamnya adalah aktivitas terorisme.
Upaya untuk menentang terorisme yang bergerak dalam ruang siber dapat diibaratkan seperti berperang melawan bayangan karena pergerakan, strategi, sasaran dari pihak lawan adalah tidak jelas, serba menduga dan menebak. Karena luasnya ruang siber, maka upaya tersebut tidak bisa hanya dengan mengandalkan kemampuan teknologi saja, namun juga harus melibatkan secara aktif para penggiat di ruang siber itu sendiri.
Kerusuhan di LP Cipinang Cabang Kelapa Dua (Mako Brimob) serta ledakan bom di Surabaya, dari pemberitaan yang disampaikan oleh media, terungkap satu informasi penting, bahwa ternyata kedua peristiwa tersebut didukung oleh aktivitas yang nyata dari para pelaku dan jaringannya dalam media sosial. Hal inilah yang kemudian menarik untuk dicermati lebih lanjut.
Setidaknya terdapat 4 hal yang menarik dari pemanfaatan media sosial yang dapat disalahgunakan untuk kepentingan aktivitas illegal termasuk cybercrime dan terorisme, yaitu :
- Sifat Anonim, social media tidak mampu mendeteksi dan memfilter identitas penggunanya, setiap orang dapat dengan mudah membuat akun dengan identitas diri sebagai siapapun.
- Memiliki cakupan tanpa batas. Aktivitas dalam media sosial dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun selama terdapat koneksi internet.
- Mudah dan murah, sebagian besar platform media sosial sifatnya adalah gratis dan sangat mudah untuk dioperasionalkan oleh siapapun. Dengan modal smartphone sederhana semua aktivitas media social dapat dijalankan dengan mudah.
- Beberapa platform media sosial menyediakan layanan tambahan (API) yang memungkinkan untuk meningkatkan kinerjanya sesuai dengan keperluan penggunanya. Namun hal ini justru sering dimanfaatkan untuk kepentingan tools otomatis yang berfungsi sebagai robot dari media sosial tersebut. Melalui tools yang berfungsi sebagai robot ini, maka mendeteksi apakah aktivitas akun tertentu dimedia social benar-benar dijalankan oleh individu ataukah oleh mesin komputer menjadi sulit dibedakan.
Berdasarkan analisis singkat, terdapat 6 fungsi media sosial yang umumnya dilakukan oleh para pelaku teroris, yaitu :
- Rekruitmen and mobilisasi
- Membangun Jejaring komunikasi terbatas sesama pelaku.
- Sharing informasi : penyebaran paham, ideologi
- Perencanaan dan Koordinasi : Untuk penyampaian taktik dan strategi
- Perang Psikologis dan propaganda: Menyebarkan ancaman dan propaganda yang berdampak pada munculnya ketakutan pada masyarakat.
- Penggalangan dana.
Selain keenam hal diatas, terdapat alasan lain mengapa media digunakan secara efektif oleh jaringan teroris. Pergerakan teroris dalam ruang nyata mungkin dapat dengan mudah terdeteksi melalui berbagai instrument yang diterapkan oleh apparat, namun pergerakan mereka dalam ruang siber sulit dideteksi.
Penerapan sifat anonym terhadap setiap aktivitas dalam ruang siber dapat dilakukan dengan mudah. Kemudian media sosial juga memungkinkan untuk melakukan profiling terhadap seseorang sehingga para pelaku dapat memberikan fokus target pada individu dan kalangan tertentu saja. Hal ini berbeda dengan pemanfaatan situs.
Situs-situs yang berorientasi pada terorisme semakin sedikit didapat, karena dipandang tidak lagi efektif untuk mendukung misi mereka. Situs sifatnya adalah pasif, informasi hanya akan diterima bila sitsu tersebut dikunjungi.
Tidaklah demikian dengan media sosial, akun pada media social akan bersifat aktif untuk menyampaikan pesan dan informasi. Melalui fasilitas follow, join, share, like maka pesan dan informasi akan sampai pada kalangan tertentu.
Dikenal istilah narrowcasting, yaitu pesan pada segmen tertentu dari masyarakat ditentukan oleh nilai-nilai, preferensi, atribut demografis, atau berlangganan. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh para pelaku teroris dalam menyebarkan paham dan ideologinya.
Untuk mengantisipasi jatuhnya nyawa yang tidak berdosa sebagai dari korban serangan terorisme, maka harus disinergikan solusi berbasis teknologi dan pengamatan yang cermat secara manual.
Sejumlah platform media sosial telah menunjukkan komitmennya untuk melawan segala propaganda teroris yang terjadi pada platformnya. Misalkan Facebook secara khusus telah mempekerjakan lebih dari 3000 staff yang bertugas untuk memantau berbagai konten yang mengarah pada kekerasan, pornografi anak, terorisme.
Namun dengan besarnya konten yang dikelola oleh Facebook maka upaya untuk melakukan filtering sejumlah besar konten tidak mungkin dilakukan hanya dengan kemampuan internal saja, namun juga harus melibatkan dukungan dari komunitas yang juga turut aktif melaporkan konten yang dianggap membahayakan masyarakat dan negara.
Hal itulah yang terjadi sesaat setelah terjadinya 4 ledakan bom di Surabaya. Kegeraman warga net terhadap aksi keji tersebut diwujudkan dengan banyaknya ajakan untuk melaporkan akun-akun yang dipandang memiliki orientasi aktivitas kearah radikalisme dan terorisme.
Radikalisme dan Terorisme adalah sebuah bentuk kejahatan yang terstruktur di masyarakat, maka upaya untuk mengatasinya dan meminimalisirnya juga harus secara aktif melibatkan masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan laporan yang direlease oleh situs Statista.com, 5 besar media social saat ini adalah : Facebook, Youtube, Whatsapp, FB Messanger, WeChat. Sementara laporan lain yang direlease oleh Simon Wiesenthal Center tentang Social Media Grade untuk Terorism and Hate, memberikan nilai untuk Facebook dengan A minus, Youtube C minus.
Dalam laporan tersebut Whatssapp, FB Messanger dan Messanger tidak termasuk dalam media social yang bernilai baik. Maknanya menurut Simon Wiesenthal Center, Facebook dan Youtube adalah media social yang banyak digunakan untuk kepentingan terorisme. Aplikasi media social lainnya yang tidak termasuk dalam lima besar, namun justru masuk dalam laporan Simon Wiesenthal Center adalah Twitter, Instagram dan Telegram. Dalam hal ini Simon Wiesenthal Center memberikan penilaian B minus untuk Twitter, B plus untuk Instagram dan B minus untuk Telegram.
Dalam konteks Indonesia, menurut data dari We are Social, pengguna terbesar social media di Indonesia adalah : Youtube, Facebook, Whatssapp, Instagram, Line, BBM, Twitter. Walaupun belum ada penelitian secara khusus tentang bagaimana korelasi penyebaran paham terrorisme dalam ruang siber dan media social di Indonesia, namun kesesuan data diatas menunjukkan informasi bahwa Youtube, Facebook, Instagram dan Twitter berpotensi besar sebagai media social yang banyak digunakan pula untuk penyebaran konten terorisme di Indonesia.
-
waspada kerta rahadja
Fenomena di Magetan ini malah mengingatkan bahwa airsoft gun sport termasuk olah raga memanah dan berkuda, sering disalahgunakan sebagai media untuk idad (argumen kelompok teroris di Indonesia yang mengatakan tidak ada jihad tanpa idad, tidak ada idad tanpa baiat dan tidak ada baiat tanpa niat.
Cak Islah sebagai kekuatan masyarakat justru mengingatkan kepada masyarakat luas, perlunya membangun kewaspadaan dini, melakukan deteksi dini termasuk bila perlu melakukan tindakan dini ( pencegahan) manakala setelah dilakukan penelusuran beberapa identitas nomor telepon maupun alamat yang disebutkan sebagai EO penyelenggara kegiatan ternyata menyisakan beberapa pertanyaan yang sangat mencurigakan https://instagram.com/ligaairsoftpelajar?igshid=MzRlODBiNWFlZA==
Sangat cocok memang semangat olahraga berkuda, memanah,lempar pisau, airsoft gun bahkan berenang diberikan kepada anak anak muda terutama santri dan santriwati agar semangat sportifitas mereka tumbuh apalagi kalau bisa bertemu dan berteman dengan berbagai kalangan asal yang beraneka ragam di Indonesia.
Sementara ini olahraga outdoor semacam airsoft gun,memanah dan berkuda termasuk renang dan lempar pisau memang paling cocok sebagai sport yang bisa mengasah kemampuan motorik sekaligus soft skill pemainnya, sehingga tidak heran bakalan sering dilirik buat dimanipulasi, tugas Polri bersama kekuatan masyarakat untuk senantiasa waspada, bakalan selalu ada jalan untuk memanipulasi niat seseorang untuk berolahraga dengan iming-iming pendekatan ideologi lain.
Kalau saja permainan bola bekel, gobak sodor dan kelereng serta lompat tali memberikan kenikmatan yang sama seperti memanah dan berkuda maka dipastikan olahraga permainan anak-anak ini pun harus kita lakukan peninjauan seksama
Kondisi yang dihadapi adalah manakala Polres maupun Polsek sebagai lini depan deteksi sering “terlambat” selain karena ”segan” untuk sekedar tanya tanya ketika ada kegiatan yang punya potensi dipakai sebagai sarana I’dad, olahraganya tetap positif namun penunggang kepentingan yang perlu diwaspadai.
Beberapa kali terjadi proses radikalisasi itu menggunakan metode olahraga sunnah yang positif ini, lewat berkuda, memanah ,berenang bahkan kini airsoft gun, cukup banyak link berita di media elektronik yang dapat menjadi rujukan beberapa upaya penegakkan hukum oleh Densus 88 AT Polri,disinilah letaknya aktualisasi fungsi pengawasan dari Polri sebagai agen terdepan dalam mewujudkan tata tentrem kerta raharja.
-
Dia di Polsek Baros
Keren banget. Novelty! Ketika medsos menemukan ada Polisi yang mahir bahasa isyarat sebagai modal mendekat dengan kaum spesial dengan kebutuhan khusus.
Dia bertugasnya di Sulawesi dengan kondisi belum lengkap fasilitas sebagaimana lettingnnya atau mungkin Polisi lainnya yang saat ini sedang berdinas di kota-kota besar apalagi yang di Pulau Jawa.
“Bintang Kecil” ini tetap bisa banyak berbuat, sebagai polisi -polisi lainnya yang juga banyak yang berbuat tapi medsos punya logikanya sendiri, memang luar biasa dan konten-konten yang simple sederhana justru bakalan masuk dihati pemirsa.
Bukan cuma ceramah tapi dia mengajar + mengajar dengan menggunakan bahasa isyarat
“Bintang kecil” seperti ini tidak perlu buru buru dijadikan dream team di Mabes Polri, jangan semua potensi ditarik ke pusat.
Terlalu banyak bintang di pusat malahan membuat sinarnya menjadi redup, biarkan bintang bintang kecil ini berada di ujung aspal Pondok Gede, di ayunan ombak yang membuai serta dengung nyamuk malaria menemani malamnya.
Dia bintang kecil yang bakalan menjadi Mercusuar disana, Desentralisasi Anti Teror dan Organized Crime .. lewat satgas CTOC , pak Petrus Golose di Polda Bali memberikan contoh ketika spotlight itu tidak perlu di Mabes kan semua, tetapi sebar lebar ke wilayah dengan Kapolda sebagai manggalanya.
Hal ini bisa mendekatkan sumber masalah dengan sumber solusi.. memangkas postur Mabes yang obesitas akut, menyebarkan sekaligus merangsang tumbuhnya local local genius kepolisian.
Polisi itu bukan mabes saja yang polisi tetapi Polsek juga polisi yang justru diujung tombak pelayanan, ujung tombak itu harus kuat dan dukung mereka agar semangat ketika berada di ujung aspal agar Mereka bersinar dengan cahayanya sendiri
-
Kepribadian teroris sebuah tulisan
-
MAHA BENAR NETIZEN DENGAN SEGALA KOMENTARNYA
Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh MD dan AG terhadap David menjadi trigger masyarakat untuk menuntut keadilan
Kasus penganiayaan yang juga akhirnya membuka borok beberapa oknum penyelenggara layanan publik di Indonesia, tidak hanya urusan bagaimana menuntut keadilan buat DAVID tapi juga keadilan bagi seluruh masyarakat untuk menuntut perhitungan atas kegenitan beberapa aparat penyelenggara layanan publik yang menampilkan sisi hedonis ditengah buruknya kualitas pelayanan yang mereka berikan.
Proses penegakan hukum yang sedang berjalan harus dipahami sebagai sebuah proses yang tidak serta Merta berdiri sendiri, ada berbagai pihak yang punya tugas dan tanggung jawabnya sendiri sendiri namun bekerja dalam daur kerja yang sama.
Pihak Polri kemudian Jaksa dan Hakim serta adanya penasehat hukum pihak pihak yang berperkara tujuannya adalah menegakkan supremasi hukum dengan menempatkan pengawasan masyarakat secara paripurna.
Tentunya ditengah spirit penegakkan hukum inilah ( apalagi ada tersangka yang berstatus anak berhadapan dengan hukum ) tentunya membutuhkan kehati-hatian sekaligus profesionalisme agar proses ini berjalan dengan sempurna.
Apapun hasil penyelidikan dan penyidikan Polri tentu akan bermuara kepada rencana penuntutan yang dibuat oleh Jaksa, bolak balik berkas perkara merupakan suatu keharusan ketika polri dan jaksa sama sama dituntut untuk bisa menyajikan kasus yang layak di persidangan kelak.
Hakim pun akan harus berhati hati dalam memimpin sidang, walaupun secara kasat mata mutlak penganiayaan tersebut dilakukan oleh MD dan AG terhadap David namun adalah hak dari penasehat hukum masing masing pihak untuk memberikan pembelaan.
Kita semua memahami bahwa upaya penegakan hukum yang berkeadilan juga harus dilakukan dengan dasar asas praduga tak bersalah sampai nanti Majelis Hakim mengambil keputusan sidang, karena menegakkan hukum tidak boleh dilakukan dengan melanggar hukum itu sendiri.
Kita perlu berempati kepada kecewanya keluarga korban karena sampai saat ini proses hukum itu masih berjalan antara penyidik Polri dan Jaksa penuntut umum, walau demikian Polri juga tetap menempatkan para tersangka dalam penjara.
Kita harus senantiasa mensupport keluarga korban agar senantiasa Istiqomah menanti proses hukum yang memiliki kepastian hukum, berkeadilan dan bermanfaat,kita juga mendoakan agar penyidik Polri dapat segera memenuhi materi materi yang dibutuhkan oleh Jaksa penuntut umum agar kasusnya segera dapat dilimpahkan ke Kejaksaan untuk selanjutnya masuk agenda persidangan.
Tragedi yang terjadi ini adalah momentum kuat bagi setiap instansi dalam rangkaian Criminal Justice System’ di Indonesia, momentum yang baik dalam menghadirkan proses penegakkan hukum ( terutama yang melibatkan anak dengan aturan yang sangat khusus)
Sekaligus adalah menjadi pembelajaran bagi Humas Polri, Jaksa dan Pengadilan serta nantinya adalah Lembaga Pemasyarakatan untuk dapat memberikan informasi yang jelas dan tuntas bagaimana proses hukum itu berjalan .
Karena inilah pola pikir kita sebagai penegak hukum, padahal masyarakat punya pola pikir yang berbeda dengan kita , istilahnya POV nya beda mereka gak paham hukum positif secara materiil apalagi formilnya,common sense mereka adalah orang salah ya harus dihukum gimanapun caranya dan harus seberat beratnya tanpa perlu pengacara apalagi pengadilan yang pelik
Tugas Polri dan CJS lainnya adalah hijrah ke POV masyarakat dengan pilihan konteks dan kontennya yang bisa masyarakat pahami menjadi ooo begitu…
Memang sulit tapi ada jalan dimana ada kemauan ,anak anak muda yang menjadi anggota polri dan ASN dari generasi milenial apalagi generasi z bisa banget menjadi corong komunikasi ke publik yang menjadi netizen sekarang,tinggal poles dikit dan di berikan reward yang layak, karena pendapatan netizen yang maha benar sebenarnya belum tentu benar
Mudah mudahan segera ada yang jawab berdasarkan keilmuan atau aturan hukumnya.
Walaupun biasanya sih yang jelasin malah jadi bahan rujakan netinjing.
Kecuali (mungkin Pak Mahfud) yang jelasin.
-
EO dan tanggung jawabnya
Pasca tragedi Kanjuruhan Malang, terjadi fenomena unik pada gelaran urusan event besar.
Mulai dari gelaran berdendang dan bergoyang, pembatalan gelaran persta musik di Gresik sampai terakhir adalah penghentian pertunjukan NCT di Jakarta.
Polri dan kita semuanya tentu sangat prihatin dengan jatuhnya korban jiwa di Kanjuruhan, tragedi yang harusnya tidak boleh terulang lagi dan lagi di kemudian hari.
Rusuh dalam penyelenggaraan gelaran pertunjukan baik olahraga khususnya sepak bola , gelaran musik apalagi bergenre rock dan dangdut sekelas pertunjukan di GBK termasuk setingkat panggung electone di RT tidak lepas dari bentrok sesama penonton maupun kecelakaan akibat volume dan daya tampung tempat acara yang tidak seimbang.
Adanya berbagai tragedi di gelaran pertunjukan yang dapat menjadi pembelajaran antara lain :
Sistem Manajemen Keamanan event seharusnya menjadi mata pelajaran wajib seorang anggota Polri di pusat pusat pendidikan dan latihan, demikian juga menjadi kewajiban mutlak bagi setiap EO untuk pernah mengikuti atau serta memiliki konsultan sistem manajemen keamanan khususnya major event security management dan tentunya memiliki pengetahuan tentang manajemen resiko melalui training dan workshop.
Disisi lain adalah kewajiban setiap pemilik lokasi atau kawasan yang kerap digunakan sebagai event besar ( fokus kepada event besar dengan kerentanan khusus) untuk merevisi atau setidaknya Melakukan renovasi agar aspek fisik bangunan dan kawasan menjadi relevan dengan penataan berkonsep CPTED.
Beberapa aspek yang harus diperhatikan dan dikelola dengan baik dalam manajemen pengamanan gelaran event besar antara lain; Kondisi yang paling mendasar adalah akuntabilitas sebuah EO, pertimbangan ini sebagai indikator pemenuhan kewajiban dan syarat-syarat administrasi dan kepatuhan terhadap semua aturan hukum yang melingkupi penyelenggaraan suatu even besar di Indonesia,termasuk kepatuhan terhadap berbagai regulasi yang sifatnya aktual.
Setiap pelaksanaan Event di Bali sebagai contoh, perlu memahami dan mematuhi terhadap peran pranata adat masyarakat setempat yang biasa disebut Banjar dan pecalang, pun demikian dengan beberapa lokasi di Indonesia lainnya juga perlu mempertimbangkan dinamika masyarakat setempat, setidaknya setiap EO paham bahwa saat suara Adzan berkumandang disekitar lokasi kegiatan maka seluruh aktivitas harus dihentikan sejenak untuk menunjukkan penghargaan dan toleransi kepada ummat Islam yang sedang beribadah.
Kepatuhan terhadap aturan hukum dari setiap EO dan setiap sub kontrak yang menginduk pekerjaan pada sebuah EO merupakan jaminan dari adanya tenaga keamanan swakarsa atau setidaknya disebut sebagai security yang profesional, memiliki ijin kerja serta terlindungi oleh asuransi kesehatan dan pekerjaan yang memadai, serta telah lulus screening bersih diri dan lingkungannya dari berbagai anansir yang dapat menjadi potensi ancaman keamanan di suatu event.
EO punya itikad baik untuk selalu berkomunikasi dengan stake holder keamanan setempat, bukan berarti ketika gelaran event sudah di back up oleh personil pengamanan swakarsa yang hebat serta situasi didalam gedung atau areal pertunjukan berlangsung aman, namun ada resiko yang harus tetap dihitung dan ini butuh kerjasama yang baik dengan setidaknya Polsek setempat terutama saat bubaran pengunjung keluar dari gedung, tempat parkir dan ruas ruas jalan menuju rumah masing-masing, bisa saja di GOR para penonton tertib tetapi saat berada di jalan pulang para penonton bikin ulah yang nggak kalah memusingkan aparat setempat, miss komunikasi seperti ini yang kerap terjadi, pihak kepolisian menilai bahwa EO cuma mau untungnya saja sedangkan EO menilai bahwa tugas Polisi adalah melayani semua kepentingan masyarakat
Era digital seperti sekarang ketika setiap event besar dipastikan menjadi highlight media sosial terutama, ada baiknya panitia dalam hal ini EO juga memberikan informasi mitigasi bencana bila sesuatu terjadi, setidaknya info pintu masuk dan keluar, akses tempat parkir dan kapasitas yang ada, layanan medis darurat serta rencana evakuasi bila terjadi musibah yang tidak diinginkan, hal ini menjadi bagian tanggung jawab EO dalam menyelengarakan event yang berkualitas, sebagaimana security briefing wajib diberikan saat kita mau naik pesawat terbang dan pelayaran.