Keadilan menurut hukum versus kata saya

Ketika mau enak tapi seenaknya.

Orde baru pernah menggunakan jalur cepat tapi tidak tuntas untuk membereskan masalah kejahatan jalanan, para Bromocorah ,napi , gali dan preman sempat dibuat kalang kabut ketakutan, banyak orang berupaya menghapus tattoo, menjadi pilihan paling rasional dari pada diciduk Tekab ,team khusus anti bandit, yang bisa saja datang sembarang waktu menjeput.

Metode cepat  tadi sempat mendapatkan tempat di hati masyarakat sebagai obat mujarab atas kejahatan jalanan, walaupun sempat juga didorong masyarakat sekarang untuk kembali dilakukan sebagaimana pemerintah Philipina mengeluarkan perintah eksekusi terhadap pengedar Narkoba beberapa waktu lalu.

Beruntung era  seperti ini berlangsung tidak lama, kemudian mulai timbul kesadaran ketika bukan hanya mereka yang kategorinya Bromocorah tetapi banyak juga orang baik baik yang kebetulan bertato mendapatkan imbasnya, hilang tak berbekas atau ditemukan dalam karung goni.

Beberapa komponen masyarakat mulai bersuara meminta praktek cepat pemberantasan kejahatan jalanan ini ditinjau ulang, bahkan ada yang meminta lakukan proses sidang lebih dahulu walaupun Cuma sehari sebelum eksekusi, bahasanya penuhi dulu prosedural hukumnya baru boleh divonis dengan cara dikarungin.

Cara cepat yang tidak tepat sebagaimana kini kita tergiring oleh narasi, bahwa jadi begal lebih enak, jadi begal malah jadi korban dan pelapor.

Prinsipnya sama saja, ketika upaya beladiri oleh korban kejahatan kemudian berujung kepada fatalitas si penyerang, yang ada ketika prosedural hukum harus dijalankan lewat proses dan tahapannya termasuk menempatkan si pelaku ( yang tadinya korban begal ) dalam proses hukum dengan sebutan sebagai tersangka.

Proses hukum positif yang kita perjuangkan saat ini untuk ditegakkan walaupun langit runtuh memang tidak memberikan ruang kepada Polri untuk membebaskan bergitu saja seorang tersangka dari tahap penyelidikan dan maupun penyidikan, karena kewenangan itu ada pada Hakim yang nantinya, memberikan vonis bersalah atau tidak bersalah (bebas)

Kalau saja semua orang dalam rangka membela diri kemudian mempunyai hak untuk tidak dituntut secara hukum TANPA PROSES HUKUM maka sama saja kita menyetujui praktek PETRUS berjalan lagi di muka bumi ini, yakni  ketika semua orang menjalankan hak untuk membela diri dengan caranya sendiri namun tidak mau mengikuti aturan hukumnya. Ibaratnya mau menegakkan hukum yang adil dan berkeadilan namun dengan melanggar hukum itu sendiri.

Kalau saja kata kata beberapa host akun tiktok kemudian kita setujui Bersama, maka seharusnya tidak perlu ada sidang terhadap anggota Polri yang melakukan upaya paksa menembak laskar FPI di KM 50, semua sudah jelas, bahwa Polisi tersebut sedang bertugas secara resmi,  kemudina para pelaku melakukan perlawanan secara keras saat akan ditangkap terlebih lagi ada senjata Api yang dikuasai oleh pelaku, tetapi Polri harus tunduk dan taat kepada hukum dan yakin serta percaya pada proses hukumnya untuk kemudian harus membuktikan di depan Majelis Hakim bahwa tindakan tadi merupakan upaya untuk melindungi dirinya sebagaimana seharusnya korban begal motor membuktikan bahwa dirinya memang hanya sedang membela diri, suatu proses yang bermuara di dalam ruang pengadilan dan bukan lewat tiktok yang mengejar rating iklan.

2 respons untuk ‘Keadilan menurut hukum versus kata saya

Add yours

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Situs Web WordPress.com.

Atas ↑

%d blogger menyukai ini: