PERANAN HIRARKI SISTEM JALAN
(Disusun Oleh : Ir. Adi Tanuarto M.Sc.)
Rata-rata jalan diperkotaan berperan untuk berbagai fungsi, disamping fungsinya menyediakan fasilitas bagi pergerakan kendaraan bermotor, juga untuk kendaraan tidak bermotor dan pejalan kaki. Fungsi ini dapat di kategorikan lebih luas lagi sebagai suatu lingkungan lalu lintas yang berinteraksi dengan tata guna lahan yang meliputi akses, lalu lintas setempat, lalu lintas antar wilayah dan lalu lintas jarak jauh (through traffic). Jika hal ini tidak dikendalikan atau ditata sedemikian rupa, maka akan timbul berbagai masalah yang disebabkan oleh terjadinya percampuran lalu lintas (mixed traffic).
Mixed traffic terjadi pada umumnya diakibatkan oleh berbagai aspek yang saling terkait antara Perangkat Penggerak dan Perangkat Pengendali (lihat gambar 1) pada sistem lalu lintas jalan. Pada komponen hardware dapat dikaji/dianalisa baik secara kwalitas maupun kwantitas karakteristik pergerakan lalu lintas berserta fasilitasnya (prasarana dan sarana), sedangkan komponen software dapat digunakan untuk mengimbangi antara kwalitas dan kwantitas. Sesungguhnya, jalan diperkotaan, tidak diharuskan berperan untuk berbagai fungsi dan mengakomodir seluruh jenis pergerakan lalu lintas yang timbul sebagai halhasil dari interaksi antara masing-masing sub-komponen didalam komponen hardware. Dengan demikian jelas bahwa perlu adanya suatu perencanaan dan perekayasaan yang matang dan konsisten.
Untuk maksud perencanaan dan perekayasaan (planning & design), sangat dibutuhkan identifikasi yang memadai dan terintegrasi didalam mengambil keputusan bagaimana seharusnya suatu jalan difungsikan dan diklasifikasikan dengan memberikan prioritas terhadap pergerakan lalu lintas yang memang harus diakomodir oleh jalan tersebut berserta fasilitasnya. Hal ini sangat dibutuhkan untuk menghindarkan terjadinya mixed traffic yang pada akhirnya, bila sungguh-sungguh terjadi akan menimbulkan berbagai permasalahan lalu lintas. Dalam banyak hal masalah ini dapat dicegah dengan dibuat, disusun, diatur, diimplimentasikan, dan ditegakkannya komponen Software sesuai dengan kebutuhan secara menyeluruh dan terintegrasi atas dasar pertimbangan dari standar perencanaan dan perekayasaan.
2. STANDAR PERENCANAAN DAN PEREKAYASAAN
Dalam melakukan penilaian terhadap peranan infrastruktur jalan yang akan dibangun (jalan dan perlengkapannya) harus memenuhi standar perencanaan dan perekayasaan yang sesuai dengan peranan jalan tersebut didalam sistem lalu lintas jalan. Hal ini tentunya sangat dipengaruhi oleh kriteria kinerja (performance criteria) jalan tersebut sesuai dengan tingkat kebutuhan (makin tinggi kriterianya biasanya biaya yang dibutuhkan juga akan semakin tinggi).
Dengan demikian didalam menentukan kriteria sesuai dengan kebutuhan harus ada keseimbangan antara nilai kwantitas dan kwalitas seperti tersebut diatas. Dalam hal ini dapat meliputi aspek kapasitas jalan, lingkungan, kecepatan, keselamatan, kemudahan dan kenyamanan pemakai jalan. Jadi pada awal perencanaan sangat penting mengidentifikasi dengan tepat kriteria perekayasaan (to identify the right design criteria) atas dasar faktor keseimbangan (balancing factor) tersebut sesuai kebutuhan yang tentunya akan terkait dengan penentuan prioritas (priority decision) yang akan diberikan.
3. MENENTUKAN PRIORITAS
Didalam menentukan prioritas seringkali dihadapi oleh berbagai konflik antara suatu kepentingan dengan kepentingan lainnya (range of conflicting uses), terutama dimana bila suatu jalan tidak lagi dapat mengakomodir permintaan pergerakan lalu lintas pada jam-jam tertentu dalam suatu hari.
Bilamana pada jam sibuk, kemacetan yang terjadi berkepanjangan (lebih dari 2 jam per hari) biasanya akan memperburuk masalah lalu lintas yang timbul. Hal ini umumnya terjadi karena hubungannya dengan satu atau lebih kegiatan yang dilakukan manusia didalam melaksanakan pembangunan mulai dari kegiatan pendidikan, sosial, pemerintahan, industri, dan kegiatan ekonomi yang berkesinambungan. Dari berbagai macam kegiatan tersebut, banyak terjadi konflik pergerakan antara satu sama lainnya, atau paling tidak seluruh kegiatan tersebut saling tumpang tindih karena dilakukan pada waktu yang bersamaan.
Disisi lain, pergerakan lalu lintas dari kegiatan tersebut tidak diatur sedemikian rupa sehingga sangat sensitif terhadap timbulnya berbagai masalah khususnya kemacetan yang berkepanjangan yang mana bisa mencapai lebih dari 6 jam per hari seperti yang sering terjadi di beberapa ruas jalan di Jakarta.
Jika cara berpikir kita didalam menentukan prioritas berusaha untuk mengakomodir sebanyak-banyaknya, masalah yang terjadi tidak akan dapat diselesaikan. Jadi apapun situasinya, harus dapat (berani) menentukan prioritas mana yang diberikan terhadap berbagai macam permintaan pergerakan lalu lintas (traffic demand) dengan mempertimbangkan matang-matang bahwa jalan yang dimaksud mempunyai peran tertentu dalam kaitannya dengan Perangkat Penggerak dan juga hubungannya dengan jalan lainnya didalam satu jaringan jalan (road network).
Sebagai contoh, jika suatu jalan memang diperuntukan kepada lalu lintas jalan jarak dekat (local traffic) dengan akses penuh, maka jalan tersebut tidak boleh dilalui oleh lalu lintas jarak sedang (antar wilayah) maupun jarak jauh dan juga kendaraan berat atau kendaraan yang dimensinya tidak sesuai dengan infrastruktur yang ada. Yang lebih baik lagi mungkin saja daerah disekitar jalan tersebut dijadikan kawasan pejalan kaki (pedestrian area) bilamana aktifitas sampingnya sangat tinggi.
Sebaliknya bila suatu jalan diperuntukan untuk lalu lintas jarak jauh tidak boleh dilalui oleh lalu lintas jarak pendek, dan juga harus ada pembatasan atas pengembangan lahan didaerah sekitar jalan tersebut dengan memperhatikan antara fungsi pergerakan dengan fungsi akses. Jadi dengan kata lain pengaturan dan pengendalian lalu lintas (to regulate & to manage the traffic ) serta aksesibilitas (to regulate & to control accessibility) sangat memerlukan klasifikasi dan fungsi jalan yang pada akhirnya jalan-jalan tersebut harus memiliki hirarki dalam kaitannya dengan tata guna lahan.
4. PEMECAHAN ALTERNATIF
Untuk mencapai keberhasilan didalam menentukan prioritas bagi pergerakan lalu lintas tertentu dapat dicapai dengan berbagai cara tergantung pada skala waktu yang dibutuhkan. Sebagai contoh, tindakan manajemen lalu lintas dengan biaya rendah (low cost traffic management) umumnya mudah di implimentasikan tetapi disisi lainnya memerlukan komitmen yang tinggi antar instansi terkait dengan memberlakukan/menempatkan/menegakkan komponen software yang memadai.
Dengan metode ini, tentunya tidak akan banyak perubahan terhadap infrastruktur yang ada dan biasanya hanya dapat bertahan untuk jangka pendek (short term solution). Seringkali pemecahan jangka pendek juga sangat merepotkan karena harus sering dimonitor dan dikaji ulang , untuk itu umumnya dikombinasikan dengan program yang jangka panjang (long term) yang dapat melibatkan investasi besar untuk menyediakan fasilitas baru yang dibarengi dengan perencanaan dan pengendalian tata guna lahan yang memadai.
5. KEUNTUNGAN HIRARKI JALAN
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan mengkatagorikan (categorising) dan mengelola (manage) lalu lintas dan jalan yang ada (existing traffic & road systems) dalam bentuk hirarki jalan adalah sbb:
Aktifitas tinggi yang berada di kawasan padat dengan berbagai bangunan didalamnya dapat diberikan ruang gerak yang lebih baik dengan catatan bilamana aspek lingkungan dan aksesilibilitas dominan. Sebagai contoh daerah pusat perbelanjaan, central bussiness district dan daerah komersial lainnya sangat memerlukan akses yang tinggi.
Aktifitas yang tidak sesuai dengan pergerakan arus lalu lintas kendaraan pada suatu jalan/rute tertentu dapat dibatasi bilamana pergerakan arus lalu lintas tersebut menjadi dominan. Sebagai contoh pemberian ijin bangunan atau rencana pengembangan lahan harus disesuaikan dengan klasifikasi dan fungsi jalan didalam hirarki dan peranannya.
Kapasitas jalan pada rute tertentu dapat ditingkatkan dengan melakukan segregasi terhadap berbagai jenis arus lalu lintas kendaraan dan dengan melarang berbagai akses bagi lalu lintas kendaraan. Sebagai contoh kendaraan berat hanya boleh beroperasi pada jalan-jalan tertentu dan jam-jam tertentu, larangan parkir, larangan bagi kendaraan yang performanya rendah (kendaraan roda tiga, angkutan umum yang tidak memadai, dll.) dan berbagai bentuk akses lainnya yang dapat mengganggu arus lalu lintas kendaraan (pejalan kaki dan tempat pemberhentian angkutan umum, bongkar muat barang, dll.). Sebaliknya fasilitas pendukung tertentu kemungkinan harus disediakan seperti jembatan penyebrangan, tempat pemberhentian bus dengan layby yang memadai (full standard layby).
Resiko terjadinya kecelakaan dapat dikurangi dan kapasitas simpang dapat ditingkatkan dengan mengurangi jumlah persimpangan dan konflik arus lalu lintas pada rute jalan tertentu. Sebagai contoh jarak simpang yang saling berdekatan, kecelakaan sering terjadi pada persimpangan jalan.
Dampak lingkungan akibat pergerakan lalu lintas dapat dikurangi dengan mengkosentrasikan pergerakan arus lalu lintas ke rute jalan yang jumlahnya lebih sedikit. Sebagai contoh dengan adanya pembatasan rute pergerakan, lingkungan tertentu dapat dihindari dari aspek dampak lingkungan yang disebabkan oleh arus lalu lintas kendaraan seperti polusi udara, kebisingan, dll.
Tingkat pengembalian dari suatu investasi baru yang diperuntukan untuk memperlancar pergerakan arus lalu lintas, mengurangi kecelakaan dan mengurangi gangguan lingkungan dapat ditingkatkan dengan meng-konsentrasikan pergerakan arus lalu lintas pada beberapa koridor yang ditentukan. Sebagai contoh di dalam mengkaji investasi baru di bidang transportasi nilai ekonomi sangat penting, karena bentuk dari pengembalian yang diharapkan adalah suatu nilai pengembalian yang dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat luas sebagai pengguna jalan.
6. KLASIFIKASI JALAN DALAM HIRARKI
Undang Undang No.38 tahun 2004 tentang Jalan, Undang Undang No.26 tentang Penataan Ruang dan Undang Undang No.22 Tahun 2009 tentang LLAJ menjelaskan secara rinci mengenai klasifikasi dan fungsi jalan didalam hirarki, dan wewenang serta tanggung jawabnya. Hanya dalam prakteknya, apa yang tertera pada kedua dokumen tersebut tidak dapat terlaksana dan diartikan sebagaimana mestinya. Khususnya, terhadap batasan fisik dari klasifikasi dan fungsi jalan serta komitmen pentingnya koordinasi yang bersifat saling mengisi antar instansi terkait seperti Kementrian Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Kementrian Perhubungan, Kementrian Pekerjaan Umum, Pemerintah Daerah, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Walaupun demikian, secara teknis dan sangat penting untuk diperhatikan adalah bahwa jalan dibangun untuk maksud dan tujuan tertentu dalam melaksanakan pembangunan yang mempunyai peranan pokok sebagai pra-sarana distribusi dan komunikasi pada sistim perhubungan darat. Jika demikian, maka harus ada persamaan persepsi dan interpretasi antar instansi terkait terhadap klasifikasi dan fungsi jalan sesuai hiraki.
Sesungguhnya, tidaklah terlalu sulit untuk membuat suatu kebijaksanaan atau peraturan perundang-undangan didalam mengelopokan peranan masing-masing ruas jalan sesuai dengan karakteristik pergerakan lalu lintas dan perizinan pengembangan lahan. Dalam hal ini, jelas bahwa jaringan jalan mempunyai peranan sebagai jalur distribusi didalam sistem perhubungan darat, dan dengan adanya sensus lalu lintas dalam bentuk asal dan tujuan perjalanan (origin & destination trips) berserta karakteristiknya, maka sebagai halhasil akan diperoleh lima mmacam bentuk prasarana distribusi sbb:
Distributor primer
Distributor sekunder
Distributor lokal
Jalan akses
Fasilitas pejalan kaki
Selanjutnya Tabel-1 dibawah ini memberikan contoh sistem klasifikasi didalam hirarki untuk jalan perkotaan berdasarkan fungsinya.
Tabel 1 – Sistem Klasifikasi Dan Fungsi Jalan Didalam Hirarki
Klasifikasi
Aktivitas Distributor Primer Distributor Sekunder Distributor Lokal Jalan Akses Fasilitas
Pejalan Kaki
Pra-syarat dominan/ prioritas kegiatan
Kecepatan tinggi
Lalu lintas jarak jauh
tidak ada pejalan kaki
Lalu lintas jarak menengah menuju jaringan primer
Pelayanan angkutan umum
Through traffic memperhatikan keadaan lingkungan Awal pergerakan kendaraan
Akhir dari seluruh perjalanan
Lalu lintas lokal
Pemberhentian bus Pergerakan kendaraan lamban
Kendaraan keluar masuk
Pengiriman barang/bongkar muat
Kegiatan rutin rumah tinggal
Berjalan kaki Berjalan kaki
Kegiatan dalam kompleks CBD
Perkantoran
Pusat-pusat kegiatan lain (pertokoan, pasar, sekolahan, dll.)
Lalu lintas pejalan kaki Tidak ada
Pemisahan vertikal antara kendaraan & pejalan kaki Aktivitas pejalan kaki minimum
Pengamanan positive demi keselamatan pejalan kaki
Kontrol dengan kanalisasi, zebra cross, dll.
Kebebasan total dengan penyebrangan yang random
Aktivitas pejalan kaki cukup tinggi Kebebasan total pejalan kaki merupakan pra-syarat
Kawasan pedestrianisasi
Kendaraan berhenti atau parkir
Tidak ada
Keadaan darurat Beberapa tergantung dari faktor arus lalu lintas & kemacetan
Parkir di tepi jalan dibatasi Banyak dan harus off street
Limited on street parking
Beberapa dan tergantung dari faktor keselamatan Tidak ada kecuali untuk services & darurat
Aktivitas/ pergerakan kendaraan berat barang Cocok untuk pergerakan kendaraan berat khususnya through traffic
Pergerakan kendaraan berat minimum
Through traffic minimum
Pergerakan kendaraan berat minimum
Through traffic minimum
Yang berkaitan dengan pelayanan pemukiman
Pelayanan bongkar muat, pengantaran barang Hanya yang sangat perlu
Pelayanan pengantaran dan bongkar muat dibatasi pada tempat-tempat khusus
Akses kendaraan pada properti individu Tidak ada kecuali seperti kantor polantas/ Jasa Marga
Tidak ada kecuali pusat-pusat kegiatan tertentu sesuai dgn. kelas jalan lokal distributor
Beberapa hanya pada pusat kegiatan penting
Dominan dan merupakan prioritas
Tidak ada kecuali yang bersifat darurat
Pergerakan lalu lintas local Sangat kecil Beberapa, jarak simpang sangat penting Dominan dan merupakan prioritas
Tidak ada Tidak ada kecuali angkutan umum
Lalu lintas melewati (through traffic) Dominan untuk lalu lintas jarak jauh Dominan untuk lalu lintah jarak menengah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kecepatan operasi kendaraan/ batas kecepatan
Diatas 60 km/jam
Batas kecepatan maksimum antara 45 – 60 km/jam
Batas kecepatan 45 km/jam
Kecepatan kurang dari 35 km/jam dgn speed detector
Kecepatan kurang dari 15 km/jam
Catatan: Penjelasan pada tabel diatas hanya sebagai contoh dan tidak dapat berlaku secara umum tergantung dari karakteristik daerah/kawasan masing-masing. Untuk lebih tepat tentunya harus diadakan penelitian terlebih dahulu khususnya bagi daerah yang sudah begitu berkembang. Didalam membuat klasifikasi seperti diatas tentunya harus memper-hatikan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Jadi pada intinya bahwa untuk mempermudah pelaksanaan dan penegakkan dilapangan perlu adanya suatu kategorisasi dari sistim klasifikasi hirarki.
7. KAPASITAS JALAN PERKOTAAN DALAM HIRARKI
Menentukan kapasitas yang pasti bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Dalam perencanaan yang dapat ditentukan adalah penilaian kapasitas secara teoritis atas kecukupan kapasitas jalan yang telah dirancang untuk mengakomodir pergerakan lalu lintas sesuai dengan kelas jalan dalam hirarki. Biasanya perhitungan teoritis ini akan lebih kecil dari kapasitas jalan yang ada dengan catatan bila tidak diberlakukan berbagai batasan (traffic restraint).
Gambar dibawah ini memberikan pentunjuk atas penilaian tersebut. Untuk memungkinkan dibuatnya penilaian dimaksud diperlukan data distribusi panjang perjalanan didalam suatu kawasan dalam studi dengan melakukan survey transportasi. Disamping itu juga diperlukan data yang berkaitan dengan tingkat jarak perjalanan sebagai tolok ukur untuk masing-masing kelas jalan dalam hirarki.
1.0
0.5
Total traffic demand = Tij [(A)+(L)+(S)+(P)]
Total capacity = CA x l + CL x l + CS x l + CP x l
= Ci x li
Ci = Kapasitas lajur per unit panjang lajur,
dan l = panjang lajur untuk setiap kategori
8. IMPLIKASI PERENCANAAN & KONTROL PENGEMBANGAN
Salah satu keuntungan dengan mendifinisikan hirarki jalan lebih mendalam adalah akan membantu memperjelas dan mempertegas segala kebijaksanaan yang berkaitan dengan jalan, terutama sewaktu ingin mengambil keputusan dalam perencanaan hubungannya dengan pengembangan lahan terhadap jalan yang sedang direncanakan. Hal ini akan semakin penting untuk jalan diperkotaan yang sangat sensitif terhadap kemacetan.
Lebih jauh lagi, kriteria perencanaan yang lebih spesifik dapat dikembangkan sesuai dengan rencana jalan dalam hirarki seperti; kecepatan rencana (design speed), lebar jalan, pengendalian pejalan kaki, parkir tepi jalan dan akses pengembangan lahan atau akses kendaraan. Dengan cara ini objektivitas perencanaan akan lebih jelas dan tegas untuk setiap kelas jalan dalam hirarki, dan kebijaksanaan terhadap pengembangan lahan serta tindakan manajemen lalu lintas akan dapat berfungsi lebih baik satu sama lainnya. Tentunya komitmen instansi terkait sangat dibutuhkan.
9. HUBUNGAN HIRARKI JALAN DENGAN KLASIFIKASI JALAN
Sesuai dengan penjelasan pada halaman 4 mengenai pengelompokan klasifikasi jalan berserta fungsinya dalam hirarki adalah sbb:
Distributor Primer
Jalan ini secara keseluruhan membentuk jaringan primer bagi sentra-sentra kegiatan (sentra primer) di perkotaan. Umumnya juga terdiri dari jalan nasional (arteri primer) untuk through traffic dan menyatu dengan sistim jalan arteri nasional. Jadi seluruh pergerakan lalu lintas yang lebih jauh dari dan ke dalam daerah perkotaan harus di alihkan ke distributor primer. Jalan ini juga dapat berupa jalan toll yang memiliki peraturan perundang-undangan khusus (tersendiri). Bedanya, karena jalan toll dikenal sebagai jalan bebas hambatan, maka jalan tersebut harus memiliki akses mendekati nol (akses dalam hirarki dibatasi secara ketat) dan tidak boleh sama sekali ada gangguan samping sekalipun hanya berupa papan reklame yang berlebihan seperti sering kita lihat pada jalan-jalan toll di Indonesia. Disamping itu, larangan juga diberikan kepada kendaraan yang performanya lamban (tidak dapat bergerak pada batas kecepatan minimum). Hal ini harus diberlakukan secara ketat, karena akan sangat berbahaya bila bercampur dengan kendaraan lain yang dapat mencapai batas kecepatan maksimum atau lebih. Kendaraan yang kemampuannya dibawah lebih baik dialihkan kejalan nasional biasa.
Distributor Sekunder
Jalan ini mendistribusikan pergerakan arus lalu lintas didalam suatu daerah antara kawasan permukiman inti dan industri yang membentuk jaringan dan menyatu dengan jaringan primer (kolektor primer dengan arteri primer atau jaringan sekunder dengan jaringan primer).
Distributor Lokal
Jalan ini mendistribusikan pergerakan arus lalu lintas didalam daerah yang membentuk suatu lingkungan (daerah padat kegiatan). Jalan tersebut membentuk jaringan yang berhubungan dengan jaringan distributor sekunder dan jalan akses (antara/didalam distributor sekunder dan jalan akses).
Jalan Akses
Jalan ini memberikan akses langsung ke kawasan pengembangan lahan (bangunan pusat kegiatan) dan lingkungan padat yang dapat membentuk jaringan dan berhubungan langsung dengan kawasan pejalan kaki (fasilitas pejalan kaki).
Fasilitas Pejalan Kaki
Jalan/fasilitas yang diperuntukan khusus untuk pejalan kaki yang kadang-kadang juga dipergunakan bagi pengendara sepeda dan seringkali di jadikan kawasan pejalan kaki (pedestrianisasi). Pada waktu dan jam tertentu dengan izin khusus kendaraan dapat masuk khususnya untuk pelayanan bangunan disekitarnya atau bagi sarana angkutan umum.
DAFTAR PUSAKA:
1. ‘Roads and Traffic In Urban Areas’, The Institute of Highways & Transportation and Department of Transports United Kingdom, London, June 1987.
2. ‘Undang-Undang No.38 Tahun 2004 tentang Jalan’, Pemerintah Republik Indonesia.
3. ‘Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang’, Pemerintah Republik Indonesia.
4. ‘Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ’, Pemerintah Republik Indonesia
5. ‘Dasar-Dasar Perencanaan Sistim Transportasi Jalan raya’, Adi Tanuarto, Jakarta 1987.
6. ‘Produk Standar Jalan Perkotaan’, Direktorat Pembinaan Teknis, Direktorat Jendral Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta 1991.
7. Diktat ‘Manajemen Lalu Lintas’, bahan kuliah di PTIK, Adi Tanuarto, Jakarta 1998.
8. ‘Traffic Management Lecture Notes’, The University Of Birmingham, Birmingham, UK, 1982/1983.
Tinggalkan Balasan