LAPORAN DISKUSI KELOMPOK TENTANG OPTIMALISASI PENANGANAN KONFLIK SOSIAL ANTAR WARGA (DESA) GUNA MENCIPTAKAN SITUASI KAMTIBMAS YANG KONDUSIF DALAM RANGKA KAMDAGRI DALAM RAPIM POLRI 2013

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK TENTANG OPTIMALISASI PENANGANAN KONFLIK SOSIAL ANTAR WARGA (DESA) GUNA MENCIPTAKAN SITUASI KAMTIBMAS YANG KONDUSIF DALAM RANGKA KAMDAGRI
DALAM RAPIM POLRI 2013

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Arus globalisasi yang terjadi saat ini membawa perubahan terhadap tatanan dunia. Dampaknya telah berpengaruh pada pola kehidupan masyarakat internasional, regional dan nasional. Selain dampak positif globalisasi berupa kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi serta transportasi yang dapat diterima masyarakat, juga muncul dampak negatif yang tidak terhindarkan terkait perubahan budaya masyarakat yang cenderung bersifat konsumerisme, individualisme, anarkisme, dan lain-lain. Nilai-nilai kekeluargaan yang mencerminkan kebersamaan dan toleransi berubah drastis dengan munculnya konflik sosial, baik horizontal maupun vertikal, dengan latar belakang tertentu.
Akhir-akhir ini di Indonesia marak terjadi konflik sosial. Konflik horizontal di tingkat pedesaan umumnya berlatar belakang isu SARA, sengketa lahan, tapal batas daerah dan dari adanya perbedaan nilai dan ideologi dimana setiap individu dalam masyarakat memiliki perspektif yang berbeda tentang hidup dan masalah – masalahnya. Perbedaan perspektif tersebut disebabkan karena masing –masing pihak memiliki latar belakang dan karakter yang berbeda, serta terlahir dalam cara hidup tertentu dimana masing – masing memiliki nilai yang memandu pikiran dan mengambil tindakan tertentu .
Keaneka ragaman suku, agama, ras dan kebudayaan Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, pada satu sisi merupakan suatu kekayaan bangsa yang secara langsung maupun tidak langsung dapat memberi kontribusi positif bagi upaya menciptakan kesejahteraan masyarakat. Namun pada sisi yang lain kondisi tersebut dapat membawa dampak buruk bagi kehidupan nasional apabila terdapat kondisi ketimpangan pembangunan, ketidakadilan dan kesenjangan sosial,ekonomi, serta dinamika kehidupan politik yang tidak terkendali. Disamping itu, transisi demokrasi dalam tatanan dunia yang terbuka mengakibatkan semakin cepatnya dinamika sosial,termasuk faktor intervensi asing, dimana kondisi tersebut dapat memunculkan kerawanan konflik vertikal maupun horisontal. Konflik yang terjadi selama ini tentunya dapat mengakibatkan hilangnya rasa aman, menciptakan rasa takut, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma psikologi sehingga menghambat terwujudnya kesejahteraan umum yang menjadi cita – cita bangsa. Konflik mengandung spektrum pengertian yang sangat luas mulai dari konflik kecil atau perorangan, konflik antar keluarga, sampai dengan konflik antar kampung / desa dan bahkan sampai konflik komunal yang melibatkan beberapa kelompok besar, baik dalam ikatan wilayah ataupun ikatan primordial. Konflik massal seperti perkelahian antar warga (desa) tidak terjadi serta merta, melainkan diawali dengan adanya benih-benih yang mengendap di dalam individu, yang kemudian dapat berkembang memanas menjadi ketegangan dan akhirnya memuncak menjadi konflik fisik akibat adanya faktor pemicu konflik. Oleh karenanya dalam rangka penanggulangan konflik, yang perlu diwaspadai bukan hanya faktor-faktor yang dapat memicu konflik, namun juga yang tidak kalah penting adalah faktor-faktor yang dapat menjadi sumber timbulnya konflik.
Indonesia merupakan wilayah yang cukup strategis dan kompleks dari sisi keberagaman budaya, etnis dan sumber daya manusianya. Tentunya dapat muncul beberapa -gesekan sosial yang menjadi tantangan tersendiri dalam proses pembangunan di Indonesia. Gesekan sosial tersebut dapat menjadi konflik antar warga baik bersifat sporadis maupun potensial dalam satu titik yang dapat berujung pada tawuran antar warga (desa). Hal ini perlu dikelola secara konseptual untuk antisipasi secara dini. Menyikapi hal tersebut, Polri tentunya harus memiliki konsep penanganan konflik dengan membangun interaksi sosial baik dengan masyarakat maupun instansi pemerintah agar masing-masing pihak dapt memahami akan kebutuhan rasa aman bagi setiap warganya dan memunculkan ide-ide positif yang dituangkan dalam kegiatan secara bersama-sama. Khusus terkait penanggulangan maraknya konflik sosial tentunya lebih dikedepankan tahap penghentian konflik sosial dan pemulihan konflik sosial. Selanjutnya dengan terwujudnya sinergitas antara Polri dengan unsur pemerintahan daerah dan TNI serta masyarakat diharapkan dapat mengeliminir setiap sumber konflik antar warga sehingga tidak menjadi sebuah ketegangan sosial yang berakibat terjadinya konflik yang dapat mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat.

2. Tujuan
Adapun tujuan dari diskusi kelompok IV ini adalah untuk merumuskan suatu produk tentang penanggulangan konflik sosial antar warga

3. Pemapar dan Materi
Brigjen Pol Drs. Dewa Parsana, MSi dengan paparan “optimalisasi penanganan konflik sosial antar warga (desa) guna menciptakan situasi kamtibmas yang kondusif dalam rangka kamdagri”.

4. Susunan Acara
a. Paparan oleh Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Pol Drs. Dewa Parsana, Msi.
b. Tanya jawab
c. Penyusunan dan pembuatan produk

BAB II
PELAKSANAAN
1. Tema Diskusi
Optimalisasi Penanganan Konflik Sosial Antar Warga (desa) Guna Menciptakan Situasi Kamtibmas yang Kondusif dalam rangka Kamdagri

2. Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan : Kamis tanggal 31Januari 2012
Tempat pelaksanaan : Auditorium STIK-PTIK

3. Pembukaan oleh Moderator oleh Irjen Pol Drs. Tubagus Anis

4. Paparan oleh Kapolda Sulawesi Tengah Brigejen Pol Drs. Dewa Parsana, Msi.
Potensi konflik yaitu Poleksosbudkam, SARA, batas wilayah, dan sumber daya alam. Identifikasi permasalahan yang berpotensi memunculkan gangguan kamtibmas di Sulawesi tengah didominasi masalah terkait terorisme, perkelahian antar warga dan konflik yang bernuansa politik dan pemilukada. Faktor yang menjadi potensi gangguan penyebab konflik antar warga di Sulawesi Tengah diantaranya peran stake holder saat ini antara lain :
a.pemda :
1) kurangnya komunikasi pemda dengan masyarakat.
2) kurang optimalnya peran perangkat desa.
3) terbatasnya penyuluhan dan pelatihan keterampilan di desa.
4) kurangnya sinkronisasi dan sinergitas program – program pembangunan desa lintas skpd dan instansi terkait.
5) lemahnya penyaluran, birokrasi yang rumit dan kurangnya pengawasan terhadap program bantuan sosial kemasyarakatan yang tepat sasaran.
b. Legislatif/ DPRD :
1) Jarangnya kehadiran anggota dewan untuk turun ke desa dapilnya.
2) Kurang menampung dan memperjuangkan aspirasi warga desanya kepada pihak pemda.
c. polisi :
1) belum mampu mewujudkan program 1 bhabinkamtibmas untuk 1 desa.
2) kualitas anggota bhabinkamtibmas belum maksimal.
3) kurangnya sensitifitas anggota terhadap lingkungannya.
Langkah – langkah yang harus diambil dalam rangka penanganan konflik antar warga.
a. pencegahan.
target : konflik tidak terjadi/ meluas.
 inventarisir akar masalah + provokatornya.
 deteksi potensi konflik / motif.
 patroli dialogis (himbauan, arahan / penyuluhan).
 penggalangan (giat intelijen dan polmas).
 sudah bersinergi dgn komponen terkait.
 penempatan pos-pos taktis pada daerah rawan konflik.
 tiada hari tanpa ops pekat.
 razia dum-dum, panah, busur, sajam dan benda berbahaya lainnya.
 menyebarkan no hp kapolda sampai dengan tingkat bhabinkamtibmas.
b. Penghentian
target : konflik segera dapat di redam.
 Melakukan penyekatan dan isolasi terhadap kedua belah pihak yang bertikai.
 Penangkapan dilakukan bila situasi kondisi memungkinkan.
 Melakukan proses hukum secara tegas, humanis, legal-ligitimate sampai tuntas.
 Sudah bersinergi dgn komponen terkait.
c. pemulihan pasca konflik.
target : aktivitas masyarakat normal.
 bersama pemda dan stakeholder lainnya mempertemukan keduabelah pihak yang bertikai dan membuat nota kesepakatan untuk tidak memperpanjang masalah dan menyelesaikan konflik secara musyawarah dan hukum.
 memperbaiki sarpras yang rusak akibat konflik.
 memberikan pengobatan gratis kepada korban jiwa yang menderita luka ringan / berat.
giat rehabilitasi.
Langkah taktis merupakan terobosan kreatif (creative breakthrough)
a. Buku forum bankamdes : dlm rangka pencegahan konflik sosial.
b. Buku pedoman perilaku humanis. Dalam rangka penjabaran perkap, protap dan tindakan tegas di lapangan.
c. Buku pedoman kemitraan dengan civitas akademika : dalam rangka kat mitra dgn akademika.
d. Buku pedoman merebut hati masyarakat.
e. Buku pedoman merebut hati organisasi masyarakat.
f. Maklumat kapolda sulteng : tegas, humanis, legal-ligitimate.
g. Buku sinkronisasi kebijakan dan sinergitas peran dalam rangka kontra radikalisme dan de-radikalisasi.
h. Buku sadar dan peduli sulawesi tengah melalui catur harmoni.
i. Pembangunan palu art center.
j. Monumen perdamaian dan pariwisata nosarara nosabatutu.

BAB III
TANGGAPAN PESERTA DISKUSI

MODERATOR: IRJEN POL DRS. TUBAGUS ANIS
PEMAPAR: 30 MNT (KAPOLDA SULTENG)
SEKERTARIS: KAPOLDA NTB

JALANNYA PAPARAN:
1. PAPARAN OLEH PEMAPAR
a. Sebagaimana hasil diskusi tadi malam dan menggunakan slide yang telah dibuat semalam maka fokus penulisan adalah konflik antar warga (horisontal)
b. Kesan yang terjadi di lapangan adalah polisi seakan sendiri dalam menanggulangi konflik sosial. Polisi belum sinergi dengan stakeholder lainnya (sinergi polisional).

2. SESI DISKUSI DAN TANYA JAWAB
a. BRIGJEN SAHRUL MAMA (wakapolda Sulsel)
i. Judulnya optimalisasi pencegahan, identifikasi masalah, maupun langkah-langkah yang diambil.
ii. Tidak sinkron, bila optimalisasi yang diambil berarti yang harus menjadi fokus adalah faktor manajerialnya (subyek pelaksananya). Akan tetapi, dalam paparan ini justru dibahas tentang berbagai permasalahannya.

b. JEND (berjaket hitam baris II)
i. Masukan agar para Kepala Desa tersebut dipilih atas dasar kemampuannya sehingga yang harus diperhatikan oleh Kepolisian adalah pengawasan maupun pengamanan terhadap proses pemilihan Kepala Desa.

c. BRIGJEN MUKTIONO
i. Masukan dari beliauperlunya pelibatan media dalam turut menciptakan kondisi yang kondusif
ii. Mengubah mind set masyarakat yang akrab dengan kekerasan (konflik), dapat dilakukan dengan melakukan berbagai kegiatan seperti seminar, sarasehan, dll. Serta, perubahan mind set anggota Kepolisian.
iii. Konflik adalah masalah yang wajar karena perubahan sosial yang ada. akan tetapi yang harus dilakukan adalah pengawasan sehingga konflik tidak berkembang menjadi kekerasan.
iv. Penanaman nilai-nilai anti-kekerasan terhadap perempuan dan anak.

d. IRJEN M AMIN SALEH
i. Pembahasan kali ini menarik karena judul yang dipilih adalah optimalisasi, sehingga output yang dihasilkan tentunya merupakan suatu peningkatan kemampuan.
ii. Masukan dari beliau adalah perlunya tahapan waktu dalam implementasi program optimalisasi.

e. BRIGJEN SYAFRIZAL
i. Pengertian konflik sosial berdasarkan UU PKS tidak sama dengan pengertian konflik sosial yang dipahami secara awam.
ii. Penyelesaian ADR dengan restorative justice
iii. ADR juga dapat dilakukan restorative justice

3. TANGGAPAN DARI PEMAPAR
a. Penyampaian terima kasih atas berbagai masukan dan akan dirumuskan kembali kepada naskah yang lebih baik.

4. TANGGAPAN DARI STAF AHLI KAPOLRI
a. Prof Sarlito
i. Kepolisian saat ini sudah sangat maju, sudah ada pergeseran prioritas pendekatan Kepolisian yang dulunya pada represif kini sudah pada pre-emtif.
ii. Penyelesaian terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Kepolisian harus dilaksanakan secara tuntas.
iii. Yang utama adalah pemanfaatan berbagai instansi yang telah ada, khususnya adalah anggota Polri berpangkat bintara yang jumlahnya mayoritas. Mereka perlu untuk ditingkatkan kemampuannya.
b. Prof Ronny
i. Koreksi atas penggunaan pasal 170 KUHP yang sering digunakan dalam penanganan konflik sosial. Pidana kita tidak mempunyai konsep pertanggungjawaban kolektif. Padahal, dalam konflik tersebut yang terjadi adalah perilaku kolektif.
ii. Tawuran antar pelajar juga perlu untuk menjadi perhatian karena eskalasi kejadiannya cukup tinggi. Dan, merupakan juga bentuk konflik yang terjadi antar warga (yg dalam hal ini adalah warga pelajar).

5. PAPARAN OLEH SEKERTARIS (KAPOLDA NTB)
a. Pada intinya yang disampaikan adalah sesuai dengan hasil notulensi dan disampaikan secara umum.

BAB IV
KESIMPULAN

Diskusi kelompok IV yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 31 Januari 2013 di Auditorium STIK-PTIK dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Diskusi ini bertujuan untuk membuat produk perumusan dengan judul “Penanggulangan Konflik Sosial Antarwarga”.
2. Penanggulangan konflik meliputi tindakan pada ruang lingkup pencegahan, penghentian konflik dan pemulihan pasca konflik, dengan lebih mengutamakan pencegahan yang dilakukan dengan pendekatan preemtif dan preventif.
3. Langkah pencegahan dan pemulihan yang diambil dengan membangun sinergitas antara pihak terkait.
4. Penanggulangan konflik sosial merupakan tanggung jawab bersama sehingga diperlukan kerjasama dengan didasari kesadaran atas peran masing-masing.

Satu respons untuk “LAPORAN DISKUSI KELOMPOK TENTANG OPTIMALISASI PENANGANAN KONFLIK SOSIAL ANTAR WARGA (DESA) GUNA MENCIPTAKAN SITUASI KAMTIBMAS YANG KONDUSIF DALAM RANGKA KAMDAGRI DALAM RAPIM POLRI 2013

Add yours

  1. Jawa Barat rawan terjadi konflik karena terdapat pusat dari simpul berbagai kelompok, termasuk kelompok radikalisasi..
    Mohon bantuannya, kt mencari founding utk survei lapangan deteksi konflik

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs Web WordPress.com.

Atas ↑