UPAYA PENCEGAHAN KEJAHATAN OLEH POLISI
GUNA TINGKATKAN
PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN MASYARAKAT
I. PENDAHULUAN
Polisi tidak mencegah kejahatan. Ini salah satu rahasia terbesar dalam kehidupan modern. Para ahli mengetahuinya, polisi mengetahuinya tetapi masyarakat belum mengetahuinya. Tetapi polisi berpura-pura mereka adalah pelindung terbaik bagi masyarakat dari kejahatan dan selalu menyatakan jika diberi lebih banyak sumber daya, terutama personil, mereka akan bisa melindungi masyarakat dari kejahatan. Ini hanya sebuah dongeng saja.
Apa bukti dari pernyataan memfitnah dan merisaukan ini?. Pertama, analisa yang dilakukan berulang kali selalu tidak dapat menemukan hubungan antara jumlah personil Kepolisian dengan angka kejahatan. Kedua, strategi utama yang digunakan Kepolisian modern menunjukan bahwa pengaruhnya terhadap kejahatan hanya sedikit, atau sama sekali tidak ada.
Studi tentang hubungan antara kekuatan Kepolisian dan angka kejahatan sudah dilakukan dengan membandingkan yuridiksi Kepolisian dengan kondisi sosial yang serupa, apakah menentukan perbedaan angka kejahatan yang bervariasi itu sesuai dengan jumlah personil polisi yang ditugaskan? (Loftin and McDowall 1982; Kran and Kennedy 1985; Laurie 1970; Gurr 1979; Emsley 1983; Silberman 1978; Reiner 1985; Lane 1980; Walker 1989). Sebagai contoh pada tahun 1987 kota-kota di Amerika Serikat yang berpenduduk lebih dari satu juta jiwa memiliki rasio polisi per penduduk tertinggi (320 per 1.000.000), tetapi kota-kota tersebut juga memiliki angka kejahatan serius tertinggi (Bureau of Justice Statistic 1987). Dengan kata lain kota-kota dengan angka kejahatan tinggi memiliki jumlah personil polisi yang lebih banyak yang menangani per kejahatan. Oleh karena itu polisi di kota-kota dengan angka kejahatan tinggi tidak memiliki beban kasus kriminal yang lebih besar. Di antara kota-kota yang berpenduduk lebih tinggi dari satu juta jiwa, Dallas memiliki angka kejahatan tertinggi {16.282 per 100.000) dan yang terendah adalah Kansas City., Missouri (3.789 per 100.000), tetapi kedua kota tersebut memiliki jumlah personil polisi per kapita yang hampir sama – 2,3 per 1.000 di Dallas dan 2,4 per 1.000 di Kansas City. Kota besar dengan jumlah polisi per kapita terbesar – Chicago, dengan 4,1 per 1.000 – memiliki angka kejahatan yang hanya sedikit di atas kota dengan jumlah polisi per kapita terkecil – San Diego, dengan 1,5 per 1.000. angka kejahatan kedua kota tersebut 8.638 dan 8.483.
Fakta yang jelas tatapi membingungkan adalah bahwa perbedaan dalam angka kejahatan tidak bisa dihubungkan dengan variasi jumlah personil polisi. Penemuan ini bukanlah hal baru. Ketua Commission on Law Enforcement and the Administration of Justice sudah menyatakan hal tersebut pada tahun 1967.
Kurangnya hubungan antara angka kejahatan dengan jumlah personil polisi juga bisa ditemukan melalui analisa kecenderungan sejarah. Contohnya, antara tahun 1970 dan 1990 jumlah personil polisi di Amerika Serikat meningkat 70,7% tetapi angka kejahatan meningkat 78,8% dan angka kekerasan meningkat 147%. Jika mencocokan angka ini dengan kenaikan jumlah penduduk, yang mempengaruhi jumlah kejahatan yang dilakukan dan jumlah polisi yang menurut masyarakat yang mereka butuhkan, orang akan melihat bahwa angka pertambahan personil polisi 70,6%, angka kejahatan serius 46%, dan angka kekerasan 101%.
Berdasarkan berbagai studi tentang Kepolisian yang sudah dilaksanakan ini, tak seorangpun yang secara serius mengusulkan agar Kepolisian dibubarkan atau personilnya dirumahkan, meskipun hal ini akan menghemat uang dalam jumlah besar. Walaupun tampaknya kejahatan tidak memperlihatkan adanya perubahan jika dihubungkan dengan jumlah polisi. Mungkin juga benar bahwa pada titik tertentu penambahan personil polisi juga akan mengubah jumlah kejahatan yang terjadi. Jika ada polisi di setiap sudut jalan atau di setiap pintu rumah, hampir pasti angka kejahatan akan menurun. Dengan kata lain, mungkin ada permulaan penting untuk mengubah agar jumlah personil polisi akan dapat berpengaruh terhadap angka kejahatan. Masalahnya tak seorangpun tahu dimana permulaan ini. Misalnya apakah setengah dari jumlah yang sekarang terlalu sedikit atau dua kali lipat dari jumlah yang sekarang sudah cukup untuk mengubah pola kejahatan?. Apa itu angka-angka penting?. Yang bisa disimpulkan adalah bahwa kenaikan dan penurunan yang cenderung muncul dalam jumlah personil polisi sebagai akibat dari tekanan politik dan anggaran belanja tidak akan membuat perubahaan pada pertumbuhan kejahatan. Agaknya tidak akan ada sesuatu akibat yang mempengaruhi keamanan masyarakat, apabila kita mengurangi jumlah personil polisi, meskipun cukup substansial, dan sama dengan hal itu, bahwa angka kejahatan akan berubah. Perubahan jumlah personil polisi dalam suatu skala praktis tertentu, ternyata tidak akan mempunyai dampak pada kejahatan.
Bukti kedua yang menunjukan ketidakefektifan polisi dalam mencegah kejahatan berawal dari berbagai evaluasi tentang pengaruh tiga strategi inti kegiatan Kepolisian kontemporer berupa: patroli jalan oleh polisi tak berseragam, tanggapan cepat terhadap pengaduan darurat, dan penelitian kejahatan oleh detektif. Tiga hal ini adalah kegiatan yang oleh polisi diyakini sangat penting untuk melindungi keamanan masyarakat. Ketiga hal ini adalah fungsi-fungsi yang menurut mereka dapat mencegah terjadinya kejahatan. Sayangnya, tidak ada bukti yang menunjukan bahwa hal itu benar.
Kesimpulan yang bermakna kegagalan bahwa polisi tidak mencegah kejahatan sepenuhnya, terdapat pada suatu penelitian besar yang dilakukan selama tahun 1970an. Meskipun sudah berusaha keras dan kadang dengan biaya yang besar, para peneliti tidak dapat menunjukkan bahwa jumlah personil polisi, jumlah uang yang dikeluarkan untuk polisi atau metode yang digunakan polisi; mempunyai pengaruh terhadap menurunnya angka kejahatan.
II. UPAYA PENCEGAHAN KEJAHATAN
A. PENCEGAHAN KEJAHATAN SECARA UMUM
Sejak Kepolisian modern pertama , Metropolitan Police London didirikan di Inggris oleh Sir Robert Peel melalui Police Act 1829, tugas utama Polisi tersebut adalah Pencegahan Kejahatan. Menurutnya setiap upaya polisi dengan harapan ketiadaan kejahatan adalah merupakan hal yang paling utama. Sedangkan pencegahan kejahatan yang dikembangkan oleh Steven P Lab, menurutnya Pencegahan Kejahatan adalah setiap bentuk upaya yang dilakukan untuk menurunkan tingkat kejahatan secara nyata dan atau menghilangkan rasa takut akan kejahatan. Rasa takut masyarakat terhadap kejahatan tersebut timbul karena berbagai peristiwa kejahatan yang diketahuinya, jumlah korban kejahatan, kerugian yang dialami serta ketidak tertiban sosial yang ada di sekitarnya. Harapan masyarakat tentunya ingin bagaimana menciptakan suatu sistem yang dapat menghentikan kejahatan, sehingga mereka merasa aman. Rasa aman masyarakat itu meliputi kedamaian ( peace ), keamanan lingkungan ( secure ), keselamatan ( safety ) dan kepastian ( surety ) yaitu kepastian dalam hukum dan kepastian karena hukum.
Pencegahan Kejahatan yang dikembangkan oleh Steven P Lab yaitu Pencegahan terhadap berbagai gangguan kejahatan secara umum di masyarakat, yang dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu : Primer, Sekunder dan Tertier.
1. Pencegahan kejahatan tingkat pertama (Primary)
Pencegahan kejahatan tingkat pertama ini berkenaan dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial yang berpengaruh dalam berbagai tindakan menyimpang. Diantaranya dengan mengidentifikasi keadaan dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial yang berpeluang untuk atau mengakibatkan terjadinya tindak kejahatan. Tindakan ini juga diimplementasikan dengan penghilangan identitas secara intensif , dilakukan dengan sebaik – baiknya dan terus menerus, perlindungan korban dan mungkin juga berbagai instrument dalam penurunan angka kejahatan dan rasa takut akan kejahatan.
Beberapa upaya yang dipergunakan dalam Model pencegahan kejahatan tingkat pertama ini adalah :
a. Pengamanan fisik dan lingkungan
Pencegahan kejahatan yang dikemukakan dalam hal pengamanan fisik dan lingkungan ini bertujuan untuk menghalangi atau paling tidak untuk menghambat / mempersulit adanya bahaya dari tindakan kriminalitas. Salah satu hal yang perlu diperhatikan misalnya dalam segi arsitektur bangunan. Model dan desain bangunan fisik yang memungkinkan untuk melindungi dan mengawasi area didalamnya yang diamankan. Sehingga sulit bagi penjahat / pelaku kriminalitas untuk dapat memasuki atau melakukan kegiatan kejahatannya. Penerapan dari model pengamanan ini dapat dilakukan untuk lingkungan pabrik, industri, perkantoran dan kawasan perumahan. Desain yang semakin kuat dan paling memadai terhadap serangan kejahatan akan menjadikan area tersebut semakin aman.
Pengamanan fisik sebagaimana dikemukakan oleh Kaplan, bahwa Kesempatan ( Opportunity ) untuk timbulnya kejahatan adalah sebagai akibat dari adanya Target, Resiko ( Risk ), Upaya yang keras( Effort ), dan Biaya yang dikeluarkan ( Payoff ) – OTREP. Asumsinya adalah bahwa potensi timbulnya kejahatan itu dipengaruhi oleh besarnya biaya pengeluaran dan keuntungan yang diperoleh dari kejahatan tersebut. Kejahatan dapat dikurangi apabila resiko yang dihadapi oleh penjahat lebih besar dibandingkan keuntungan yang diperoleh dari kejahatan yang dilakukan . Keberhasilan upaya ini dapat berlangsung apabila didukung oleh pelaksanaan pengawasan terhadap jalur masuk ( acces control ), surveillance, activity support dan motivation reinforcement. Access Control yaitu sarana untuk dapat keluar masuk suatu bangunan / area bagi yang mempunyai identitas yang sudah ditentukan. Target yang ingin dicapai melalui upaya ini adalah agar pelaku kejahatan sulit melakukan aksinya. Apalagi dengan didukung oleh adanya instalasi kunci, jendela yangb kokoh, kamera tersembunyi, lampu penerangan, akan semakin sulit bagi penjahat untuk melakukan kejahatan. Didukung pula oleh kegiatan surveillance, kegiatan pendukung dan motivasi untuk melaksanakan.
b. Neighborhood Watch
Kegagalan atau kurang berhasilnya model pencegahan kejahatan secara fisik dan lingkungan menyebabkab dikembangkannya model yang baru sebagai alternative dari dampak kejahatan yang timbul yaitu dengan program Neighborhood Watch. Teknik – teknik yang dapat dilakukan guna mendukung model ini adalah dengan adanya patroli warga masyarakat,patroli polisi dan suatu konsep pemolisian warga. Disini jelas terlihat adanya keterlibatan warga secara aktif dalam mendukung polisi untuk melakukan upaya pencegahan kejahatan.
c. Pencegahan kejahatan dan Displacement
Ada teori yang mengatakan bahwa apabila suatu kejahatan dicegah di suatu tempat, maka bisa saja kejahatan tersebut akan berpindah tempat dan terjadi di tempat lain. Ini sangat mungkin terjadi karena mereka selalu mempunyai target dan cadangan target jika upaya yang mereka lakukan gagal, mereka akan mengalihkan target untuk melakukan aksi kejahatan di tempat lain yang dapat mereka lakukan.
Untuk menangkal kejadian ini, upaya yang dilakukan adalah mengadakan ptroli secara rutin, membuat peta kerawana kejahatan dan memilih sasaran selektif prioritas yang diperkirakan menjadi target kejahatan. Dengan upaya ini diharapkan mereka akan sulit untuk melakukan aksi kejahatannya, atau paling tidak bisa meminimalisasi peluang mereka untuk melakukan kejahatan.
d. Pemberian sanksi hukuman
Adanya sanksi pidana yang diatur dalam pasal perundangan untuk setiap kejahatan / tindak pidana yang dilakukan adalah upaya untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan. Sanksi tersebut merupakan sanksi yang bersifat umum maupun khusus. Sanksi ini dapat berjalan efektif jika mampu memenuhi kriteria kepastian ( certainty ), hukuman itu harus dirasakan sebagai suatu beban ( severity ), dan bersifat segera ( celerity )
2. Pencegahan kejahatan tingkat kedua (Secondary)
Dalam upaya tingkat ini lebih menekankan kepada bagaimana mengidentifikasi seseorang dan situasi yang mempunyai potensi besar untuk terjadinya kegiatan penyimpangan. Membuat identifikasi dan prediksi, serta kemampuan masyarakat serta system peradilan pidana untuk menangkal dan menyelesaikan masalah. Beberapa upaya yang dilakukan adalah :
• Menganalisis area kejahatan, berupaya untuk mengidentifikasi daerah yang mempunyai resiko tinggi terhadap kejahatan dan daerah lain yang mempunayi potensi untuk terjadinya kejahatan, memfokuskan pada faktor – faktor yang sudah ada dan adanya perilaku menyimpang.
• Penyebaran terhadap masalah yang terjadi pada pemuda yang terjadi di luar system peradilan pidana. Menerapkan program yang telah dilaksanakan dan melanjutkan untuk diterapkan pada warga masyarakat.
• Sekolah merupakan sisi penting untuk mengenali masalah – masalah remaja, memberi bantuan dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.
• Peran serta orang tua, pendidik dan para tokoh masyarakat yang tiap hari berhubungan dengan individu – individu tersebut serta situasi yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dan ketakutan.
3. Pencegahan kejahatan tingkat ketiga (Tertiary )
Pencegahan kejahatan ini berkenaan dengan para pelaku kejahatan secara nyata dan melakukan intervensi untuk melibatkan diri pada masalah tersebut sehingga sehingga mereka tidak akan melakukan kejahatanya lagi. Hal utama dalam upaya pencegahan kejahatan tingkat ketiga ini adalah bagaimana bekerjanya system peradilan pidana. Bagaimana penangkapan, penahanan, penghukuman , penyembuhan dan rehabilitasinya. Selain itu adanya masukan dari luar sistem peradilan pidana dalam upaya program atau proyek penanganan oleh pihak swasta, melibatkan peran serta masyarakat dan beberapa upaya pelurusan oleh warga masyarakat.
B. PENCEGAHAN KEJAHATAN MODEL VIRGINIA
Sampai awal tahun 70-an untuk melaksanakan tugas pencegahan aparat penegak hukum sudah cukup puas dengan meakukan patroli yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan dan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Namun kemudian dirasakan bahwa patroli polisi hanyalah berpengaruh kecil dalam mencegah terjadinya kejahatan. Hal tersebut menyadarkan baik masyarakat maupun polisi untuk bekerjasama untuk mencegah kejahatan, pencegahan kejahatan bukanlah hanya tugas daripada polisi saja.
Melihat kenyataan tersebut petugas penegak hukum mulai membentuk unit pencegahan kejahatan untuk mendidik masyarakat bagaimana bagaimana cara pencegahan dan manghadapi kejahatan yang mungkin terjadi di rumah, kantor, pemukiman.
Dalam usaha pencegahan kejahatan yang pertama sekali diperlukan mencari segala informasi dari masyarakat tentang apa yang menjadi tujuan atau keinginan masyarakat juga informasi tentang segala informasi tentang kejahatan yang terjadi. Dari data tersebut maka akan dapat disimpulkan jenis kejahatan apa saja yang terjadi, siapa saja pelakunya dan bagaimana cara untuk mengatasi mereka.
Standar daripada pencegahan kejahatan terdiri atas tiga bagian yaitu: Pengorganisasian, Administrasi, Pelaksanaan. Standar ini memiliki kesamaan dengan organisasi aparat penegak hukum pada umumnya. Hal ini dimaksud untuk dapat merefleksikan filosofi maupun praktek penegakan hukum dan juga untuk mendukung administrasi dan sasaran operasional.
1. Organisasi
Pada saat pembentukan Metropolitan Police tahun 1829 perintah pertama adalah bahwa tujuan utama yang harus dicapai adalah pencegahan kejahata, untuk itu segala usaha dan kekuatan dikerahkan untuk mencapainya.
Pengorganisasian sistem pencegahan kejahatan berdasarkan prinsip antara lain:
• Aparat penegak hukum harus menetapkan tujuan dari pencegahan hukum,sasaran dan tolak ukurnya.
• Satuan penegakan hukum diharapkan membentuk unit pencegahan kejahatan yang anggotanya bekerja secara penuh atau paruh waktu.
• Unit pencegah kejahatan berada dalam satu rantai komando dengan satuan penegakan hukum.
• Unit pencegahan kejahatan memfasilitasi dan berkordinasi dengan badan penegakan hukum. Merupakan tugas unit pencegahan kejahatan untuk memastikan strategi tetap berkembang dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
• Staf pencegahan kejahatan harus memiliki hubungan kerja yang erat dengan bagian perencanaan, unit alnalisis kejahatan, utnuk meyakinkan pencegahan kejahatan menjadi tujuan utama.
2. Administrasi
• Setiap badan penegak hukum meneunjuk seorang pengawas bagi unit
pencegahan kejahatan, tugas daripada pengawas tersebut adalah menentukan kebutuhan dari program pencegahan kejahatan,dan melaporkan usaha yang dilakukan pada badan penegak hukum.
• Pengawas bertanggung jawab untuk mengarahkan semua aspek dalam unit pencegahan kejahatan dan menyampaikan kebutuhan dari unit pencegah kejahatan pada atasannya.
• Program pencegahan kejahatan berada palam program anggaran badan penegak hukum.
• Badan penegak hukum menyiapkan kebijaksanaan dan prosedur pencegahan kejahatan yang lengkap
3. Operasi / Pelaksanaan tugas.
• Unit pencegahan kejahatan mengembangkan dan menyebarkan meteri yang meningkatkan kewaspadaan penduduk terhadap kejahatan dan bagaimana cara untuk mencegahnya.
• Pelayanan pencegahan kejahatan harus berdasarkan analisis yang akurat tentang kejahatan dan sesuai dengan data demografi.
• Unit pencegahan kejahatan harus mennyimpan data tentang permintaan dan pelayanan yang diberikan.
• Unit pencegahan kejahatan tetap berhubungan dengan badan pencegahan kejahatan nasional dan bertukar informasi yang relevant dengan anggota yang lainnya.
• Prioritas diberikan pada tempat dimana masyarakat beresiko kejahatan tinggi.
Petugas pencegah kejahatan bekerjasama dengan sekolah-sekolah dalam masyarakat untuk melaksanakan prosedur keselamatan dan keamanan.
Ada berbagai macam upaya yang dilakukan Polisi dalam rangka pencegahan kejahatan ini, yaitu dengan mengedepankan personilnya yang berseragam di garis depan yaitu polisi patroli secara umum atau secara khusus membentuk polisi masyarakat. Mereka diberi tanggung jawab untuk menentukan tindakan yang terbaik dan paling sesuai dengan kebutuhan pencegahan kejahatan di daerah tertentu, di tempat mereka ditugaskan.
Selain itu dengan melakukan pembinaan kepada masyarakat yang dikenal dengan istilah Community Policing. Community Policing adalah suatu kebijakan dan strategi yang bertujuan agar dapat mencegah terjadinya kejahatan secara lebih efektif dan efisien, mengurangi kecemasan terhadap kejahatan, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kualitas pelayanan polisi, dalam jalinan kerjasama proaktif dengan sumber daya masyarakat yang ingin mengubah kondisi-kondisi penyebab kejahatan. Hal ini berarti diperlukan adanya kepolisian yang lebih handal, peran masyarakat yang lebih besar dalam pengambilan keputusan, dan perhatian yang besar terhadap hak asasi dan kebebasan individu.
Salah satu konsep dasar Community Policing adalah bersandar pada sumberdaya masyarakat untuk mencegah dan menangkal kejahatan dengan kekuatan sendiri (Janish, 1981; Wiatrowski dan Zassi, 1987) yang akan banyak melibatkan relawan (Burchfield, 1983; Burden, 1988) dengan asumsi bahwa mereka dapat digerakkkan untuk menekan peluang struktur maupun aspek dari motivasi berbuat jahat dengan cara membuat para penjahat lebih sulit sehingga kurang lebih sulit sehingga tertarik untuk beraksi (Greenberg, 1977).
Prinsip-prinsip Community Policing:
● Community Policing perlu dilaksanakan oleh jajaran kepolisian.
• Community Policing membutuhkan polisi khusus, yaitu Polisi Binkamtibmas.
• Polisi Binkamtibmas harus bekerjasama dengan para sukarelawan.
• Community Policing memperkenalkan hubungan baru antara aparat dengan masyarakat.
• Community Policing menambahkan dimensi proaktif dalam tugas polisi.
• Community Policing bertujuan untuk melindungi lapisan masyarakat yang paling rawan.
• Community Policing harus menjadi peraturan yang diberlakukan secara terpadu.
• Community Policing menekankan desentralisasi tugas dan wewenang.
Dalam suasana perkembangan situasi dimana terjadi krisis kepercayaan yang berlarut-larut sebagai akibat krisis politik, ekonomi, dan hukum yang berdampak kecurigaan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah baik yang dalam perencanaan maupun yang diterapkan dengan mencari-cari apa latar belakang dikeluarkannya kebijakan tersebut. Dibutuhkan alternatif sebagai antisipasi terhadap perbandingan yang tidak seimbang antara jumlah penduduk dengan jumlah anggota POLRI dalam rangka mengendalikan/ menekan terjadinya berbagai potensi maupun kejadian kriminalitas. Salah satu diantaranya adalah tentang dicanangkannya Siskamswakarsa sebagai penjabaran Siskamrata dan dengan dikukuhkannya melalui Undang Undang no.2 tahun 2002. Pamswakarsa menjadi salah satu model pencegahan terhadap kejahatan dengan mendayagunakan masyarakat secara aktif berpartisipasi, terdiri dari :
1. Pengamanan lingkungan pemukiman yang dikenal dengan Siskamling ( sistem keamanan lingkungan ) yang diselenggarakan dengan ronda dan penjagaan lingkungan di area pemukiman.
2. Pengamanan sector modern seperti gedung-gedung penting, pabrik, bank, hotel, lapangan terbang dan sebagainya. Pada pamswakarsa yang kedua ini tercakup diantaranya industrial security system dengan satpam sebagai Patrol man dalam pengamanan fisik.
Jadi dalam Pamswkarsa adalah pengamanan lingkungan dan tidak dibenarkan bergerak ke tempat lain, terkecuali ada izin dari Polisi dalam pengawalan mobil angkutan uang atau barang berharga lainnya. Pamswakarsa juga menjadi salah satu model dalam meniadakan fear of crime. Apakah itu fear of crime? Adalah ketakutan/ trauma yang diakibatkan kejahatan pembunuhan, penganiayaan, perkosaan, perampokan dijalanan , rumah dan gedung lainnya, penjarahan , pengrusakkan, pembakaran dan pencurian. Tapi dari itu semua yang paling ditakuti adalah street crime , sehinga memiliki dampak psikologis yang lebih berat, bukan hanya pada korban tapi juga keluarganya. Hal ini mengakibatkan orang takut keluar rumah, dengan kendaraan ataupun berjalan kaki, kekhawatiran bila ank dan istrinya terlambat pulang, rumahnya dirampok, tokonya dibakar ataupun dijarah. Hal ini akan berdampak luas disisi lain yakni dengan menurunnya daya tarik baik disektor investasi asing maupun di bidang pariwisata sehingga dapat berakibat memperpanjang krisi baik ekonomi maupun politik. Kepolisian dimanapun tidak akan dapat berbuat banyak karena hal ini berada di luar jangkauan kepolisian, ini merupakan masalah/ tanggung jawab dari pemerintah, organisasi kemasyarakatan, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda, mahasiswa dan keseluruhan lapisan dari masyarakat.
Adapun keberadaan dari Pamswakarsa ini sebenarnya sudah ada dan berlangsung lama dalam perikehidupan masyarakat Indonesia. Ini dapat kita temui sebagai contoh model dari upaya pencegahan kejahatan antara lain seperti yang ada didaerah Bali, dengan mendayagunakan masyarakat yaitu tokoh adat sebagai tokoh keamanan yang biasa disebut Pecalang . Sementara itu di daerah lain terdapat pula model pengamanan yang melibatkan tokoh masyarakat lainnya di Jawa yaitu Jagabayan. Upaya-upaya ini telah berlangsung semenjak lama, namun sebagai akibat pergeseran nilai-nilai sosial dalam perikehidupan masyarakat baik dalam bidang ekonomi, budaya, sosial maupun politik yang berdampak pula dengan melunturnya pelaksanaan model pencegahan kejahatan tradisional ini. Secara perlahan budaya bergeser ke individualis dan egoistis sehingga mementingkan kepentingan pribadi/ kelompok yang salah satu perwujudannya dengan membangun pos-pos satpam dirumah, pembuatan portal tanpa izin dari pemerintah daerah ( jelas melanggar Undang Undang no.14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ). Meskipun disebagian besar daerah model ini telah menghilang namun dibeberapa daerah kinerja dari model ini tetap terpelihara dan bahkan tetap menjadi warisan budaya adat yang diwariskan secara turun temurun. Model tradisional ini biasa ditemukan didaerah-daerah yang dalam bentuk desa dengan perkembangan sosial ekonomi dan adapt budaya tradisionalnya masih terpelihara dengan baik. Sedangkan di perkotaan sangat sulit ditemukan model Pamswakarsa tradisional ini.
III. PENUTUP
Dari berbagai uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dari berbagai model pencegahan kejahatan yang secara umum berlaku dan hidup berbagai Negara di seluruh belahan dunia meskipun memiliki perbedaan baik dalam bentuk maupun nama namun upaya-upaya yang dilakukan memiliki persamaan secara prinsip.
Mitos maupun secara fakta telah membuktikan bahwasannya Polisi tidak dapat mencegah terjadinya suatu kejahatan tanpa adanya peran serta maupaun partisipasi dari masyarakat. Karena Polisi bukanlah satu-satunya instansi yang bertanggung jawab terhadap pengendalian angka kejahatan, sebab kejahatan merupakan fenomena sosial dan tanggung jawab pencegahan terjadinya merupakan tanggung jawab kita semua sebagai bagian dari masyarakat. Dilain pihak keterbatasan sumber daya merupakan faktor utama penyebab mengapa Polisi tidak akan mampu untuk mengendalikan kejahatan.
Dalam kesempatan makalah ini perkenankanlah kami memberikan beberapa saran dan masukan sebagai berikut :
1. Sejarah, pengalaman maupun mitos yang mengemukakan bahwa Polisi tidak akan dapat menanggulangi/mengendalikan angka kejahatan tanpa adanya peran serta dari masyarakat. Membutuhkan suatu program terpadu dan konkret dalam organisasi polis seperti halnya di Amerika contohnya yaitu Public Relations dan Community Relations. Dimana Public Relations berupaya meningkatkan citra polisi melalui berbagai media massa baik cetak maupun elektronik dengan Pendidikan Masyarakat guna memberikan penjelasan secara transparansi tentang berbagai aspek operasi Kepolisian dan pencegahan kejahatan. Sedangkan Community Relations berupa intervensi Polisi dalam menangani berbagai permasalahan dalam masyarakat. Masyarakat dilibatkan dalam berbagai program Pemolisian terutama dibidang pencegahan kejahatan. Sehingga lebih memberikan dampak karena kedekatan anggota Polisi dengan masyarakat dalam melaksanakan program-program tersebut. Program ini dikenal pula dengan sebutan Community Policing.
2. Dalam hal penerapan model pencegahan kejahatan di Indonesia, menurut kami sebaiknya dengan membudayakan kembali model tradisional dan mengaktifkan kembali kinerjanya bagi model yang sudah kurang aktif dengan melakukan beberapa penyesuaian terhadap perkembangan trend kejahatan yang terjadi di lingkungan tersebut. Dan berlaku bagi daerah daerah yang masih berupa desa ataupun daerah perkembangan. Di perkotaan apabila memungkinkan dapat menggunakan model tradisional namun bila tidak, dapat menerapkan model Pamswakarsa dengan melibatkan satpam sebagai Patrolman dengan bekerjasama dengan Kepolisian pada tingkat Kesatuan terdekat sebagai Pembina tehnis.
Demikian makalah ini kami buat sebagai wacana perbandingan model pencegahan kejahatan secara umum yang berlaku di seluruh dunia dan sebagai saran pertimbangan bagi dosen pengajar maupun mahasiswa dalam rangka menerapkan model yang paling efektif dan efisien guna mewujudkan terpeliharanya Kamtibmas sebagai upaya Polisi mendukung pemerintah dan segenap lapisan masyarakat menuju cita-cita terwujudnya masyarakat yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia.
Tinggalkan Balasan