PERKEMBANGAN KEJAHATAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERADABAN MANUSIA

PERKEMBANGAN KEJAHATAN

SELAIN TERDAPAT ELEMEN KEJAHATAN YANG SENANTIASA BERUBAH DALAM PANDANGAN BAHWA KEJAHATAN MERUPAKAN BAYANG BAYANG DARI SUATU PERADABAN ( SHADOW OF CIVILIZATION ), TERDAPAT JUGA ELEMEN KEJAHATAN YANG SENANTIASA TETAP DAN AJEG  MENJADI BAGIAN DARI SEBUAH SHADOE OF CIVILZATION , BAGAIMANA PENDAPAT ANDA ?

 

PEMBAHASAN

Keamanan dan ketertiban adalah merupakan kebutuhan yang sangat mendasar karena tanpa keamanan manusia sulit untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejarah umat manusia menerangkan betapa pentingnya arti dari keamanan , Manusia mencegah berbagai bentuk ancaman dengan cara membentuk kelompok-kelompok sosial dengan  menciptakan berbagai cara dan metode untuk dapat mengaantisipasi perkembangan Kejahatan itu sendiri dalam rangka menyelamatkan harta, benda dan eksistensi peradaban manusia

Sejarah klasik menunjukan  masyarakat  Yunani   saat itu telah membentuk  sebuah lembaga untuk menangani masalah yang ada dan berkembang  dalam masyarat  dimana badan yang dibentuk  mereka namakan  POLIS, yang terdiri dari beberapa unsur masyarakat untuk mengelola kelanggengan peradaban yang dimiliki masyarakat Yunani dari ancaman baying baying peradaban yang dimiliki masyarakat Yunani itu sendiri. Pada tahun 1829 Sir Robert Peel membentuk organisasi Kepolisian modern guna penanggulangan kejahatan di London masa itu, bentuk organisasi kepolisian modern di kepolisian di Inggris akhirnya menjadi  contoh  berbagai negara didunia dalam rangka menciptakan badan kepolisiannya untuk mencegah dan mengantisipasi perkembangan kejahatan di tiap tiap Negara, tentunya dengan berbagai modifikasi dan penyesuaian system menurut tata pemerintahan dan dinamika masing masing Negara.

Perkembangan kejahatan sendiri merupakan study yang menarik , hal ini disebabkan karena mempelajari perkembangan kejahatan adalah merupakan bentuk pembelajaran lain dari hasil pencapaian suatu peradaban manusia , manakala diketahui bahwa  manifestasi  kejahatan senantiasa  berubah seiring perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia, tidak heran suatu bentuk kejahatan dimasa lalu berpeluang mengalami perubahan penerimaan dan persepsi masyarakat seiring perubahan persepsi masyarakat terhadap perbuatan yang dianggap sebagai kejahatan atau bukan kejahatan

kejahatan selalu berkembang dan tidak pernah statis mengikuti peradaban masyarakat “ Crime is the shadow of civilization “ kejahatan adalah bayang peradaban  sehingga masyarakat juga senantiasa menghendaki organ pengendali kejahatan berupa Kepolisian  melalui kegiatan pemolisian dalam  kaitan  misi/tugas sebagai  crime Hunter dan Law enforcement dapat mengatasi dan mengendalikan kejahatan  agar tidak merusak dan menghancurkan peradaban.

Upaya yang dilakukan oleh Polisi untuk mengenali fenomena kejahatan sebagai suatu fenomena yang selalu berubah menuntut Polisi dapat mengidentifikasi elemen penyebab suatu kejahatan dapat terjadi, secara dinamis terdapat elemen yang berubah namun terkandung makna bahwa terdapat juga elemen  kejahatan yang senantiasa Universal menjadi batasan kejahatan dari masa ke masa.

KEJAHATAN SELALU MEMERLUKAN KEHADIRAN  AKTOR

Walaupun  kejahatan senantiasa berkembang , semakin kompleks dan mengglobal, namun setiap kejahatan senantiasa terdapat AKTOR- AKTOR KEJAHATAN , yang  menyebabkan kejahatan sebagai proses yang tidak berkesudahan  dimana  Aktor  Aktor Kejahatan hadir dari proses hulu ke hilir. Adanya actor –aktor kejahatan dapat dijelaskan dalam pendekatan Teori pilihan rasional memusatkan perhatian pada actor/ pelaku kejahatan, dimana aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud ,artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakan tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan tersebut, aktorpun dipandang mempunyai pilihan atau nilai serta keperluan.

Teori pilihan rasional tidak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber pilihan aktor, yang penting adalah kenyataan bahwa tindakan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan tingkatan pilihan aktor.

Pelaku merupakan pembuat keputusan dimana individu memilih antara aktivitas kriminal dan aktivitas nonkriminal (legal) dengan dasar ekspektasi manfaat (utility) atas setiap aktivitas-aktivitas itu. Dapat diasumsikan bahwa keterlibatan dalam aktivitas kriminal adalah hasil dari perilaku optimalisasi individu terhadap insentif-insentif. . Dengan menetapkan sebuah persamaan untuk meraih insentif dalam keputusan untuk melakukan kejahatan adalah suatu langkah awal yang natural dalam analisis atas kejahatan sebagai suatu model Yang paling penting dari ini semua adalah ganjaran (reward) yang relatif dari aktivitas kriminal dan aktivitas legal. Sebagai contoh, pelaku kejahatan melakukan aksi kriminal jika ekspektasi keuntungan dari aktivitas kriminal melebihi keuntungan dari aktivitas legal, pada umumnya bekerja.

Di antara segala faktor yang mempengaruhi keputusan individu untuk terlibat dalam aktivitas kriminal adalah (1) ekspektasi keuntungan dari kejahatan dan gaji dari suatu pekerjaan (legal work); (2) kemungkinan (risiko) tertangkap dan dituntut; (3) panjangnya hukuman; dan (4) kesempatan dalam aktivitas legalKeputusan berbuat untuk melakukan kejahatan menurut Rational Choice Theory / Teori Pilihan Nasional dari Gary Becker ( 1968 ) adalah terletak dari pelaku kejahatan itu sendiri. pilihan-pilihan langsung serta keputusan-keputusan yang dibuat relatif oleh para pelaku tindak pidana bagi yang terdapat baginya. Pilihan rasional berarti pertimbangan-pertimbangan yang rasional dalam menentukan pilihan perilaku yang kriminal atau non kriminal, dengan kesadaran bahwa ada ancaman pidana apabila perbuatannya yang kriminal diketahui dan dirinya diprotes dalam peradilan pidana.

KEJAHATAN BUKAN FENOMENA TIBA –TIBA, TETAPI TERJADI DENGAN SEBUAH  MODUS OPERANDI

Senantiasa terdapat MODUS OPERANDI / cara melakukan kejahatan , kaitan  kekekalan cara  bukan menunjuk kepada bagaimana kejahatan dilakukan  tetapi  kejahatan terjadi bila ada hal yang harus dilakukan oleh actor kejahatan untuk memulai dan melakukan kejahatan.

Unsur –unsur yang membentuk terjadinya suatu  kejahatan adalah  mempunyai akibat-akibat atau kerugian nyata, adanya  akibat atau kerugian tersebut adalah sesuatu yang  dilarang  dalam undang undang, terdapat perbuatan nyata dengan mens rea sebagai maksud jahat untuk mendorong suatu perbuatan menjadi memiliki hubungan dengan perbuatan atau kejadaian yang bisa menjelaskan kausalitas  hubungan perbuataan dengan kerugian serta adanya Sanksi sebagai bentuk pembalasan terhadap pelanggaran  undang undang.

Perkembangan kejahatan tidak terlepas dari perkembangan zaman yang juga akan melahirkan kemajuan teknologi. Manusia  tidak akan cepat merasa puas dengan apa yang telah diperoleh sehingga tetap saja melakukan kejahatan. Munculnya teknologi canggih sangat memudahkan terciptanya jenis kejahatan baru pula sehingga kejahatan yang kita kenal tidak hanya berupa kejahatan yang konvensional saja.

Selain memiliki demensi lokal, nasional dan regional kejahatan juga dapat menjadi masalah internasional, karena seiring dengan kemajuan teknologi transportasi, informasi dan komunikasi yang canggih, modus operandi kejahatan masa kini dalam waktu yang singkat dan dengan mobilitas yang cepat dapat melintasi batas-batas negara (borderless countries). Inilah yang dikenal sebagai kejahatan yang berdimensi transnasional / lintas Negara.

Sebagai contoh misalnya terjadinya tindak pidana perbankan Tindak pidana tersebut bahkan tidak hanya melibatkan masyarakat golongan ekonomi lemah. Kebanyakan jenis kejahatan baru yang muncul tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang yang berintelek tinggi.

KEJAHATAN MERUPAKAN KUALITAS DARI REAKSI ATAU TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP TINGKAH LAKU SESEORANG

Persepsi masyarakat terhadap suatu perbuatan yang memiliki dampak terhadap masyarakat itu sendiri dinilai dari apakah perbuatan tersebut memiliki  akibat yang diinginkan atau tidak diinginkan , dijelaskan dalam TEORI LABELLING oleh MICHOLOWSKY, bahwa  kejahatan merupakan kualitas dari reaksi atau tanggapan masyarakat terhadap tingkah laku seseorang bukan merupakan kualitas dari tingkah laku seseorang. Sehingga apabila masyarakat  menilai suatu perbuatan menimbulkan  suatu penderitaan maka saat itulah perbuatan tadi dianggap sebagai kejahatan.

Reaksi masyarakat terhadap suatu kejahatan yang dilakukan seseorang  menyebabkan reaksi seseorang itu sebagai suatu kejahatan dengan  pelaku / Aktor perbuatan mendapat CAP / label penjahat , sehingga dengan adanya CAP / label penjahat  menyebabkan masyarakat memperlakukan AKTOR kejahatan seperti seharusnya memperlakukan pelaku kejahatan dari masa kemasa dengan memberikan hukuman  maupun perlakuan khusus berbeda dengan masyarakat secara luas.Umumnya tingkah laku seseorang yang dicap jahat menyebabkan pelaku kejahatan  diperlakukan sebagai penjahat sebagaimana mestinya dalam proses interaks social , interaksi dapat diartikan hubungan timbal balik antara individu, antar kelompok serta antar individu dengan kelompok.

Kelompok selalu mengawasi dan berusaha untuk menyeimbangkan perilaku individu-individunya sehingga menjadi suatu perilaku yang kolektif. Dalam perkembangan lebih lanjut aliran ini melahirkan teori “kriminologi Marxis” dengan dasar 3 hal utama yaitu; (1) bahwa perbedaan bekerjanya hukum merupakan pencerminan dari kepentingan rulling class (2) kejahatan merupakan akibat dari proses produksi dalam masyarakat, dan (3) hukum pidana dibuat untuk mencapai kepentingan ekonomi dari rulling class

Sebagai akibat perlakuan khusus dalam pola interaksi terhadap pelaku kejahatan melahirkan  kecendrungan di mana seseorang atau kelompok yang dicap sebagai penjahat akan menyesuaikan diri dengan cap yang disandangnya.Tidaklah salah kiranya, bahwa pada akhirnya masyarakatlah yang menentukan tingkah laku yang bagaimana yang tidak dapat dibenarkan serta perlu mendapat sanksi pidana

 

 

KEJAHATAN SELALU MENIMBULKAN  KORBAN DAN PENDERITAAN

Akibat yang dirasakan sebagi suatu penderitaan merupakan representasi dari Universalitas hasrat pribadi manusia untuk tidak mau menjadi korban perbuatan yang menimbulkan penderitaan walaupun sesungguhnya  kejahatan merupakan wajah PROTAGONIS PRIBADI manusia yang ingin ditutupi, disembunyikan dan dihilangkan dalam peradaban , senantiasa terjadi perlawanan dalam berbagai eskalasi terhadap eksistensi kejahatan , perang terhadap kejahatan  merupakan perang yang tidak pernah berhenti sesuai eksistensi kejahatan yang senantiasa langgeng sebagai bayang bayang  peradaban.

Individu dan kelompok dalam masyarakat seperti itu harus menyesuaikan diri dan beberapa bentuk penyesuaian diri itu bisa jadi sebuah penyimpangan. Sebagian besar orang menganut norma-norma masyarakat dalam waktu yang lama, sementara orang atau kelompok lainnya melakukan penyimpangan. Kelompok yang mengalami lebih banyak ketegangan karena ketidakseimbangan ini (misalnya orang-orang kelas bawah) lebih cenderung mengadaptasi penyimpangan daripada kelompok lainnya.

Teori anomi menempatkan ketidakseimbangan nilai dan norma dalam masyarakat sebagai penyebab penyimpangan, di mana tujuan-tujuan budaya lebih ditekankan daripada cara-cara yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan budaya dalam masyarakat.

Merton mengemukakan saat masyarakat  ingin mengatasi kondisi  Anomie  akibat eksistensi kejahatan sebagai wajah protagonist peradaban manusia, adalah dengan melakukan Konformitas di mana masyarakat bisa  menerima tujuan mengapa kejahatan dilakukan  dan  bagaimana mengijinkan sarana yang boleh digunakan pelaku kejahatan yang terdapat dalam masyarakat karena adanya tekanan kondisi dalam masyarakat itu sendiri, sebagai ilustrasi adalah ketika masyarakat  menilai bahwa hak untuk membentuk keluarga kecil dengan sedikit anak akhirnya masyarakat sendiri yang melegalkan upaya pembatasan kehamilan melalui  program  kontrasepsi melalaui prosedur dan metode  yang dilegalkan.

Bentuk reaksi masyarakat terkait upaya penghindaran diri sebagai korban kejahatan  berikutnya adalah dengan mengadakan pembaharuan / INOVASI sebagai bentuk penyesuaian di mana masyarakat mengakui bahwa kejahatan dilakukan dengan tujuan tertentu  sehingga untuk mencegah eksistensi tercapai suatu tujuan jahat , masyarakat berinisiatif mengubah sarana-sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut atau setidaknya mempersulit  pelaku kejahatan mewujudkan tujuan melakukan suatu kejahatan yang ingin dicapai, implementasi  reaksi ini kemudian berkembang dalam ilmu pencegahan kejahatan dengan konsep Primary, Secondary dan  tertiary Crime Prevention.

Ritualism  dikenal sebagai bentuk penyesuaian masyarakat atas kondisi anomie yang terjadi melalui penyesuaian diri dengan norma-norma yang mengatur sarana-sarana sah dalam upaya mencegah diri sebagai korban kejahatan, meski demikian mereka meredakan ketegangan / tekanan mereka dengan menurunkan skala aspirasi-aspirasi masyarakat terhadap rasa aman dan terbebas dari ketakutan terhadap kejahatan  sampai di titik yang dapat dicapai dengan mudah. Praktek penggunaan sarana Transportasi umum bisa menjelaskan konsep Ritualisme dalam mengaantisipasi kemungkinan menjadi korban kejahatan , masyarakat memahami bahwa  angkutan umum bukan merupakan sarana  yang nyaman dan aman sehingga penggunaan sarana angkutan umum tadi dilakukan secara  beramai-ramai dan hanya pada jam jam tertentu saja.

Ketika kondisi masyarakat makin tertekan oleh harapan-harapan sosial yang ditunjukan oleh gaya hidup konvensional, masyarakat berusaha melepaskan kesetiaan baik kepada cultural succes goal maupun legitimate means, Retreatisme  sebagai wujud cara masyarakat untuk keluar dari masalah dengan melarikan diri dari syarat-syarat masyarakat dengan berbagai cara yang menyimpang. Bunuh diri merupakan penarikan diri yang paling puncak.

Eksistensi real yang paling keras terkait dengan upaya menghindarkan diri menderita akibat suatau kejahatan dalam masyarakat adalah dengan Rebellion : suatu adaptasi di mana tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat di tolak dan berusaha untuk mengganti / mengubah seluruhnya.Fenomena  anarkhisme  ormas ormas beridentitas agama terhadap  tempat hiburan malam di Jakarta merupakan  sebuah rebellion  kulminasi ketidak percayaan masyarakat terhadap tujuan dan cara otoritas Negara dalam memberikan persepsi atas tempat hiburan  malam.

KEJAHATAN SEBAGAI FENOMENA GUNUNG ES REALITAS MASYARAKAT.

Kejahatan  selalu berada  di titik puncak Gunung es dalam dinamika peradaban manusia , titik puncak gunung es  sebagai resultan atas permasalahan hubungan antar dan  inter manusia dalam masyarakat. Eksistensi Konflik  dalam masyarakat dapat dijelaskan melalui pendekatan Teori konflik. Bahwa penyimpangan yang paling banyak diaplikasikan kepada kejahatan, walaupun banyak juga digunakan dalam bentuk-bentuk penyimpangan lainnya. teori penjelasan norma, peraturan dan hukum daripada penjelasan perilaku yang dianggap melanggar peraturan. Peraturan datang dari individu dan kelompok yang mempunyai kekuasaan yang mempengaruhi dan memotong kebijakan publik melalui hukum.

Kelompok-kelompok elit menggunakan pengaruhnya terhadap isi hukum dan proses pelaksanaan sistem peradilan pidana. Norma sosial lainnya mengikuti pola berikut ini. Beberapa kelompok yang sangat berkuasa membuat norma mereka menjadi dominan, misalnya norma yang menganjurkan hubungan heteroseksual, tidak kecanduan minuman keras, menghindari bunuh diri karena alasan moral dan agama.

Selain akibat adanya  Konflik dalam masyarakat yang menyebabkan masyarakat menjadi dinamis untuk kemudian menimbulkan pertentangan kepentingan antara kelompok dalam manifestisasi berkembang menjadi suatu kejahatan  terdapat  hubungan social yang mengalami pasang surut , hunbungan social yang pasat surut didasarkan kepada pemikiran  control social antar individu dan  masyarakat dengan individu.

Perspektif control social  terbatas untuk memberikan penjelasan terhadap  suatu delinkuensi dan suatu kejahatan  kejahatan. Teori ini meletakkan penyebab kejahatan pada lemahnya ikatan individu atau ikatan sosial dengan masyarakat, atau macetnya integrasi sosial.

Kelompk-kelompok yang lemah ikatan sosialnya (misalnya kelas bawah) cenderung melanggar hukum karena merasa sedikit terikat dengan peraturan konvensional. Jika seseorang merasa dekat dengan kelompok konvensional, sedikit sekali kecenderungan menyimpang dari aturan-aturan kelompoknya. Tapi jika ada jarak sosial sebagai hasil dari putusnya ikatan, seseorang merasa lebih bebas untuk menyimpang dan melakukan kejahatan.

Pada intinya memandang bahwa masyarakat penuh dengan konflik, kelompok yang dominan yaitu kelompok yang menguasai agen-agen pemerintahan dan perangkat hukumnya walaupun mereka minoritas; mereka merumuskan dan menerapkan aturan hukum untuk melindungi kepentingan-kepentingannya atau mengalahkan kelompok-kelompok yang melawan/menentang kepentingannya.

 

PENUTUP

Dalam perkembangannya, kejahatan dapat dikatakan sebagai hasil dari suatu proses rekayasa masyarakat baik dibidang sosial, budaya, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Dengan kata lain mempelajari perkembangan kejahatan adalah berguna  untuk membangun kapasitas peran dalam antisipati dan bereaksi  terhadap semua fenomena kejahatan yang selalu dinamis dan berubah, sehingga dengan demikian dapat dicegah kemunkinan timbulnya akibat-akibat yang merugikan, baik bagi pelaku, korban maupun masyarakat secara keseluruhan, sangat diharapkan tulisan ini dapat memberikan sumbangan-sumbangan dan ide-ide yang dapat dipergunakan untuk memahami kejahatan dalam konsepsi sebagai katalisator  peradaban manusia.

 

 

 

Tinggalkan komentar

Situs Web WordPress.com.

Atas ↑