I. PENDAHULUAN
Organisasi Polri memiliki budaya organisasi yang unik dibandingkan dengan organisasi pemerintah lainnya bahkan dengan satuan TNI, keunikan budaya organisasi Polri tidak terlepas dari bagaimana tiap tiap personil Polri saling beriteraksi di internal organisasi secara kolegial maupun struktural kemudian bagaimana anggota Polri berinteraksi dengan lingkungan eksternal untuk membentuk kebudayaan normatif dan kebudayaan polisi yang aktual.
Kebudayaan normatif berdasarkan atas idealisme terbentuknya sub system pemerintahan sebagai organ pemerintah yang bertugas mengayomi, melindungi dan melayani, serta menegakan hukum, kemudian kebudayaan polisi secara aktual merupakan definisi bagaimana kebudayaan polisi sesungguhnya dalam praktek pemolisian sehari hari yang menjadi acuan bagi internal Kepolisian mengelola administrasi kepolisian maupun manajemen Kepolisian termasuk didalamnya adalah Kepemimpinan dalam struktur Kepolisia.
Interaksi administrasi dan manajemen Kepolisian dalam bentuk struktur dan hierarchy kepemimpinan terwujud dalam bagaimana pengambilan keputusan, pelaksaan tugas dan wawasan para personil kepolisian yang berpengaruh kuat terhadap sikap dan perilaku anggota Polri sehari-hari.
Permasalahan dalam tulisan ini adalah sebagai bagian dari system kepolisian Indonesia dengan budaya organisasi telah memberikan pengaruh terhadap pribadi saya dalam menemukan role model dan refleksi kepemimpinan yang saya miliki berdasarkan pilihan role model yang saya temukan dari beberapa senior Polri dalam kurun waktu saya berinteraksi dalam organisasi kepolisian, beberpa persoalan yang saya bahas adalah:
- Apa dan bagaimana role model tadi memberikan pengaruh terhadap karakter kepemimpinan diri saya;
- Karakter apa saja yang dapat direfleksikan dalam warna kepemimpinan saya.
- Mengapa saya perlu role model dalam membuat dan mengambil keputusan dalam lingkup sebagai anggota Polri
II. PEMBAHASAN
Terdapat beberapa nama senior Polri yang menjadi role model bagi saya, beberapa nama senior tersebut pernah bertugas secara langsung dalam hierarchy organisasi Polri maupun beberapa nama senior yang tidak secara langsung bertugas bersama saya pribadi.
Brigjen Pol. Drs. Imam Margono, saat ini beliau bertugas di BNPT, pertama kali berinteraksi dengan beliau adalah saat penugasan saya sebagai Danton Brimob BKO Satgasres Aceh Utara pada tahun 2000, kesan pertama adalah sikap keras, tegas dan berani mengambil keputusan serta pengambilan resiko.
Pada era konflik GAM di tahun 2000an adalah hal jamak menemukan rekan Polri maupun TNI yang gugur saat pergeseran pasukan maupun tertembak saat berada di pos-pos BKO sepanjang jalan Banda Aceh Medan, sehingga tidak jarang pilihan bersembunyi didalam pos sampai BKO berakhir dan tidak perlu ambil resiko patrol keluar masuk gampong apalagi berharap kontak tembak dengan GAM menjadi sebuah pilihan paling rasional bagi sebagian anggota yang hanya cari selamat dalam tugas.
Nilai positif pertama beliau Brigjen Imam Margono (saat itu beliau berpangkat Kompol) adalah bagaimana seorang Wadansatgasres Aceh Utara memimpin langsung proses embarkasi dan debarkasi BKO Polri di pelabuhan Krueng Guekuh, serta memimpin paling depan konvoi pergeseran pasukan dari pelabuhan menuju Pos–pos BKO Polri sepanjang jalan Banda Aceh Medan.
Resiko dihadang GAM baik tembakan langsung dan Bom rakitan yang selama ini menghantui pasukan BKO semenjak pratugas di Jakarta dan pelayaran menuju Aceh, terhapus lewat bahasa tubuh beliau yang menempatkan dirinya paling depan dari convoy kendaraan pasukan, moril anggota langsung meningkat karena adanya pemimpin yang berani menempatkan kesejahteraannya (keselamatan) pararel dengan anak buahnya.
Senior berikutnya adalah Irjen Pol. Dr. Petrus Reinhard Golose, saat ini beliau adalah Kapolda Bali, secara struktur saya pribadi belum pernah bertugas dalam satker yang sama dengan beliau, namun proses interaksi telah dimulai semenjak saya masih menjadi Taruna AKPOL, saat itu kami menjadi anggota delegasi Polri yang berangkat ke Amerika dalam rangka studi banding penyusunan kurikulum AKPOL mandiri pasca pemisahan struktur TNI dan Polri dari wadah ABRI.
Interakasi paling intensif yang banyak memberikan wawasan baru bagi saya pribadi dalam kepemimpinan adalah saat beliau bertindak selaku Dosen pembimbing penulisan Thesis saya di program Magister Ilmu Kepolisian angkatan I di STIK, perfectionist dan out of box thinking menjadi dua terminology yang harus dipahami oleh setiap mahasiswa yang mendapatkan bimbingan beliau.
Rancangan penelitian bolak balik diperbaiki dengan petunjuk singkat: “Ganti” , masalah penelitian yang saya angkat terlalu mudah untuk ukuran Polri dalam urusan penanggulangan teror, serta kurang out of box.
Pada akhirnya thesis yang mengambil judul : “the use of internet for terrorist purposes” Penggunaan Internet dalam Kejahatan Terorisme, studi kasus pendanaan teror berhasil diselesaikan tepat waktu, treatment khusus yang diberikan adalah semua pembiayaan thesis termasuk mengadakan sidang terbuka dibiayai oleh beliau, konsep Power on hand, Power on IT dan Power on Money diajarkan secara langsung dalam proses penyusunan thesis, penekanan yang selalu disampaikan bahwa membangun Polri yang professional tidak lepas dari perhatian senior dalam menyiapkan juniornya, menjadi the next yang lebih baik dengan memberikan kesempatan dan dukungan yang harus nyata.
Mengapa saya memilih beliau berdua, sebagai analisa saya melihat kepada karakteristik pribadi seperti sifat-sifat intelektual dari senior- senior Polri tersebut sekaligus dikaitkan dengan situasi khusus tempat mereka eksis pada suatu momentum, saya menilai bahwa karakter kepemimpinan kedua senior tadi merupakan interaksi beberapa faktor yang saling berkaitan.
Faktor pertama adalah sifat pribadi dari pemimpin, dari Imam Margono saya menemukan karakter keberanian dan kemampuan memotivasi anggota dengan menempatkan keselamatan pribadinya sejajar atau pararel dengan resiko yang akan dihadapi setiap anak buah dilapangan, sedangkan dari Petrus Golose saya belajar memberikan perhatian dan memberikan dukungan yang harus tuntas dan tulus bahwa akses seorang pemimpin atas kekuasaan dan kesejahteraan yang dimilikinya, tidak lepas dari jerih payah dan lelahnya anggota, tugas pemimpin adalah “Terima Kasih”, menerima kemudian kasih-kan ke anggota.
Faktor kedua, adalah warna dan karakteristik kelompoknya; Imam Margono memberikan warna tersendiri dalam memimpin pasukan Brimob di wilayah operasi, warna dan karakter Brimob yang keras, susah diatur serta loyalitas hanya kepada komandan langsung bisa dengan cantik dimainkan, tidak ada tindakan melawan pimpinan, insubordinasi bawahan saat penertiban sikap dan penampilan, intinya adalah pemimpin adalah etalase berjalan atas norma dan nilai idealisme, pemimpin akan mudah melarang anak buahnya berbuat sesuatu apabila seorang pemimpin juga konsisten atas larangan yang diberikan.
Warna dan karakteristik Satuan Anti Teror seperti Densus 88/AT dan Satgas Anti Teror memberikan pemahaman tersendiri bahwa pola kehidupan Satgas yang sangat dinamis memerlukan perhatian ekstra pimpinan, menjadikan anggota Satgas bisa bekerja secara totalitas membutuhkan sosok pemimpin yang mau tahu dan mau membantu urusan urusan pribadi keluarga anggota.
Bagi seorang Petrus Golose adalah hal lumrah menanyakan bagaimana kabarmu dan bagaimana kabar anak-anak dan istrimu dirumah, merupakan hal biasa dilakukan ketika anggota sakit maka dikirim berobat ke Rumah sakit di Pondok Indah atau ke Singapura menjadi pilihan, adalah urusan pemimpin menjamin anggota tetap sehat dan bekerja dengan baik.
Faktor Ketiga adalah adanya momen-momen penting, tuntutan perubahan, dinamika permasalahan yang dihadapi oleh sebuah kelompok, dari beliau Imam Margono dan Petrus Golose, kapasitas mereka berdua dalam situasi genting yang dihadapi Polri adalah dengan mengatakan dan menunjukan langsung “saya yang bertanggung jawab” implementasi tadi memberikan rasa nyaman bekerja bagi anak buah bahwa pemimpin senantiasa mengayomi anak buanhya dalam bekerja, kata kuncinya Pemimpin siap bertanggung jawab atas keberhasilan bahkan kegagalan dalam suatu dinamika tugas.
PENUTUP
Implementasi berbagai karakter warna kepemimpinan yang diberikan oleh kedua senior Polri dalam membangun karakter kepemimpinan diri saya secara pribadi adalah :
Saya menyadari bahwa saya tidak dapat sepenuhnya mampu melakukan hal yang sama dengan karakter yang diberikan oleh kedua senior saya diatas, namun saya menemukan beberapa konsep kunci yang menjadi warna dan karakter yang bisa saya kembangkan untuk diri saya.
Pertama adanya keberanian untuk memimpin anak buah dengan memberikan contoh dan keteladanan, artinya saya harus berani melakukan dan menerima konsekuensi lelahnya bersama sama dengan anggota dalam melaksanakan tugas, keberanian ini merupakan kunci dalam membangun motivasi dan semangat anggota menghadapi tugas tugas beresiko tinggi.
Karakter keberanian untuk mengambil tanggung jawab dan resiko menuntut seorang pemimpi untuk semakin menguasai materi taktik dan teknik Kepolisian dalam lingkup tugasnya, saya sadar bahwa anak buah memerlukan kehadiran saya di depan sebagai contoh, di tengah mereka sebagai konsultan dan di belakang mereka sebagai motivator serta pendukung.
Kedua, karakter seorang pemimpin yang saya pelajari dari kedua senior diatas adalah karakter visioner, dengan memberikan dukungan dan kesempatan nyata kepada junior-juniornya menjadi somebody in future.
Tidak semua pemimpin mau memberikan akses kepada anak buah dan juniornya untuk berkembang lebih baik, saya belajar bagaimana memberikan kesempatan dalam akses kewenangan yang saya miliki untuk mengembangkan wawasan internasional bagi anggota saya langsung di Satker untuk lulus dan lolos penugasan sebagai anggota FPU Indonesia pada misi PBB.
Ketiga adalah bagiamana seorang pemimpin bisa mengelola moment dan perubahan dalam dinamika organisasi agar tidak menimbulkan guncangan keras dalam organisasinya, saya menyadari bahwa tugas pemimpin mengelola suiatu peristiwa tertentu menjadi momentum penting dalam menunjukkan eksistensi satuan dan kinerja anggota, implikasinya adalah proses aktualisasi diri personil atas kinerja yang dilakukan, namun yang lebih penting bagaimana membangun serta memelihara kinerja dengan memberikan perhatian tulus kepada anggota berikut dinamika kehidupan pribadinya.
Mengapa role model penting dalam membangun dan mengembangkan karakter kepemimpinan saya dalah karena adanya kebutuhan panduan serta bagaimana saya dapat melihat contoh langsung dan mengukur output dan merasakan outcome dari seorang role model dalam mengambil dan melaksanakan suatu keputusan serta mengetahui bagaimana elemen-elemen pribadi dan elemen-elemen situasi yang menjadi acuan dalam membangun karakter kepemimpianan dapat terwujud.
Tinggalkan Balasan