diagnosis dan obat generik

Pada hari Selasa tanggal 18 Mei 2021 sekira pukul 21.00 wib, Polsek Candipuro Polres Lamsel telah dibakar oleh massa, cerita ini sebenarnya bukan pertam kali terjadi, pernah beberapa kali fasilitas Kantor Polisi dirusak bahkan sampai dibakar massa.

Latar belakangnya pun bermacam-macam, mulai salahnya Pak Polisi sampai ke hal yang nggak masuk akal, orang digebukin tukang parkir atau jumpalitan kecelakaan tunggal, tetap saja Kantor Polisinya yang dibakar, namanya juga oknum … tetapi banyak.

Mulanya adalah adanya perwakilan warga desa Beringin Kencana sekitar 20 orang mendatangi rumah Kades Beringin Kencana untuk membahas tentang maraknya kejadian kriminalitas di wilayah Kecamatan Candipuro, kemudian warga mendesak Kades dicarikan solusi serta mendesak untuk bertemu dengan Kapolsek Candipuro di Lampung Selatan.

Kanit Intelkam Polsek Candipuro menghubungi Kapolsek melalui telpon dan disampaikan kepada massa bahwa saat ini Kapolsek juga sedang berada di Desa Sinar Palembang Kec. Candipuro untuk menertibkan warga yang akan melaksanakan hajatan dan Kapolsek meminta warga untuk sabar apabila ingin bertemu karena Kapolsek masih ada kegiatan di Desa Batuliman, desa lain di kawasan kecamatan Candipuro yang sedang marak keinginan warga untuk menggelar hajatan Organ Tunggal sebagai kebiasaan turun temurun selepas Puasa Ramadhan.

Untung tidak dapat diraih, malang tidak dapat ditolak ketika jumlah massa semakin banyak dan beringas datang berduyun-duyun  ke Mako Polsek Candipuro, sekitar 1000 orang  dan mulai melakukan pelemparan ke gedung SPK Polsek Candipuro yang terletak disisi paling depan sebelah kiri dengan menggunakan batu kemudian massa melakukan pengrusakan dan pembakaran Mako Polsek Candipuro dengan menggunakan kayu yang ada disekitar Mako Polsek.

Sangat disayangkan, namun juga menarik karena fenomenanya adalah Polsek / kantor Polisi dibakar karena menangkap orang atau tokoh atau bentrok dengan satuan TNI atau bahkan Ormas, tapi ini Polsek dibakar karena masyarakat kesal begal motor yang gak terungkap-terungkap, perlu didalami apakah bener-bener karena kesal dengan kualitas  pelayanan Polisi atau ada hal lain,  Kalau karena kualitas pelayanan Polisi, maka  ini menjadi pembelajaran penting bagi Polri dalam  melayani masyarakat.

Memahami bagaimana memberikan pelayanan masyarakat dibidang Kamtibmas secara berkualitas secara sederhana dianalogikan memberikan treatment kepada orang yang sedang sakit, gejalanya boleh sama , pusing, panas dan demam namun belum tentu penangan juga boleh sama, apalagi obatnya juga harus spesifik.

Kondisi Polsek –polsek antar daerah di Jawa dengan luar Jawa akan banyak bedanya,berbeda dari kualitas dan kuantitas personilnya, dukungan peralatan dan berbagai aspek manajerial yang pasti sangat berbeda, melihat Mapolsek di Jakarta Barat atau di Denpasar Bali pasti akan jauh berbeda dengan Polsek di Tanggamus Lampung, atau ya Polsek Candipuro itu.

Konsep idealnya adalah Polri mendekatkan sentra –sentra pelayanan kepada masyarakat langsung digaris depan, dalam hal ini Polsek sebagai ujung tombaknya dengan bentuk layanan ideal adalah one stop service, mulai dari urusan memberikan perlindungan , pengayoman  dan pelayanan masyarakat, kemudian memelihara Kamtibmas serta upaya penegakkan hukum, termasuk urusan lain yang jadi pekerjaan Polri, apa saja mulai urusan lahiran sampai kematian ada di job desk Polri, plus suasana pandemic yang membuat Polri bekerja multi peran.

Polsek Candipuro lain lagi deritanya, ternyata ada beberapa kajian yang perlu dipahami lebih dahulu untuk membuat diagnosis penyakit yang ada, itulah mengapa beruntungnya mereka yang belajar ilmu Kepolsian, karena otomatis akan terpaksa belajar aspek antropologi dan sosiologi masyarakat dalam interaksinya dengan anggota Polri di Lampung khususnya dalam fenomena Begal. 

Begal  pastinya tidak  datang dari Amerika apalagi dari Uzbekistan dan Rusia, demikian juga anggota Polri di Lampung Selatan sepertinya tidak ada yang import dari  Arab apalagi Australia, rata rata antara begal, Korban dan Polisinya adalah  orang situ juga alias local boys for local job , artinya ada rasa  enggan bila tegas kepada kawan atau sanak kadang sendiri di kampung sendiri, ditambah tidak adanya leadership kuat dari Kapolsek maupun Kapolres bahkan Kapolda untuk ultimatum begal tembak ditempat dan reward bagi anggota yang ganas terhadap Begal.

Sikap apriori adalah wujud distrust masyarakat terhadap petugas Polsek Candipuro Lampung, rasa tidak percaya ini merupakan akumulasi berbagai pengalaman yang tidak enak, tidak memuaskan dengan pelayanan di Polsek, kondisi ketika Bhabinkamtibmas kalah pamor dengan Babinsa, bisa dimaklumi ketika masyarakat lebih memilih sosok tentara yang sepanjang pengetahuan hidup masyarakat belum pernah ” melukai” atau ada cacat didepan mereka.

Kondisi yang sama ketika  hadirnya sosok Brimob yang tinggal di suatu kampung, ternyata  lebih punya pamor dibandingkan sosok anggota Polsek, masyarakat punya hak untuk memilih dan lari mencari perlindungan minimal nasihat kepada pak Brimob untuk kemudian diantar ke Polsek mengurus hajatnya, premis ini terbukti ketika ada konflik lahan antara petani daerah Urut Sewu Kebumen maupun daerah lain yang ada sejarah konflik dengan pihak TNI AD, masyarakat lebih mudah berkomunikasi dengan para Bhabinkamtibmas dibandingkan dengan Babinsa.

Cerita dan derita Polsek Candipuro juga menjadi introspeksi buat internal manajemen Polri, alih-alih ingin memberikan pelayan prima sampai ke Pelosok namun kondisi organisasi berkata lain, sebagai sebuah komparsi ketika Koramil maupun kantor Kecamatan  sebagai partner  mengurus masyarakat ternyata memiliki  jumlah personil  yang juga sebelas duabelas dengan Polsek, Cuma masalahnya tugas mereka focus, mengurus tugas Babinsa saja atau  tugas pokok dan tanpa khawatir bakalan ikut melaksanakan tugas-tugas multiperan dan fungsi.

Pasti ada titik lemah sisi preemtif di Candipuro , namun ada juga rekomendasi agar ide untuk memberikan pelayanan kepolisian sampai ke pelosok tidak berakhir seperti panggang jauh dari api, adalah alih-alih memekarkan Polsek mengikuti struktur Kecamatan ( camat lebih mudah merekruit pegawai honorer daerah) maka  ketika jumlah personel Polri untuk struktur Polsek tersebut masih sangat kurang, berbanding dimensi berbagai tugas yang akan diemban, maka suatu pertimbangan paling logis adalah : Memangkas peran Polsek dengan focus kepada menjadikan personel yang ada sebagai Bhabinkamtibmas saja secara  definitif yang siap 24/7  menyentuh  dinamika masyarakat.

Kondisinya adalah terdapat 18 personel Polsek Candipuro yang bakalan habis hanya untuk tugas  penjagaan dan merangkap alias multiperan dan fungsi, seandainya saja status  Candipuro adalah bukan Polsek, tetapi Subsektor atau Pos Polisi biasa, maka setidaknya  bakalan ada 18 personel Bhabinkamtibmas  yang bisa  membina 14 desa di sana.

Sudah bukan jamannya, latah kembangkan Polsek dengan alasan untuk pelayanan, namun tidak mengukur kekuatan personel yang masih minim kualitas dan kuantitasnya, perbanyak saja Bhabinkamtibmas definitive termasuk Bhadeni ( Bhayangkara deteksi dini)  beri ilmu dan dukungan lain-lain, maka tidak lagi salah diagnosis yang berujung pada salah obat dan malpraktek.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Situs Web WordPress.com.

Atas ↑

%d blogger menyukai ini: