PENINDAKAN HURU HARA,SUKSES TAPI TANPA EKSES

MENJAWAB KEGALAUAN PENCARIAN ALAT KHUSUS PHH DAN DALMAS YANG MANGKUS DAN SANGKIL

Salah satu pointers yang menjadi penekanan saat rapim Polri Rapim yang mengambil tema “Melalui Rapim TNI-Polri 2012, Kita Tingkatkan Sinergitas TNI-Polri Guna Menjaga Keutuhan NKRI.” Adalah saat Presiden memberikan pengarahan pada hari Jumat 20 Januari 2012 di auditorium Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) bagaimana Polri dapat merancang suatu langkah antisipasi sekaligus penanggulangan yang efektif terhadap setiap peristiwa huru hara yang sering berakhir chaos, korban baik dari pelaku langsung , masyarakat sekitar termasuk keselamatan diri anggota Polri yang harus berhadapan dengan massa anarkhis. Ketika korban berjatuhan .
Adalah suatu kepastian muncul sorotan publik terhadap profesionalisme Polri selaku aparat negara yang diserahi tugas menghamankan dan melindungi masyarakat, tidak mudah ketika semua media menayangkan penggunaan kekuatan oleh Polri sebagai suatu bentuk brutalisme , sikap tidak profesional ,penggunaan kekuatan dilakukan secara berlebihan dan tidak tepat sasaran.
Kondisi pasca kerusuhan makin panas ketika Polri sendiri harus sedemikian berhati-hati memberikan pernyataan tentang suatu peristiwa yang terjadi sementara masyarakat selalu harap harap cemas menunggu informasi terkini, tidak lepas dengan media massa sebagai agen informasi sosial masyarakat,memiliki kapabilitas menayangkan suatu peristiwa berdasarkan keterangan yang diperoleh, terlepas apakah suatu keterangan tersebut nantinya harus diralat atau diklarifikasi oleh temuan berikutnya.
Kerusuhan yang mengharu biru terjadi dengan berbagai latar belakang permasalahan, bahkan semenjak suatu keputusan belum sah dan mendapat restu maupun persetujuan dari komponen pemangku kepentingan yang lebih tinggi atau dari komponen pengawas lainnya, suatu peristiwa kerusuhan bisa saja terjadi lebih dahulu dengan ending kepada bentrok antara kepolisian dan masyarakat setempat, adalah hal lumrah dalam kacamata pendapat Residual effect , Polri sebagai keranjang sampah semua permasalahan dalam masyarakat namun tidak menjadi lumrah ketika sebagai sebuah fenomena Residual Effect justru menjadikan Polri sebagai Tong sampah yang benar benar busuk yang perlu diganti dengan organ lain mirip Polri.
Penggunaan kekuatan oleh kepolisian saat bertugas melayani masyarakat sering dihadapkan kepada kenyataan bahwa : pertama : pilihan penggunaan kekuatan secara dinamis berada diluar kemampuan Polri dalam menyiapkan personil dan peralatan, kedua : perkembangan situasi di lapangan yang sangat dinamis belum mampu diantisipasi oleh piranti-piranti lunak yang berkaitan dengan perkembangan situasi huru hara, ketiga : prosedur penggunaan kekuatan termasuk tataran tanggung jawab dan rentang kendali dalam suatu kegiatan pelayanan kepolisian yang merangkat dari kondisi tertib dan aman menjadi situasi huru hara dalam sekejap.
Polri perlu melakukan langkah langkah terobosan terkait pelayanan unjuk rasa yang sering berakhir dengan huru hara, ketika taktik dan teknik pembubaran massa yang dikenal dengan Dalmas dan PHH dengan leading aktor Sabhara dan Brimob yang dikedepankan, kerap memunculkan penggunaan senjata api yang seharusnya merupakan sebuah “ final resort” / pilihan terakhir yang tak dapat dielakkan justru menjadi tindakan yang menuai badai kritik, lantas muncul berbagai pertanyaan mengapa polri tidak mengedepankan komunikasi humanis, apakah metode persuasif tidak mampu dilakukan dan mengapa kekuatan yang lebih lunak dapat begitu saja dilompati dalam sebuah eskalasi unjuk rasa menjadi huru hara anarkhis.
Strategi Polri dengan pola pelayanan unjuk rasa adalah wujud pengakuan dan perlindungan hukum terhadap kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum. Di Indonesia yang terjadi justru adalah ketika unjuk rasa yang semula damai dalam sekejap berubah menjadi sebuah drama memilukan dengan wajah anarkhis dan brutalisme selalu dipertontonkan, atau ketika unjuk rasa damai dilakukan secara berkelanjutan berhari hari dibarengi dengan menutup dan blokade akses fasilitas umum yang otomatis melumpuhkan urat nadi sendi perekonomian suatu wilayah.
Sebagai suatu negara Demokrasi, walaupun Demokrasi itu sendiri kerap dipelajari di Bundaran HI, adalah jamak bila di Indonesia suatu perbedaan pendapat , kebuntuan saluran komunikasi dan aspirasi disampaikan dengan menggunakan bahasa kekerasan dan intimidasi kekuatan. Posisi Polri sebagai garda penjaga peradaban manusia harus memberikan segenap daya upaya terbaik dan mungkin dilakukan untuk mencegah segenap potensi konflik vertikal maupun horisontal dalam batas kewajaran suatu dinamika bernegara, Sudah selayaknya pola pengendalian massa “Dalmas” maupun PHH, kini mendapat kajian mendalam,dengan didasari pemikiran mengapa formasi Dalmas dan PHH dengan segenap perlengkapannya didukung sejumlah piranti lunak sebagai landasan operasional selalu berhasil membubarkan bahkan menceraiberaikan massa, namun selalu pula berbuntut dengan sejumlah komplain dan tuntutan terhadap Polri. Suatu kesuksesan dapat Polri raih namun dengan tambahan ekses lanjutan berupa catatan pelanggaran HAM maupun komplain atas Brutalisme selalu menjadi catatan penutup kesuksesan pemulihan dan pemeliharaan kamtibmas. Sebuah keberhasilan bagi suatu piranti lunak yang terdapat selama ini mendesain formasi kekuatan dan peralatan termasuk paradigma bagi setiap petugas Polri saat harus berhadapan dengan massa untuk bersiap “perang total”.
Beberapa benang merah dalam setiap piranti lunak yang mengatur kegiatan pelayanan terhadap pengunjuk rasa damai maupun anarkhis adalah adanya temua:
1. Menempatkan Petugas Polri senantiasa head on head, langsung bertatapan muka dengan Massa, semenjak tahapan awal oleh negosiator, kemudian oleh Dalmas Awal dan Dalmas Lanjutan sampai ke PHH Brimob adalah dengan menempatkan petugas selalu langsung / frontal dengan massa, tingkat kritikal manakala Petugas Polri terpancing atas perilaku massa maupun sebaliknya Massa merasa dilecehkan maupun terintimidasi akibat tatapan maupun gerak tubuh Petugas Polri .
2. Peralatan yang disiapkan dalam mendukung tugas pelayanan unjuk rasa ditempatkan mulai dari kekuatan terendah sampai tertinggi dengan konsekuensi terdapat ancaman nyata terlebih dahulu untuk menggunakan kekuatan dengan status level lebih tinggi, Petugas Polisi harus mengambil sikap pasif atau diserang lebih dahulu oleh massa yang artinya juga membiarkan konsentrasi massa menjadi sedemikian jenuh dan lebih kental dalam tekanan psikologis, yang ada tinggal menunggu faktor pencetus sebelum meletus dan membakar menjadi kerusuhan skala besar.
3. Lebih spesifik adalah ketika Petugas Dalmas lanjutan dan atau PHH dilengkapi dengan senjata api, sebagai suatu pemikiran kritis apakah tujuan melengkapi dengan senjata api merupakan suatu keharusan saat berhadapan dengan unjuk rasa , huru-hara ataupun kerusuhan anarkhis, seperti diketahui bahwa dengan memberikan perlengkapan senjata api terkandung maksud untuk dapat memberikan tembakan peringatan ke udara sebagai deteren, yang justru menjadi pertanyaan kembali terkait tembakan peringatan apakah efektif atau justru membuat massa menjadi lebih beringas.
Ketika teknologi berkembang sedemikian pesat termasuk teknologi kepolisian di dalamnya, secara serius di beberapa negara bahkan senantiasa melakukan penelitian terkait taktik dan teknik kepolisian ditataran praktis maupun strategis guna membangun kepercayaan dan menjaga kredibilitas profesionalisme kepolisian di mata masyarakat dibandingan dengan program pembuatan Pin “ Pelayanan Prima “ untuk di sematkan didada. Beberapa Kepolisian modern menyadari bahwa tindakan Kepolisian secara berlebihan dengan menggunakan teknik dan pelengkapan secara tidak proporsional menurut ukuran masyarakat dimana kepolisian itu berada adalah merupakan ancaman serius terhadap penilaian kelayakan sebuah Dinas/ Jawatan Kepolisian untuk dipertahankan sebagai penjaga peradaban manusia.
Ketika event skala dunia digelar, sebagai contoh Kepolisian Seatlle sempat kewalahan menghadapi demonstran yang melakukan tindakan anarkhis berupa penjarahan dan pembakaran kawasan pertokoan, pendekatan dengan menggunakan Tameng dan Tongkat serta senjata api tidak dapat meredam aksi anarkhis menentang Konfrensi G20 berlangsung, hal serupa hampir terjadi ketiga kelanjutan konfrensi G20 kembali di gelar di Pitsburgh, Kepolisian lokal di Pitsburgh cepat bertindak walaupun masih mengedepankan penggunaan Tameng dan Tongkat namun terdapat beberapa teknologi era Star wars yang digunakan .
“LONG-RANGE ACOUSTIC DEVICES” (LRADs)
Sebagai sebuah peralatan yang bekerja dengan menggunakan kekuatan gelombang suara sampai 150 decibel, efektif digunakan menekan sekaligus membubarkan massa pengunjuk rasa maupun blokade massa di sepanjang jalan Pitsburgh tanpa adanya pukulan maupun letusan senjata, massa yang sangat terganggu akibat serangan “ Sonic Boom” akan mengalami disorientasi sesaat dan tekanan hebat pada gedang telinga , sehingga mempengaruhi keseimbangan tubuh dan kemapuan berfikir otak manusia. LRADs juga dapat mengahantarkan suara perintah dan himbauan Kepolisian secara lebih jernih dan jelas untuk didengar massa dalam radius sampai 1 kilometer dari lokasi,sebagai perangkat Public address yang mampu mengalahkan suara riuh rendah suara manusia di tengah kerumunan massa.
Menurut beberapa pengakuan petugas kepolisian yang pernah menggunakan, perangkat LRADs, sangat efektif dan ringkas dibawa dalam kendaraan kecil, harga yang ditawarkan berkisar mulai pada angka US$.30.000 sebanding dengan manfaat dan manuverbilitas yang diberikan, sebagai asumsi pengadaan mobil Ford Ranger Public Address Dalmas Sabhara Polri, dengan menggunakan basis SUV Ford Ranger ditambah perangkat Public Address, selama ini hanya efektif untuk “menghibur” massa demonstran, karena sosok tambun dan berkemampuan manuver rendah, ringkih, tanpa proteksi serta sangat dekat dengan demonstran menyebabkan kurang menjadi idola dalam pelayanan unjuk rasa.
Penggunaan LRADs semakin meluas setelah kepolisian di beberapa negara menempatkan perangkat ini sebagai peralatan vital pengurai massa, Kepolisian Thailand, dan Singapura tercatat sebagai negara di Asean yang telah menggunakan LRADs, beberapa pertimbangan dari pengguna adalah harga kompetitif dan juga memiliki mobilitas tinggi, LRADs tersedia dalam berbagai versi untuk digunakan secara portabel perorangan, dipasang diatas kendaraan Taktis, ditempatkan pada Helikopter, termasuk unit anti terror dan Militer, LRADs juga mulai digunakan secara khusus sebagai bagian pertahanan Kapal Komersial dari kemungkinan ancaman bajak laut.
Urgensi penggunaan LRADs sebagai perangkat dengan teknologi tepat guna dalam penanganan Huru hara semakin terasa bilamana melihat kondisi piranti lunak penangan unjuk rasa maupun huru hara , kebutuhan akan adanya “ Barrier zone” daerah pembatas yang mutlak ada guna mencegah pertemuan massa dengan petugas Polri secara langsung bertatapan dalam jarak sangat dekat “ Head on head”, selama ini Barrier belum lazim dibentuk memngingat proses penempatan kekuatan yang disiapkan untuk melakukan tindakan pembubaran masa mengharuskan Formasi pasukan Dalmas dan PHH berada sedekat mungkin dengan massa, logikanya adalah tongkat lecut dan tameng sekat hanya bisa bekerja bial ada massa yang menempel didepan formasi pasukan dalmas dan PHH.
Prosedur pembubaran massa yang sering menimbulkan komplain adalah adanya pemukulan dan kekerasan yang dilakukan petugas Polri terhadap pelaku kerusuhan yang tertangkap maupun aksi kejar kejaran antara petugas dan massa, LRADs dapat digunakan untuk memulai adanya “barrier zone “ seperti diketahui kekuatan sonic boom LRADs mampu diatur sedemikian rupa sehingga dalam jarak tertentu massa tidak berani mendekat, lapis pertama adalah menggunakan kekuatan LRADs dengan asumsi Barrier Zone tersebut mampu mencegah lemparan batu dan Molotov cocktail massa tidak sampai ke petugas , kemudian lapis kedua adalah dengan menggunakan jangkauan tembakan meriam air “ Water Canon” sebagai antisipasi penyusupan massa yang nekat merangsek menyerang maupun untuk memadamkan jilatan api dari Bom Molotov, dan terakhir sebagai lapis ketiga menggunakan formasi pasukan Dalmas dan PHH.
Harapan dengan adanya Barrier Zone adalah :1. petugas Polri tidak perlu melakukan pukulan dengan tongkat rotan maupun kekerasan lain saat membubarkan massa, karena massa tidak berada langsung sangat dekat didepan tameng sekat PHH Brimob, 2. demikian juga untuk mencegah agar massa dan petugas Polri tidak saling terprovokasi oleh ucapan/ penghinaan , gesture maupun mimik wajah yang dapat memancing suasana semakin keruh dan penuh tekanan.3. LRADs dapat digunakan sebagai Public Address yang mampu mengalahkan suara riuh rendah di tengah massa dalam jarak 1 kilometer untuk menepis rumor yang berkembang, memutus orasi dan agitasi provokator,dan desas desus ditengah massa.
CHEMICAL AGENT( Bahan – bahan Kimia)
Penelitian ilmiah tentang teknologi kimia penanganan huru hara berkembang secara pesat dalam beberapa dekade, dikenal sebagai CN dan CS kemudian mengalami perkembangan dengan penemuan Capcaisin sebagai agent kimia yang mampu menceraiberaikan massa namun tanpa resiko mematikan . Beberapa penemuan baru yang perlu diapresiasi oleh Polri dalam memberikan kekuatan Deteren sebagai bagian dari bargaining power dalam penanganan huru hara adalah dengan meningkatkan penggunaan bahan-bahan Kimia sebagai lapis kekuatan kedua yang bekerja secara efektif bersama LRADs membentuk Barrier zone,digunakan dalam formasi penyekatan dan penggiringan pelaku huru hara agar bubar tanpa sempat melakukan tindakan anarkhis
STINK BOMB
Selain mata dan gendang telinga , indra penciuman merupakan bagian organ tubuh yang sangat sensitif terhadap rangsang , dalam dekade terakhir penggunaa agen kimia untuk penanggulangan Huru hara berkisar kepada penggunaan CN, CS maupun OC yangg lebih mengarah kepada sensor mata manusia, kini Teknologi Kepolisian mulai mengembangkan agen kimia baru yang memanfaatkan kelemahan sensor hidung manusia terhadap bau menyengat dan busuk , hasil penelitian yang dilakukan terhadap perilaku manusia menunjukkan bahwa manusia sangat bereaksi terhadap bau bauan menyengat khususnya bau yang diasosiasikan dengan konotasi jorok maupun kotoran, demikian sebaliknya ketika indera penciuman manusia memberikan rangsang mencolok terhadap aroma makanan yang mampu membangkitkan selera makan manusia dibandingkan penampilan fisik suatu hidangan yang tidak begitu atraktif asalkan dengan aroma yang sangat sedap, akhirnya menggugah keinginan bersantap bagi manusia.
Stink Bomb dikembangkan pertama kali sebagai bagian dari lelucon yang kemudian digunakan dalam berbagai kesempatan, Kepolisian Israel tercatat berhasil mengembangkan Bomb Bau Busuk untuk melakukan tindakan represif terhadap pejuang Palestina di jalur Gaza, ketika Bomb Bau Busuk ditembakkan ke arah demonstran akan menyebabkan cairan kimia khusus, mampu menimbulkan mual, muntah maupun rasa tidak nyaman lainnya akibat bau Kotoran dan bangkai menyengat yang bahkan tidak mudah hilang walaupun dicuci berulang kali dari sekujur tubuh demonstran.
Menurut catatan Guiness Book of Records terdapat 2 ( dua) senyawa kimia yang paling berbau busuk; pertama adalah senyawa kimia yang tersusun dari 8 (delapan) unsur kimia yang terdapat dalam kotoran manusia , dimana senyawa pertama ini merupakan stadar test minimum terhadap setiap produk pengharum dan penyegar ruangan yang masuk ke pasaran Amerika, sedangkan senyawa kedua adalah merupakan campuran dari 5 ( lima ) unsur kimia berbasis belerang dengan aroma mirip daging maupun makanan busuk.secara sederhana Bomb Bau Busuk berasal dari unsur kimia Amonium Sulfida yang memiliki aroma telur busuk yang sangat kuat, sehingga ketika ditembakkan ke udara dan menempel pada tubuh, pakaian, kendaraan pelaku Huru-hara , nantinya secara perlahan akan bereaksi dibantu oleh kelembaban udara membentuk Hidrogen Sulfida dan Ammonia, yang akhirnya akan memberiukan sensasi Bau Telur Busuk disekujur tubuh pelaku Unjuk rasa, selain digunakan untuk proses identifikasi juga digunakan sebagai sarana pressure psikologis akibat paparan bau menyegat disekitar pengunjuk rasa.
Beberapa unsur kimia yang digunakan oleh beberapa produsen Bomb Bau Busuk “ Stink Bomb “ adalah : Mercaptans : Methanethiol berwujud gas sehingga sulit digunakan dan dibawa bawa. Ethanethiol memiliki aroma khas seperti Urine Kambing , berbasis unsur Belerang (sulfur compounds) : Hydrogen Sulfide,dengan aroma khas telur busuk, Ammonium sulfide, Selain beraroma telur busuk juga dapat meinmbulkan sensasi perih di permukaan kulit, dengan basis unsur kimia Carboxylic acids seperti Propionic acid dengan aroma khas keringat manusia, Butyric acid, dengan aroma yang sama namun lebih kuat menyengat dan lebih tahan lama, Valeric acid dan Caproic acid, dengan aroma seperti keju busuk, gugus Aldehydes seperti Amines, Ethylamine dengan aroma amis Ikan : Putrescine : aroma daging membusuk, Cadaverine : dengan aroma bau mayat , dan Heterocyclic compounds dengan aroma seperti kotoran manusia
MARKER INK
KepolisianIndia tercatat memberikan tambahan cairan pewarna pada air yang digunakan oleh rantis Water Canon, metode penandaan dengan menggunakan cairan berwarna sangat efektif sebagai penanda kepada kelompok pelaku huru hara disatu tempat berdasarkan jenis warna yang ditinggalkan, dibuat dari bahan organik non toxic cairan pewarna dapat juga dimasukkan kedalam proyektil khusus yang ditembakkan dengan tekanan gas, sehingga pelaku huru hara termasuk tokoh penggerak dapat dengan mudah diidentifikasi lebih lanjut atas cipratan warna yang berada di pakaian maupun bagian tubuh lainnya, teknologi tinta yang digunakan kini telah berhasil memproduksi tinta yang melekat lebih lama dibandingkan noda tinta biasa, selain teknologi tinta berwarna khusus, pada kepolisian Canada penggunaan tinta tanpa warna juga kerap digunakan sebagai penanda khusus terhadap pelaku huru hara, tinta yang secara kasat mata berupa cairan bewarna bening akan bereaksi ketika terpapar sinar Ultra Violet, sehingga pelaku tidak sadar bahwa dirinya telah terpapar tinta penanda .
PEPPER BALL DAN PAINT BALL
Pepper ball tercatat sebagai salah satu produsen peralatan Real Marker yang bergerak dibidang penyediaan teknologi non lethal bagi militer, penegak hukum maupun untuk olahraga rekerasional, tercatat Brimob Polri masih menggunakan perlatan Pepper Ball sebagai bagian dari formasi PHH Brimob Polri.Model TAC-700 automatic diklaim oleh produsen sebagai senjata non lethal yang mampu memberikan tekanan terhadap pelaku huru hara yang sering dihadapi Polisi dengan jangkauan sekitar 150 feet dan jarak efektif pada 60 feet dan daya sembur 700 butir proyektil non lethal full automatic mode permenit .
Pengalaman menunjukkan penggunaan Pepper Ball sangat efektif dalam penanggulangan massa anarkhis di jalanan, maupun kerusuhan di dalam penjara seperti yang pernah terjadi pada Lapas Super Maksimum Security di Nusa Kambangan. Pepper Ball yang diadopsi Brimob Polri tercatat memiliki beberapavarian proyektil non lethal yang meliputi: proyektil isian PAVA ( sejenis bubuk cabai yang mengandung capcaisin ,dengan sensasi sangat perih di mata dan menimbulkan iritasi pada hidung) Proyektil Marker dengan isian cat sebagai penanda, dan Proyektil latihan dengan isian tepung dan sedikit aroma PAVA untuk kegunaan latihan.
Model TAC-700 yang dibanderol dengan harga sekitar US$ 800 , memiliki rival yang tidak kalah menarik sebagai senjata non lethal weapon, rujukan lain adalah merek Tippman type X7 Phenom ,A5 dan 98 Custom , yang sangat sesuai bagi peralatan PHH Brimob Polri, kemudian menjadi pemikiran lebih lanjut adalah ketika Perkap No 8 tahun 2010 Tata Cara Lintas Ganti Dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-Hara dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, tidak menyebutkan formasi bagi petugas yang dilengkapi dengan Pepper Ball sebagai sarana penekan dan proteksi bagi Pasukan PHH, kemudahan dan efektifitas penggunaan Pepper Ball sebagai pengendali massa anarkhis sering terbentur kepada pengadaan proyektil yang terbatas, seperti diketahui bahwa proses pengadaan dan pembelian termasuk perawatan senjata membutuhkan jalur birokrasi dalam daur logistik yang cukup panjang.
Kebutuhan satuan diwilayah dengan mengedepankan penggunaan Pepper Ball sebagai senjata Non Lethal Weapon dirasakan sangat mendesak dalam tugas pelayanan unjuk rasa maupun pengendalian massa, mengingat dengan melengkapi senjata api bagi petugas Polri yang harus head on head dengan massa pengunjuk rasa adalah sama dengan mempersiapkan petugas Polri untuk menggunakan senjata api yang diberikan kepadanya, walaupun secara yuridis formil penggunaan senjata api sebagai alat beladiri petugas maupun dalam rangka melindungi nyawa dan harta benda masyarakat lain secara lebih luas diatur dalam produk hukum seperti Perkap 1 Tahun 2009 dan Protap 01 Tahun 2010, namun apapun alasan penggunaan senjata api, apalagi dengan timbul korban baik dikedua pihak, akan menimbulkan polemik dan permasalahan baru terkait HAM,Profesionalisme Polri, termasuk agenda Reformasi Polri didalamnya.
TASER
Kepolisian di Amerika telah menggunakan Taser secara meluas untuk mencegah penggunaan senjata api secara berlebihan , maupun menghindari korban jiwa terhadap masyarakat maupun petugas itu sendiri, Taser bekerja dengan cara mengalirkan kejutan arus listrik yang dihantar melalui kabel ketubuh manusia, dimana kejutan arus listrik tadi mampu mengendalikan kontraksi otot tubuh manusia, seseorang yang terkena kejutan arus listrik akan menyebabkan gangguan pada sensor saraf dan motorik tubuh sehingga dapat mengakibatkan lumpuh sesaat.
Penelitian yang dilakukan oleh Lousiana State University, Inova Fairfax Hospital di Virginia, University of Medical Center di Nevada dan The National Institute of Justice menunjukkan bahwa penggunaan Taser dalam tugas Kepolisian menunjukkan keberhasilan dalam menekan kecelakaan , cedera dan kematian akibat penmggunaan senjata api dan penggunaan kekuatan fisik lainnya, dari 1000 peristiwa penggunaan taser yang tercatat menunjukkan hampir 99,7 persen penggunaan Taser tidak menimbulkan cedera berat maupun permanen terhadap pelaku kejahatan , sedangkan 0,3 persen perlu mendapat perawatan lebih lanjut sebagai akibat cedera yang ditimbulkan saat terjatuh pasca mendapat tembakan Taser pada tubuhnya .

REKOMENDASI
Penggunaan Tongkat dan tameng dalam tugas pengendalia massa dan penindakan Huru hara perlu mendapat sentuhan tambahan alat yang mampu mencegah massa anarkhis bertemu secara langsung dengan petugas Polri secara berhadap hadapan dengan batas Tameng sebagai sekat,Tambahan alat yang digunakan ditujukan untuk membentuk “Barrier Zone” daerah pembatas dengan menempatkan peralatan LRADs sebagai “sonic boom” sebagai lapis pertama , Water Canon dengan tinta penanda dan atau Cairan busuk sebagai lapis kedua, dan Formasi PHH / Dalmas dengan Tameng dan Tongkat sebagai lapis ketiga
Penggunaan Senjata Api perlu dibatasi sampai tingkat paling minimum, sedangkan penggunaan Senjata Non Lethal seperti : Senjata Pepper Ball, Granat Flash Bang,Fogger Gas air Mata, Taser perlu ditingkatkan, penempatan petugas Polri yang bersenjatakan Non Lethal Weapon sebagai elemen pelindung formasi PHH dan Dalmas serta sebagai elemen pendobrak yang mendukung pergerakkan Pasukan PHH / Dalmas dalam melakukan penggiringan, penyekatan maupun penangkapan massa anarkhis .
Peralatan Non lethal Weapon dan Akustik perlu mendapat tempat dan pelatihan lebih lanjut, perubahan dan revisi terhadap Perkap No.8 Tahun 2010 Tata Cara Lintas Ganti Dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-Hara dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa , Perkap No.1 Tahun 2009 Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian dan Protap No. 01 Tahun 2010 sebagai landasan yuridis yang memberikan ruang gerak bagi penggunaan peralatan No Lethal weapon dan Akustik secara lebih luas dan kuat mengurangipenggunaan kekuatan Fisik berlebihan dan Senjata Api yang selalu menimbulkan perdebatan.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Situs Web WordPress.com.

Atas ↑

%d blogger menyukai ini: