Bentuk serangan teror dan tumbuh kembang terorisme yang senantiasa dinamis, walaupun demikian konsep Terorisme sendiri diterjemahkan sebagai sebuah fenomena kompleks, yang kerap didefinisikan secara luas, meskipun demikian, semuanya hampir berangkat dari titik mulai yang sama yakni kekerasan.
Terorisme mempunyai karakteristik utama, yakni penggunaan kekerasan. Kekerasan yang digunakan meliputi pembajakan, penculikan, bom bunuh diri dan sebagainya. Perkembangan aksi terorisme hingga saat ini telah membuat dunia menjadi tidak aman karena dapat mengancam keselamatan jiwa setiap orang, diyakini tidak ada tempat yang dinyatakan aman dan bebas dari ancaman terorisme.
Selama jaringan terorisme secara lokal dan internasional memiliki ruang untuk tumbuh dan berkembang, maka terorisme tetap akan menjadi persoalan bagi negara-negara.
Polri sebagai ujung tombak kebijakan negara dalam proses penegakkan hukum terhadap kejahatan terorisme di Indonesia memiliki tanggung jawab untuk mampu melakukan pencegahan, penindakan dan penangkalan setiap ancaman teror, terorisme dan mobilitas teroris di Indonesia.
Saat ini di Indonesia menghadapi dua gejala baru dari bentuk terorisme : pertama adalah fenomena Indonesia menjadi salah satu negara asal pengiriman para petempur yang berbaiat sebagai anggota jaringan ISIS dan bertempur sebagai Foreign Terrorist Fighter di Syria maupun Afganistan.
Beberapa dari FTF yang kembali pasca ikut bertempur sebagai anggota ISIS pada akhirnya terbukti melakukan tindak pidana terorisme di Indonesia.
Permasalahan kedua adalah adanya kejahatan terorisme yang terjadi diperbatasan antar negara dan perairan Internasional, seperti dalam insiden penyaderaan terhadap kapal pelayaran dari Indonesia menuju Philipina oleh Abu Sayyaf Group yang nyatanya merupakan bagian dari ISIS sebagai jaringan teroris Internasional.
Terorisme sebagai salah satu bentuk kejahatan lintas negara memerlukan kerjasama antar negara khususnya para aparat penegak hukum, salah satunya dengan membuka peluang kerjasama dengan salah satu satuan yang memiliki reputasi baik dalam penanggulangan teror baik didalam negeri maupun beroperasi diluar negeri, salah satu satuan tersebut adalah GSG9 Kepolisian Federal Jerman, yang semenjak pendirian pertama kali pada 17 April 1973 pasca insiden serangan teroris Black September tanggal 5 September 1972 sampai sekarang telah berhasil membangun suatu sistem pembinaan dan operasional sebagai salah satu satuan lawan teror Kepolisian terbaik di tingkat Internasional.
GSG 9 Kepolisian federal Jerman terkenal dengan sistem pengamanan internal yang sedemikian ketat, bahkan menurut penuturan salah seorang LO kepolisian Federal Jerman di Jakarta bahwa dirinya yang berlatar belakang dari satuan BKA ( semacam Reserse ) sampai saat bertugas di Jakarta, belum pernah sekalipun sempat menginjakan kakinya kedalam lingkungan Mabes GSG 9 walaupun menurut dirinya berkantor dalam kompleks yang sama.
Bisa melaksanakan kegiatan berupa peninjauan terhadap fasilitas pelatihan anti teror milik GSG-9 Kepolisian Federal Jerman sekaligus berinteraksi dengan manajer fasilitas latihan, instruktur dan peserta latihan merupakan suatu pengalaman tersendiri.
Tahap pertama adalah beraudiensi dengan Deputi Kepala latihan GSG 9 sekaligus perkenalan dari beberapa Deputi : Logistik, Operasional dan Latihan berupa pemaparan latar belakang dan sejarah GSG 9, dilanjutkan dengan peninjauan keliling fasilitas perkantoran dan barak yang ada.
Barulah keesokan harinya pada tanggal 31 Mei 2016, berkesempatan untuk beraudiensi langsung dengan Komandan GSG 9 saat ini : Kolonel Jerome Fuchs beserta beberapa pejabat utama GSG 9, hasil audiensi adalah mereka memberikan peluang kepada Polri untuk berlatih di GSG 9 khususnya pada program wanteror aspek laut dan pendidikan Sniper.
Konsepnya adalah Polri diundang mengirim personil berlatih di GSG 9 pada saat latihan pemeliharaan kemampuan oleh GSG 9 atau dengan alternatif kedua adalah GSG 9 akan mengirim pelatih ke Indonesia atas undangan Polri.
Giat berikutnya adalah meninjau lapangan tembak (400m) dan melihat giat latihan Sniper dan tembak reaksi dilakukan fasilitas lapangan tembak untuk Sniper jarak 400 meter dan tembak Pistol yang berlokasi cukup jauh sekitar 30 menit dari kota Sankt Augustin.
Kesempatan langka berikutnya adalah pada tanggal 1 Juni 2016 melihat dari dekat bagaimana Skuadron Helikopter yang di-BKO- kan kepada GSG 9 oleh Satuan Polisi Udara Kepolisan Federal Jerman.
Setiap hari Kepolisian Udara (Hellycopter Squadron) menyiapkan 3 unit Helikopter tipe Super Puma untuk mendukung kegiatan operasional maupun latihan rutin dari GSG 9.
Terdapat 3 unit Helycopter Super Puma dengan daya angkut masing masing 18-22 orang untuk menuju lokasi insiden bila dibutuhkan, delegasi berkesempatan mengikuti terbang selama 30 menit sekaligus melihat latihan fastrope diatas bekas gedung perkantoran milik Angkatan Darat Jerman yang dijadikan fasilitas latihan Kepolisian di Kota Bonn.
Kesempatan melihat dan mempelajari isi mako GSG 9 tidak dilewatkan dengan melaksanakan kunjungan dan pengamatan fasilitas lapangan olahraga indoor dan halang rintang yang dikhususkan untuk pemakaian oleh personil GSG 9 di kompleks Sankt Augustin, ada kebanggan yang ditanamkan bahwa walaupun berada dalam kompleks yang bsama dengan unit-unit lainnya, terdapat beberapa fasilitas yang peruntukannya hanyakepada personil aktif GSG 9.
Satu hal yang menarik adalah antusiasme para personil GSG9 untuk berdiskusi bersama kami di barak siaga Unit 2 / Diver GSG 9, dengan materi perkembangan terorisme global dan tren serangan active shooter dibeberapa negara seperti Paris Perancis, Thamrin Jakarta dan Brussel Belgia.
Fasilitas wajib yang dimiliki setiap satuan lawan teror adalah killing house, didalam kompleks GSG 9, terdapat sebuah bangunan multifungsi yang dapat digunakan sebagai lokasi latihan pertempuran jarak dekat dengan skenario infiltrasi lewat penerjunan ( terjun payung ketepatan mendarat) maupun infiltrasi dengan teknik rappeling dan fastrope, penindakan teror tubular seperti: Bus, pesawat terbang dan kereta api, termasuk melihat langsung kegiatan latihan Unit Satwa dengan pawang K9 yang sedang memberikan pelatihan kepada Anjing jenis Belgian Malinois dan German Shepperd beberapa skenario wanteror.
Pertanyaan mendasar melihat kesiapan operasional GSG 9 dapat dilihat mulai dari pola pembinaan sumber daya manusia
- Pola rekrutmen dan program pembentukan sebagai kandidat operator lawan teror:
- setiap kandidat adalah berasal dari dari anggota Kepolisian Federal ( pusat) dan negara bagian yang telah bertugas minimal selama 2,5 tahun, kemudian setiap kandidat akan mengikuti proses wawancara dan tes kesehatan selama 4 hari, pasca tes wawancara dan kesehatan secara umum tahap berikutnya adalah seleksi sebenarnya berupa program seleksi sekaligus pelatihan selama 10 bulan.
- Program seleksi sekaligus pelatihan terbagi menjadi Tahap I : selama 4,5 bulan sebagai program basic training kemudian dilajutkan jeda selama 1 bulan untuk libur dan dilanjutkan tahap II Advance Training selama : 4,5 bulan latihan dengan materi kepemimpinam dan kerjasama team.
- Pada masa 10 bulan latihan inilah rata rata para kandidat yang dilatih akan terseleksi secara alami, biasanya dari 200an pendaftar di tahap pemeriksaan administrasi dan wawancara, akan masuk 150 kandidat di awal basic training dan pada akhirnya tinggal sekitar 10-15 kandidat yang bertahan sampai lulus diakhir 10 bulan seleksi dan latihan serta sukses bergabung ke unit-unit aktif GSG 9 yang terdiri dari 3 unit operasional : unit 1 sebagai Sniper, unit 2 sebagai Diver dan unit 3 sebagai Parachutist atau Penerjun.
- Pola pemeliharaan kemampuan setelah bertugas di Unit –Unit aktif operasi lawan teror :
- Latihan bagi anggota GSG 9 dikonsepkan sebagai sebuah kesejahteraan sebagai anggota GSG 9, setiap anggota GSG 9 akan datang ke markas tiap jam 8 pagi namun umumnya mereka sempat meluangkan waktu mulai pukul 06:30 sampai 07:300 untuk waktu menikmati sarapan bagi yang disediakan secara subsidi oleh Markas Besar Kepolisian Federal Jerman bagi setiap anggota Kepolisian ( diberikan kartu dan setiap anggota dapat mengisi ulang sejumlah nominal tertentu untuk transaksi di kantin Kantor Kepolisian
- Pada pukul 08:00 tepat, kegiatan pembinaan kemampuan satuan dan personil berupa latihan dimulai, materinya sesuaikan dengan agenda unit-unit itu sendiri apakah sebagai unit sniper akan berlatih menembak sniper dengan berbagai skenario, unit selam akan berlatih navigasi bawah air termasuk selam dan merawat alat selam sedangkan unit terjun bila cuaca mendukung akan berlatih terjun payung ketepatan maupun terjun HAHO ( High Altitude High Opening) dan HALO ( High Altitude Low Opening) menggunakan 3 Unit Hellycopter dari Satuan Penerbangan Kepolisian Federal Jerman yang di- BKO kan setiap hari kepada GSG 9.
- Bentuk latihan rutin tiap unit yang menyasar kepada keterampilan perorangan adalah dengan mengasah kemampuan pribadi dalam menembak senjata Primer maupun Sekunder, beladiri, renang atapun keterampilan tali telami dan Mountenering.
- Semua program latihan untiuk kemampuan khas tiap Unit : Sniper, Diver dan Parachutist dilakukan secara mandiri maupun latihan peningkatan dan pemeliharaan kemampuan pribadi sebagai anggota unit lawan teror GSG 9 dilakukan sampai menjelang jam makan siang 12:00-13:00.
- Selepas jam makan siang setiap anggota GSG 9 dipersilahkan untuk melakukan olahraga mandiri berupa cabang olahtaga populer dikalangan anggota wanteror adalah : Sepak Bola, Jogging ,Fitness, Karate dan Tennis lapangan sampai pukul 16.00 jam pulang kantor.
- Kendali Operasi dalam penugasan anggota lawan teror:
- masing masing negara bagian di Jerman mempunyai pasukan SWAT sendiri, sehingga bila terjadi terjadi serangan teror secara mendadak, maka lokal SWAT yang akan mengatasinya, namun saat pertama insiden dilaporkan dan lokal SWAT turun kelapangan, sesungguhnya GSG 9 ikut juga menyiagakan anggotanya dan bersiap dengan Helikopter menuju lokasi insiden.
- Bilamana situasi tidak memungkan maka atas keputusan pimpinan Kepolisian setempat barulah GSG 9 merapat ke lokasi insiden, Jerman terdiri dari 16 negara bagian dan punya 16 Polisi negara bagian dan 26 team SWAT lokal sedangkan GSG 9 dibawah kendali langsung Kepolisian Federal Jerman
- Secara strategis GSG 9 ditugaskan untuk memberikan reaksi yang paling memungkinkan terhadap setiap ancaman teror di dalam negeri khususnya dalam penanganan skenario serangan yang sangat kompleks dengan modus dan kuantitas pelaku yang banyak ataupun dilihat dari dampak yang dirasakan sangat riskan walaupun berupa teror yang dilakukan seorang pelaku saja, termasuk menangani insiden penyaderaan di dalam gedung, pesawat, transportasi massa dan pelayaran.
- GSG 9 difokuskan untuk memberikan bantuan perkuatan sebagai unit penindak terhadap Kepolisian federal Jerman, BKA ( Biro peyelidikan dan penyidikan Federal jerman), Kepolisian negara Bagian dan Bea Cukai.
- GSG 9 bekerjasama dengan pihak Militer dalam penindakan terorisme di luar negeri terutama pada peristiwa pembajakan dan perompakan terhadap pesawat, kapal dan kedutaan besar Jerman di suatu negara.
- Bentuk kerjasama dengan pihak militer Jerman adalah pihak militer Jerman memberikan dukungan alat transportasi berupa Kapal Laut dan Pesawat Udara yang tidak dimiliki oleh pihak GSG 9 ( Kapal Induk, Pesawat Kargo dan Kapal Selam) maupun;
- Pihak militer memberikan dukungan personil sebagai konsultan maupun tenaga ahli kepada GSG 9 sampai akhirnya kewenangan penindakan diserahkan oleh GSG 9 kepada pihak Militer berdasarkan otorisasi Kanselir Jerman.
- Otorisasi penggunaan kekuatan GSG 9 adalah berdasar yuridiksi yang menjadi keputusan politik yang dibuat oleh Kanselir Jerman dibantu oleh Menteri Dalam Negeri (Minister of Interior) dan Menteri Pertahanan ( Minister of Defence).
- Pola pengakhiran tugas aktif / pensiun:
- Dimulai dari tahap rekrutmen dimana setiap kandidat dengan minimum age terbuka dan umur maksimal adalah 32 tahun yang diambil dari anggota SWAT kepolisian negara bagian maupun kota atau tugas kepolisan lainnya ( saat ini di Jerman terdapat 16 Satuan kepolisian negara bagian dan memiliki 26 team SWAT di seluruh Federasi Jerman) kualifikasi yang dibutuhkan adalah kesukarelaan dan kesiapan mengikuti 10 bulan pelatihan sekaligus seleksi.
- Pasca lulus seleksi setiap anggota GSG 9 diperbolehkan bertugas sampai umur 45 tahun, setelah umur 45 tahun diperkenankan untuk kembali bertugas menjadi anggota Federal atau State Police atau menjadi instruktur, termasuk menjadi anggota ahli dalam tugas tertentu di GSG 9 yang disebut technical support unit sebagai kumpulan mantan operator yang aktif ditambah lagi dengan ilmu yang dijadikan sebagai salah satu sumber pemberi saran dan pelatih.
Sebagai negara maju yang namanya dukungan negara dalam pemenuhan aspek sarana dan prasarana tentulah bukan main main, tentunya hal ini terwujud berkat transparansi dan pengawasan pemerintah dan masyarakat yang sedemikian terbuka.
- Fasilitas latihan saat ini dan pengembangan fasilitas latihan sesuai dengan dinamika tugas kedepan
- Secara umum hampir seluruh fasilitas latihan telah memakai sistem komputer, sebagai contoh dari melihat fasilitas latihan Sniper, terlihat fasilitas yang terkomputerisasi sehingga memungkinkan Master Sniper untuk mengotrol lebih dari dari satu sniper dalam sekali skenario penembakan, SOP yang digunakan oleh GSG 9 adalah dalam pelatihan maupun pelaksanaannya satu terget harus ditembak oleh minimal 2 orang Sniper karena untuk memastikan bahwa target tersebut berhasil dilumpuhkan.
- metode sasaran menembak Sniper dibuat selalu bergerak menyesuaikan keadaan nyata di lapangan. identifikasi target secara cepat merupakan kunci dari pelatihan Sniper, Sniper juga sebagai mata bagi tim penyerang yang akan melaksanakan tugasnya.
- senjata yang digunakan kaliber 308 dan kaliber 338 sebagai standar Sniper GSG 9 dan jarak yang digunakan bervariasi 100 sampai 400 meter dengan berbagai variasi sudut tembakan dan kondisi lapangan penembakan.
- Pelatihan Maritime : materi yang akan diajarkan adalah metode penyerangan dan pendekatan ke kapal, melalui penyelaman, pendekatan menggunakan perahu dan fast roping menggunakan helikopter.
- teknik dasarnya ketika yang mendekat ke kapal melalui kapal sudah berhasil menyusup ke kapal musuh, baru bantuan datang menggunakan helikopter, sehingga ketika musuh panik mendengar helikopter datang, tim selam sudah berdiri di depan pintu lawan untuk melumpuhkan mereka.
- Perlengkapan perorangan dan satuan baik dalam tugas maupun latihan
- Pihak GSG 9 memiliki divisi Litbang yang sangat getol mengeluarkan tulisan berupa analisa produk dan taktik, masukan para operator dilapangan menjadi sumber analisa selain adanya korespondensi berupa masukan dari beberapa pakar di beberapa negara dan ulasan-ulasan produk di beberapa media.
- Hasil kajian Litbang inilah yang mendasari pengadaan barang berupa alsus dan kaporlap anggota GSG 9, dapat dikatakan bahwa barang-barang perlengkapan perorangan yang dibagikan merupakan barang dengan kualitas terbaik dengan mutu dan harga yang rasional.
- Demam Gear do tidak ditemukan, disana tidak ada anggota GSG9 yang memakai perlengkapan perorangan non government issue / bukan pembagian dinas, hal ini terkait dengan kebijakan lembaga yang melarang penggunaan suatu alat tanpa persetujuan lembaga Litbang GSG 9.
- Kebijakan negara dalam pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana latihan.
- Aspek penilaian anggota GSG9 terhadap manfaat suatu alat perlengkapan merupakan dasar Litbang GSG 9 memutuskan pembelian maupun penghapusan suatu alat khusus maupun peralatan perorangan.
- Sebagai contoh bagaimana sikap GSG 9 atas pembelian beberapa unit perahu cepat tipe Rigid Inflatable Boat terbaru yang secara teknis sangat baik perfomanya namun memerlukan awak khusus yang harus standby melakukan perwatan dan operasional, hal ini dirasakan sangat tidak efisien bila GSG 9 memiliki sendiri Kapal RIB maupun Pesawat helikopter sendiri, menurut penilaian GSG 9 cukup sebagai penumpang saja dari kedua alat transport tersebut tanpa perlu menjadi awak dan perawatnya.
Aspek Sistem dan Metode operasional dan pembinaan terhada ancaman tugas lawan teror, Pihak GSG 9 menyatakan sangat tertarik untuk melihat dan bila memungkinkan ingin berlatih di perairan hangat seperti Indonesia terutama oleh unit II/9 Diver, dengan pertimbangan pasca operasi pembebasan sandera warga negara Jerman di perairan Eden Somalia beberapa tahun lalu Unit 2 GSG 9 merasakan sangat perlu adanya latihan didaerah topis.
Prosedur pelibatan kekuatan di dalam negeri dan ke luar negeri ( ancaman teror di perairan, perbatasan, udara dan lintas yurdiksi)adalah dengan adanya kesiapan anggota GSG 9 setiap hari menyiapkan tim siaga terdiri dari beberapa perwira dan 1 unit dari 3 unit yang ada.
Unit yang sedang melaksanakan siaga Alert status diberikan catatan khusus bahwa pelaksanaan siaga dilakukan mulai hari Jumat sampai hari Jumat minggu berikutnya, setiap anggota siaga wajib tinggal dibarak dan menyiapkan perlengkapan perorangan dan tim dibawah tempat tidur masing masing.
Setiap anggota GSG 9 khususnya yang sedang siaga / Alert Status diberikan kepercayaan untuk menyiakan dan membawa senjata api primer dan sekunder, mobil operasional, alat proteksi dan penginderaan : Night Vision Google, HT dan peluru cadangan agar sedia digunakan selama 24/7 dalam jangkauan 1-3 jam harus sudah di TKP ( didukung Hellycopter) keseluruh Jerman.
Estimasi kesiapan 1 unit lawan teror dari Markas di kota Koln menangani serangan teror di kota Berlin adalah 3 jam, dengan rincian 2 jam digunakan untuk penerbangan 3 unit Helikopter jenis Super Puma dan Fenestrom serta 1 jam lainnya digunakan untuk penyiapan anggota dan penggunaan alat-alat yang dibawa. Jadi sejak alarm panggilan luar biasa (PLB) berbunyi di Markas GSG 9 Koln maka hanya dibutuhkan 3 Jam sudah beraksi di Berlin.
Kebijakan terhadap Foreign Terrorist Fighter dan strategi mencegah serangan teror dalam negeri. Semenjak marak terjadi serangan teror terjadi secara sporadis dan singkat sebagaimana ditemukan dalam kasus-kasus Active Shooter belakangan ini memaksa GSG 9 untuk merubah pola penyiapan personel dalam penugasan lawan teror dan hal ini berpengaruh kepada komposisi dan tanggung jawab individu dalam unit-unit wanteror yang ada di GSG 9 saat ini.
Semula pada beberapa waktu sebelum serangan active shooter marak, trend serangan teror yang umum saat itu ( antara tahun 60-80an) adalah peristiwa pembajakan pesawat udara sebagaimana terjadi terhadap pesawat Lutfansa nomor penerbangan 181 tahun 1977 di Somalia, kemudian peristiwa perompakan Kapal Laut dan penculikan serta penyaderaan warga negara oleh sekelompok bersenjata terutama di daerah konflik, pada masa tersebut unit lawan teror memiliki waktu yang relatif lebih lama untuk melakukan persiapan secara rinci dan latihan penyegaran / rehearshall sebelum lancarkan serangan.
Kini konsep unit lawan teror dirubah menjadi unit komposit dimana tiap unit mempunyai semua perkecabagangan mulai tactical surveillance, medis pertempuran, penguasaan IT dan penjinakan bom atau EOD, breacher bahkan sniper semuanya kini menjadi satu dalam satu unit, setiap unit akan memiliki anggota yang harus bisa dan mampu menjadi operator yang mengerti tugas spesifik tadi.
Konsekkuensi perubahan pola penyiapan pasukan diatas menyebabkan walaupun unit I adalah Sniper, sesungguhnya unit I Sniper maupun Unit II Diver dan Unit III Parachutist juga memiliki operator untuk melakukan tactical surveillance, Medis pertempuran, penguasaan IT dan penjinakan bom atau EOD, selain kemampuan khas Sniper, Diver dan parachutist yang menjadi khas masing masing sebagai pembeda akhir.
Kebijakan preemptive strike ancaman teror atas aset dan kepentingan Jerman di Luar negeri adalah secara undang-undang Jerman memberikan mandat kepada GSG 9 untuk melakukan tindakan kepolisian dalam rangka melindungi Jerman maupun kepentingan Jerman di dalam dan di luar negeri.
GSG 9 memiliki unit close protection yang ditugaskan dibeberapa negara sahabat sebagai bagian perlindungan korps diplomatik Jerman di luar negeri , maupun sebagai penasihat keamanan bagi perusahaan–perusahaan Jerman terutama di negara yang memiliki kerawanan tinggi maupun perusahaan yang memiliki derajat kerahasiaan atas keamanaan negara yang sangat vital.
Sumber anggaran untuk latihan setahun berkisar antara jumlah 60.000 euro dan digunakan sampai sekitar 30 persen untuk anggaran rekruitmen anggota baru, namun demikian bilamana anggaran yang disiapkan sebesar 30 persen tadi tidak terserap semua karena dari 200- 250 kandidat yang mendaftar kemudian hanya 15-20 yang bertahan dan lulus seleksi latihan selama 10 bulan, maka sisa anggaran proses rekruitmen dapat digunakan untuk mendukung latihan untuk kesiapan operasional.
Sisa anggaran rekruitment yang tersedia boleh digunakan untuk menunjang kesiapan operasional asalkan bukan untuk pengadaan amunisi maupun alsus lainnya tetapi khusus untuk memelihara dan meningkatkan kemampuan.
Jumlah anggota GSG 9 saat ini sekitar berjumlah 280 operator aktif pada unit I Sniper, Unit II Diver dan Unit III Parachutist serta adanya 120 anggota yang bertugas sebagai unit close protection pada kedutaan Besar Jerman di beberapa negara termasuk beberapa perusahaan atau lembaga yang mewakili kepentingan Jerman di Luar Negeri seperti perwakilan Lutfansa di beberapa negara yang dianggap rawan.
Akuntabilitas penggunaan anggaran dan Kebijakan politik dalam penggunaan anggaran menjadi sebagai sebuah referensi bagaimana penyerapan anggaran rekruitmen anggota baru yang akuntabel, dimana anggaran disusun berdasarkan termin proses rekruitmen, dari setiap tahapan dapat langsung diketahui berapa anggaran yang dibutuhkan setelah sejumlah kandidat mengundurkan diri secara sukarela ataupun dari hasil penilaian instruktur dianggap tidak mampu.
Sisa anggaran inilah yang akhirnya digunakan secara optimal untuk pemeliharaan kemampuan rutin anggota GSG 9 lainnya, GSG 9 sangat tidak keberatan atau kerepotan untuk mengembalikan anggaran yang telah diterimakan, bilamana dari input 200-250 kandidat pada akhirnya kurang dari 15 persen yang bertahan selama 10 bulan pelatihan sekaligus dijadikan ajang seleksi.
Tinggalkan Balasan