Sejarah 1 juli dilihat dari aspek yuridis & organisatoris :
1. Alasan organisasi :
Dalam masa revolusi fisik, berdasarkan Ketetapan Pemerintah Nomor 11/SD/1946, pada tanggal 1 Juli 1946 dibentuk Djawatan Kepolisian Negara R.I. dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara (KKN) yang bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Inilah saat lahirnya Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mencakup seluruh wilayah R.I. dan seluruh tugas Kepolisian (ini dinyatakan kembali oleh Menhankam Jenderal TNI Wiranto tanggal 1 Juli 1999). Penetapan pemerintah ini merupakan peraturan yang mengadakan pembaharuan tentang status polisi yang merupakan pula titik terang ke arah perkembangan kepolisian di Indonesia.
Sejak itulah hari lahir Kepolisian Nasional Indonesia tersebut diperingati sebagai hari Bhayangkara setiap tahunnya. Organisasi Polri semenjak itu utuh dari pusat sampai ke kecamatan, yang secara hierarkis dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara, kepala Penilik Kepolisian, Kepala Kepolisian Propinsi, Kepala Kepolisian Kabupaten, Kepala Kepolisian Distrik (Kawedanaan) dan Kepala Kepolisian Onderdistrik (Kecamatan). Sebagai Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung kepada Perda Menteri, Polri adalah independent, baik operasional maupun pembinaan, ditunjukkan dengan penanganan kasus kriminalitas / politis yang independent tanpa intervensi dari instansi lain.
Walaupun demikian, Polri saat itu juga dihadapkan dengan dilemma bahwa Pemerintah juga mengeluarkan Ketetapan Nomor 19/A/SD/1946 yang menyatakan bahwa Kepala Daerah tetap bertanggung jawab atas ketentraman dan keamanan di daerahnya masing – masing tetapi Ketetapan Pemerintah tersebut tidak mengatur hubungan antara Gubernur dan Residen dengan Kepala Kepolisian. Hal ini membuat Polri tetap konsisten dalam menyelesaikan tugasnya dengan mengesampingkan campur tangan Kepala Daerah.
2. Alasan yuridis.
Dengan Surat Keputusan Perdana Menteri tanggal 29 Juli 1954 No.Pol. 86/P.P/II tanggal 1 Juli 1955 dtetapkan sebagai Hari Kepolisian Pertama. Pada tanggal 1 Juli 1955, di lapangan Banteng diadakan Upacara Pemberian panji – panji kepolisian Negara oleh Presiden RI kepada KKN. Pada saat itu juga, KKN mengucapkan ikrar Tri Brata sebagai kaul, sebagai cita – cita kepribadian Kepolisian Republik Indonesia, selanjutnya menjadi Pedoman Hidup bagi anggota Polri.
Beberapa tanggal penting dalam sejarah perkembangan Polri tidak dijadikan sebagai hari Bhayangkara , misalnya tanggal 21 Agustus 1945 saat Komandan Polisi Istimewa Jawa Timur Inspektur kelas I M. Jassin memproklamasikan kedudukan kepolisian (yang merupakan tekad anggota polisi untuk berjuang melawan tentara Jepang yang masih bersenjata lengkap walaupun sudah menyerah dari Sekutu) karena saat itu hanya dilakukan oleh kelompoknya saja (polisi istimewa), padahal terdapat beberapa kesatuan polisi yang belum terkoordinasi secara nasional.
Penentuan tanggal 1 Juli sebagai hari Bhayangkara tidak ditentukan oleh satu orang saja, tapi merupakan usulan dari seluruh polisi, dan juga KKN waktu itu juga berkeinginan menyamakan persepsi tentang hakekat kepolisian nasional.
I Juli sebagai hari bhayangkara.
Pada tanggal 1 Juli 1946 berdasarkan penetapan pemerintah No 11/SD DKN menjadi jawatan tersendiri dibawah PM kedudukan polri setingkat dengan departemen dan KKN setingkat dengan menteri. Kepolisian dapat berkembang dengan baik dan dapat merintis hubungan vertikal sampai kecamatan kecamatan. Bagian keamanan (bagian kepolisian) yang ada pada kantor Gubernur mulai dipisahkan dibentuk penuilik kepolisian yang langsung dibawah DKN. Penilik Kepolisian mulai mengkoordinir kepolisian di wilayahnya. Dengan keluarnya dari departemen dalam negeri oleh kalangan kepolisian dianggap peristiwa penting sehingga tanggal 1 Juli diperingati sebagi hari Bhayangkara.
Keputusan PM RI tanggal 29 Juli 1954 No.Pol.: 86/PM/II, ditetapkan tanggal 1 Juli sebagai hari Kepolisian dan diperingati pertamakali tanggal 1 Juli 1955 di lapangan Banteng Jakarta, pada upacara tersebut sekaligus diserahkan panji Kepolisian Negara oleh Presiden kepada KKN. Pada upacara ini KKN atas nama seluruh Korps Kepolisian Negara yang disaksikan oleh Presiden mengikrarkan Tri Brata sebagai kaul, sebagai cita-cita kepribadian Kepolisian RI, sekaligus menjadi pedoman hidup Polri.
Polisi Istimewa.
Pada masa pendudukan Jepang dibentuk kepolisian yang mempunyai tugas khusus dinamakan TOKOBETSU KEISSATSUTAI. Setelah kemerdekaan pasukan ini melebur diri menjadi polisi istimewa. Pada tanggal 14 Nov 1946 pasukan polisi istimewa dilebur menjadi mobile brigade (mobrig) berdasarkan surat perintah kepala muda kepolisian R SOEMARTO no 12/18/91. Mobrig bertanggung jawab kepada KKN. Susunan organisasinya dibagi tiga:
1.Mobrig besar di purwokerto.
2.Mobrig besar jawa tengah di surakarta.
3.Mobrig besar jawa timur di sidoarjo / malang.
Kepolisian di militerisasi : pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melaksanakan agresi militer II karena itu dewan pertahanan negara memberlakukan undang undang dalam keadaan bahaya dan mengeluarkan keadaan bahaya dan mengeluarkan ketetapan no 112 tahun 1947 menyatakan bahwa kepolisian negara dimiliterisasi namun tetap menjalankan tugas kepolisian. Purwokerto diduduki belanda sehingga pusat polisi negara pindah ke jogjakarta.
Regulasi RAFFLES
Pada tanggal 11 Februari 1814 gubernur Jenderal Inggris di Batavia (T.S. Raffles) mengeluarkan regulation for the more affectual admistration of government and justice in the provincial court of Java. Hal ini dijadikan sebagai landasan dalam penyelenggaraan pemerintahan peradilan dan kepolisian. Istilah more affectual menunujukkan bahwa peraturan diatas merupakan penyempurnaan dari regulasi/peraturan yang telah ada apakah itu tertulis atau merupakan fenomena adat kebiasaan yang berlaku dimasyarakat. Regulasi tersebut pada akhirnya menjadi dasar dimilikinya kewenangan penguasa tradisional didaerah Jawa untuk membentuk sebuah badan kepolisian yang bertugas untuk menjaga tata tertib dan ketentraman didaerah kerajaan dan juga membantu mengurusi soal-soal pemerintahan (serat angger gunung 1840 hal 87). Tugas pulisi pada masa ini sudah jelas`dan teratur dalam administrasinya “pulisi gawene nampani prakoro. Kewajibane angestokake unining layang struksine lan murinani marang praja.Kalerehane, carik, kepala dhusun, langsir wimbasara bawahe wadono gunung “.
Metodologi sejarah :
penulisan sejarah menggunakan metode sejarah. Prosedur sejarawan utk menuliskan kisah masa lampau berdasarkan jejak2 yg ditinggalkan oleh masa lampau terdiri atas :
1.mencari jejak masa lampau
2.meneliti jejak secara kritis
3.berdasarkan info yg diberikan oleh jejak itu berusaha membayangkan bgmn rupanya masa lampau
4.menyampaikan hasil2 rekonstruksi imajinatif dari masa lampau itu shg sesuai dengan jejak2nya maupun dgn imajinasinya.
Metode sejarah dibagi dalam 4 kelompok :
1.heuristic, yakni kegiatan menghimpun jejak2 masa lampau
2.kritik, yakni menyelidiki apakah jejak itu sejati baik bentuk maupun isinya.
3.interpretasi, yakni menetapkan makna dan saling berhubungan dari fakta-fakta yg diperoleh sejarah itu
4.penyajian yakni menyampaikan sintesa yg diperoleh dlm bentuk kisah (histografi).
Sejarah lahirnya Tri Brata
1.Pertama kali diucapkan sebagai pengikat disiplin Mahasiswa PTIK pada saat wisuda upacara lulusan PTIK angkatan 2 tanggal 3 Mei 1954 oleh Drs. Parno.
2.Pada saat Rapat Dewan Guru Besar PTIK tanggal 28 dan 29 Juni 1955 mengesahkan Tri Brata sebagai kaul untuk diucapkan
3.Permintaan dari kepala polisi propinsi pada konverensi di aula PTIK kepada KKN agar Tri Brata tidak hanya digunakan sebagai ikrar dan pedoman hidup lulusan PTIK saja tapi menyeluruh
4.Kemudian diikrarkan Tri Brata pada 1 Juli 55 sebagai pedoman hidup Polri.
Tinggalkan Balasan