UNMISS DAN KONDISI REPUBLIK SUDAN SELATAN SAAT INI
UNMISS berdiri berdasarkan rekomendasi Sekretaris Jenderal melalui resolusi Dewan Keamanan nomer 1996 (2011) tertanggal 8 Juli 2011 yang menetapkan berdirinya Misi PBB di Sudan Selatan (UNMISS) untuk periode satu tahun, pertanggal 9 Juli 2011, dengan tujuan untuk memperbaharui Mandat Misi PBB di Sudan (UNMIS) sebelumnya yang berakhir pada tanggal yang sama.
Tujuan UNMISS adalah untuk mengkonsolidasikan perdamaian dan keamanan, dan membantu menciptakan kondisi yang sesuai untuk pembangunan di Republik Sudan Selatan, sekaligus untuk memperkuat kapasitas Pemerintah Sudan Selatan agar dapat memerintah secara efektif dan demokratis termasuk menjalin hubungan baik dengan tetangga-tetangganya.
Napak tilas sejarah berdirinya republik Sudan Selatan dimulai dari adanya Comprehensive Peace Agreement tahun 2005 yang berlanjut dengan adanya referendum dan kemerdekaan Sudan Selatan itu sendiri. Pada tanggal 9 Juli 2011, Sudan Selatan berhasil menjadi negara terbaru di dunia. Kelahiran Republik Sudan Selatan merupakan puncak dari proses perdamaian enam tahun yang dimulai dengan penandatanganan Perjanjian Perdamaian Komprehensif (CPA) pada tanggal 9 Januari 2005 antara Pemerintah Sudan ( Khortum ) dan Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLM), guna mengakhiri lebih dari 20 tahun masa perang.
Misi PBB di Sudan (UNMIS) mendukung pelaksanaan CPA selama periode interim yang dibentuk oleh Pemerintah Sudan dan SPLM ketika CPA ditandatangani, termasuk menyerukan referendum untuk menentukan status Sudan Selatan. Referendum diadakan pada bulan Januari 2011, hampir 98,83% pemilih memberikan suara untuk kemerdekaan. Sekretaris Jenderal PBB menyambut pengumuman hasil akhir referendum dan menyatakan sebagai cerminan kehendak rakyat Sudan Selatan.
Setelah akhir periode peralihan kekuasaan dan dilanjutkan dengan kemerdekaan Sudan Selatan pada Juli 2011, Dewan Keamanan akhirnya membentuk misi baru, yakni Misi PBB di Sudan Selatan (UNMISS) dengan mengadopsi resolusi Dewan Keamanan PBB nomer : 1996 (2011) tertanggal 8 Juli 2011 .
Pada tanggal 15 Desember 2013, kekerasan kembali pecah di Juba , ibukota Sudan Selatan dan dengan cepat menyebar ke lokasi lain di negara itu yang mengakibatkan krisis politik dan mengancam kondisi keamanan nasional, dampak konflik paling parah dirasakan didaerah seperti : Central Equatoria, Jonglei, Lakes, Unity dan Upper Nile.
Konflik juga berakibat adanya ketegangan hubungan antara Pemerintah dan UNMISS, terjadi peningkatan sentimen anti-PBB yang berasal dari salah persepsi tentang peran Misi selama krisis. Tuduhan yang tidak mendasar bagi UNMISS memihak salah satu pihak serta kecurigaan bahwa Misi PBB telah membantu dan bersekongkol dengan pasukan anti-pemerintah.
Pernyataan publik yang bermusuhan justru dibuat oleh pejabat senior Pemerintah, akibatnya akses UNMISS untuk bergerak bebas akhirnya terhambat. Demonstrasi mengecam PBB terjadi beberapa kali di Ibukota termasuk di beberapa kota seperti Rumbek (Lakes State) dan Aweil (Bah el Ghazal North State).
Krisis senantiasa memiliki konsekuensi negatif terhadap hak asasi manusia di berbagai negara, terutama di daerah yang mengalami konfrontasi militer besar seperti di ibukota nasional dan di Jonglei, Upper Nile danUnity States). UNMISS memperkirakan ribuan orang tewas selama pertempuran pada awal-awal masa krisis. Kedua pihak dalam konflik bertanggung jawab atas serangan etnis yang menargetkan warga sipil dimana kedua belah pihak, gagal mematuhi hukum kemanusiaan dan hak asasi manusia.
Dalam empat minggu pertama krisis, hampir 500.000 orang telah mengungsi di Sudan Selatan dan selebihnya sekitar 74.300 orang telah menyeberang ke negara tetangga. Angka ini terus meningkat, total pada akhir Februari 2014 telah mencapai 900.000 orang, termasuk di antaranya 167.000 orang telah menyeberang ke negara tetangga. Jumlah warga sipil terdampak konflik yang berkategori rawan pangan meningkat menjadi 1.100.000-3.200.000 orang, sekitar 500.000 pengungsi lainnya juga membutuhkan bantuan pangan, berarti bahwa krisis ini telah berdampak terhadap kelangsungan hidup 3,7 juta rakyat Sudan Selatan.
Ketika pertempuran meletus di Juba dan tersebar di seluruh wilayah Greater Upper Nile, puluhan ribu warga sipil melarikan diri dari daerah di mana sejumlah besar pembunuhan yang terjadi, termasuk untuk melarikan diri serangan yang ditargetkan terhadap komunitas tertentu, gelombang pengungsian mengarah ke lokasi-lokasi UNMISS Compound di Juba, Bor , Akobo, Bentiu, Malakal dan Melut untuk mencari perlindungan.
UNMISS akhirnya membuka gerbang untuk pengungsi dan memerintahkan para anggota Military Engineers untuk bekerja sama dengan Lembaga kemanusiaan, membangun fasilitas didalam kawasan UNMISS Compound untuk perlindungan warga sipil, Sejak itu, sebanyak 85.000 warga sipil telah mencari perlindungan di Delapan UNMISS Compound di seluruh negeri.
Gelombang warga sipil yang menjadikan Compound PBB sebagai kawasan perlindungan darurat seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya di Sudan Selatan, UNMISS berupaya untuk menjamin keamanan yang memadai dan perlindungan kepada mitra lembaga kemanusiaan agar dapat untuk memberikan bantuan yang layak kepada pengungsi.
Dalam rangka menguatkan kapasitas UNMISS untuk mengatasi krisis, Dewan Keamanan melalui resolusi 2132 (2013) tertanggal 24 Desember yang disetujui lewat rekomendasi Sekretaris Jenderal memutuskan untuk segera meningkatkan jumlah kekuatan Militer dan Polisi pada UNMISS.
Kekuataan pasukan militer UNMISS dinaikkan menjadi 12.500 personil dan menjadikan komponen polisi menjadi 1.323 personel, termasuk didalamnya pasukan Formed Police Units, melalui pemindahan antar misi sementara dari beberapa Misi operasi pemeliharaan perdamaian PBB lainnya sekitar UNMISS melalui kerjasama antar-misi / Inter Mission Cooperation, kerjasama antar-misi memainkan peran penting dalam meningkatkan kapasitas suatu Misi untuk menyelamatkan nyawa dan melindungi warga sipil dari bahaya lebih lanjut.
Keinginan Sekretaris Jenderal PBB melihat perkembangan terakhir di Sudan Selatan adalah agar UNMISS untuk sementara harus memprioritaskan pada perlindungan warga sipil, hak asasi manusia yang berkontribusi terhadap penciptaan kondisi keamanan yang kondusif dalam rangka pengiriman bantuan kemanusiaan, seperti yang ditetapkan dalam wilayah kewenangannya, selain itu ketidakberpihakan Misi terhadap pihak-pihak bertikai akan berdampak positif selama konflik berlangsung.
Pada tanggal 27 Mei 2014, Dewan Keamanan PBB, dengan suara bulat mengadopsi resolusi 2155 (2014) yang memberikan amanat kepada UNMISS untuk : memberikan perlindungan warga sipil, monitoring hak asasi manusia dan dukungan untuk pengiriman bantuan kemanusiaan, dan meningkatkan kekuatan pasukan Misi untuk 12.500 dan komponen polisi untuk sampai 1.323 personel.
Berdasarkan resolusi nomer 2155 (2014) inilah Mabes Polri kemudian merespon permintaan UNDPKO untuk mengirimkan 16 personel Polri yang sebelumnya telah lulus UNSAT dan dinyatakan layak mengikuti penugasan selaku IPO pada misi UNMISS.
Saat ini telah diberlakukan Mandat terbaru berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomer 2223 ( 2015) tertanggal 28 Mei tahun 2015 yang memberikan tugas kepada UNMISS untuk melakukan : Protection of Civilian, Monitoring and investigating human rights, Creating the conditions conducive to the delivery of humanitarian assistance, dan Supporting the Implementation of the Cessation of Hostilities Agreement, dimana fokus utama kegiatan Individual Police Offices (IPOs) sendiri adalah kepada Protection of Civilian ( POC ) terutama di penampungan Internal Displaced People / IDP.
Protection of Civilian dilaksanakan untuk melindungi warga sipil di bawah ancaman kekerasan fisik, dengan perlindungan khusus bagi perempuan dan anak-anak, patroli aktif dengan perhatian khusus ditujukan pada warga sipil pengungsi, dalam pelaksaan Protection of Civilian, IPO bekerjasama dengan Formed Police Unit (FPU) yang kemudian disebut UN Police (UNPOL).
Kondisi Kamtibmas di Republik Sudan Selatan saat ini ternyata tetap masih bergejolak, secara teoritis kawasan POC merupakan kawasan steril dari konflik senjata, tidak seorangpun diijinkan masuk apabila berstatus kombatan apalagi bersenjata, tujuannya adalah agar setiap IDP yang berada didalamnya akan terjamin keamanan dan keselamatan mereka selama konflik berlangsung, hal ini tidak lepas dari sikap sempalan faksi yang bertikai di Sudan Selatan dipimpin para warlords yang memperoleh dukungan dari komunitas–komunitas suku, antara Suku Dinka melawan Suku Shilluk atau dengan Suku Nuer dan suku-lainnya.
Umumnya masalah pemicu adalah bentrok adalah : curi mencuri ternak sapi, rekruitmen tentara child soldier, melarikan perempuan, mabuk miras dan berkelahi, seperti yang terjadi pada tanggal 27 Juni 2015 pukul 18.00 EAT dilaporkan terjadi pertempuran antara pasukan pemerintah (SPLA) dengan pasukan oposisi (SPLA IO) yang berafiliasi dengan milisi Shiluk, di dua tempat berbeda yaitu di kota Malakal dan daerah sekitar area airport. Pertempuran yang terjadi berjarak sekitar 3 km dengan menggunakan berbagai jenis senjata ringan, berat, mortar hingga peluncur roket.
Pertempuran berlangsung hingga malam hari dan puncaknya pada pukul 22.00 EAT, pertempuran semakin sengit dan mendekat hingga jarak sekitar 200 m dari Alfa gate UN Compound di Malakal.
Kontak tembak antar faksi didekat UN Compound Malakal yang berujung dengan jatuhnya kota Malakal ketangan SPLA IO tentunya menjadi pertimbangan sendiri bagi UNMISS, ditambah tanpa adanya jaminan kepatuhan antar faksi terhadap mandate UNMISS, maka UNMISS sempat mengeluarkan perintah evakuasi sekaligus relokasi personil UNPOL dari Malakal menuju lokasi yang lebih kondusif.
Selama hampir 2 minggu semenjak kota Malakal jatuh ketangan SPLA IO , tidak ada penerbangan milik sipil maupun PBB yang bisa melintas antara Malakal-Juba atau Malakal–Bentiu, trauma atas tertembaknya helicopter milik PBB beberapa waktu lalu oleh salah satu pihak yang bertikai.
Data kekuatan komponen UNMISS per Juni 2015 adalah : kekuatan awal UNMISS yang disetujui negara Sudan Selatan meliputi hingga 7.000 personil militer, 900 personil polisi dan sejumlah Komponen sipil yang sesuai, kemudian sesuai dengan dengan perubahan mandate 2155 (2014) terdapat penambahan jumlah yang signifikan hingga 12.500 personil militer, 1323 personil polisi sipil (termasukFPU ) dan sejumlah Komponen sipil yang sesuai.
Kekuatan personel UNMISS saat ini sesuai data tanggal (30 Juni 2015) dengan wewenang otorisasi sampai tanggal 30 November 2015 berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomer 2223 (2015) tanggal 28 Mei 2015 adalah sebagai berikut : terdapat 12.523 total personil berseragam: 11.350 komponen pasukan Militer; 179 perwira penghubung militer ; 994 Polisi (termasuk FPU), 769 personil sipil internasional, 1.204 staf sipil lokal dan 409 Relawan PBB.
Negara kontributor pada UNMISS dari komponen personil militer adalah: Australia, Bangladesh, Benin, Bhutan, Bolivia, Brasil, Kamboja, Kanada, China, Denmark, Mesir, El Salvador, Ethiopia, Fiji, Jerman, Ghana, Guatemala, Guinea, India, Indonesia , Jepang, Yordania, Kenya, Kirgistan, Mongolia, Namibia, Nepal, Belanda, Selandia Baru, Nigeria, Norwegia, Paraguay, Peru, Polandia, Republik Korea, Rumania, Rusia, Rwanda, Senegal, Sri Lanka, Swedia, Swiss, Timor-Leste, Togo, Uganda, Ukraina, Inggris, Republik Tanzania, Amerika Serikat, Vietnam, Yaman, Zambia dan Zimbabwe.
Komponen Polisi meliputi : Albania, Argentina, Bangladesh, Bosnia dan Herzegovina, Brazil, China, Ethiopia, Fiji, Jerman, Ghana, India, Indonesia, Kenya, Kyrgyzstan, Namibia, Nepal, Belanda, Nigeria, Norwegia, Rumania, Rusia, Rwanda , Samoa, Senegal, Sierra Leone, Afrika Selatan, Sri Lanka, Swedia, Swiss, Turki, Uganda, Ukraina, Inggris, Amerika Serikat, Zimbabwe.
Korban personil UNMISS semenjak misi berlangsung adalah: 17 orang militer; 1 orang polisi; 5 komponen sipil internasional; 6 warga sipil lokal; 7 lainnya.
Tinggalkan Balasan