MODUS OPERANSI PENYALAHGUNAAN KARTU KREDIT
1.Modus Operandi Fraud Application (Menggunakan kartu asli yang diperoleh dengan aplikasi / data palsu)
Pelaku memalsu biodata antara lain : KTP (alamat), pasport, rekening koran, surat keterangan penghasilan dan referensi lalu melamar kepada Penerbit untuk mendapatkan kartu kredit. Setelah berhasil diterima sebagai Pemegang kartu kredit, selanjutnya melakukan transaksi berkali-kali yang nilainya makin lama makin besar dan tiba-tiba melarikan diri atau menghilang tanpa memenuhi kewajibannya sebagai Pemegang kartu yaitu membayar pemakaian kartu kreditnya.
2.Modus Operansi Non Received Card (Menggunakan kartu asli yang tidak diterim oleh pemegang kartu sesungguhnya)
Modus ini terjadi karena peluang yang berkaitan dengan pengiriman kartu kredit, dimana kartu kredit yang dikirim oleh Penerbit tidak sampai pada Pemegang dan digunakan oleh orang yang tidak berhak. Dalam prakteknya Pelaku membubuhkan tanda-tangan di kolom tanda-tangan (signature panel) yang masih kosong dan melakukan transaksi di toko-toko dengan menandatangani sales draft dan bertindak seolah-olah sebagai Pemegang kartu yang salah.
Dalam pengiriman kartu kredit, semua Penerbit di Indonesia menggunakan kurir atau pihak ke tiga untuk mengirimkan kartu kreditnya. Di luar negeri, Amerika Serikat contohnya, pengiriman kartu dilakukan melalui Pos sehingga untuk menangani pencurian benda-benda pos dibentuk Polisi Khusus yaitu US Postal Service. Karena menyangkut pihak ketiga inilah, maka sering terjadi penyalahgunaan seperti hilang di jalan, diberikan pada orang yang tidak berhak atau salah pengiriman sehingga akhirnya digunakan oleh orang-orang yang mengerti cara menggunakan kartu kredit tersebut. Modus ini memungkinkan tidak melibatkan sama sekali orang dalam pihak Bank/Penerbit karena setelah kartu dicetak dan siap untuk dikirim maka beralihlah tanggung jawab kepada pihak kurir, kecuali untuk kasus di Amerika Serikat dimana pengirimannya dilakukan oleh Pos maka kerugian akan ditanggung oleh Penerbit.
3.Modus Operandi Lost/Stolen Card (Menggunakan kartu asli hasil curian / temuan)
Pelaku menggunakan kartu hilang/curian dengan jumlah di bawah floor limit dan meniru tanda tangan si pemilik kartu. Biasanya kartu-kartu tersebut dipakai di supermarket atau di Departemen Store. Pelaku mendapatkan kartu kredit dari pencopet/penadah dan menggunakannya dengan cara memecah-mecah nilai belanja (split charge) agar nilainya di bawah limit sehingga tidak perlu dilakukan otorisasi. Pelaku sangat khawatir bila kartu kredit diotorisasikan karena secara sistem nomor kartu tersebut telah diblokir sehingga bila diotorisasikan akan keluar perintah Pick up lost atau pick up stolen dimana pelaku harus ditahan.
4.Modus Operandi Altered Card (Menggunakan kartu asli yang diubah datanya)
Pelaku menggunakan kartu asli hasil curian atau penggelapan (lost/stolen/non received card) kemudian kartu tersebut reliefnya dipanasi lalu diratakan. Setelah rata kemudian relief tersebut dicetak ulang (re-embossed) dengan data baru, sedangkan magnetic stripe diisi data baru (re-encoded), data tersebut didapat dari Point of Compromise (POC) antara lain oknum Pedagang, oknum bank, teman/orang-orang dekat di lingkungan Pemegang kartu yang sah. Setelah kartu itu jadi kemudian pelaku melakukan transaksi ke Pedagang dan biasanya jumlah transaksi besar serta kemungkinan oknum Pedagang terlibat.
5.Modus Operansi Totally Counterfeit (Menggunakan kartu kredit yang seluruhnya palsu)
Pelaku mencetak/membuat kartu tiruan bergambar/logo dan fisik 100% palsu, dibubuhkan data nomor dan nama Pemegang kartu yang bonafid dan valid (masih berlaku), hal ini dilakukan dengan cara embossing dan encoding. Jenis kartu ini (total palsu/non white card) digunakan sebagaimana kartu asli di Pedagang dengan transaksi yang besar. Biasanya pelaku sebelumnya berusaha melakukan uji coba otorisasi. Modus operandi ini dapat berhasil dilakukan karena kartu kredit palsu tersebut mutunya baik dan sangat sulit dibedakan dengan kartu kredit asli atau adanya kerjasama Pedagang kartu dengan oknum Pedagang.
6.Modus Operandi White Plastic Card (Menggunakan kartu kredit polos yang menggunakan data asli / valid)
Modusnya yaitu nomor-nomor yang tercetak timbul pada kartu kredit dicatat lalu dicetak pada kartu plastik polos seukuran kartu kredit asli, tanpa logo dan tanda-tanda visual lainnya, selain itu magnetic stripe di balik kartu ini diisi dengan data Pemegang kartu dengan cara encoding. Data pemegang kartu yang sah didapat dari Point of Compromise. Transaksi dengan menggunakan kartu ini bisa terjadi akibat kerjasama sepenuhnya dengan oknum Pedagang karena seharusnya kartu polos tersebut tidak dapat digunakan untuk bertransaksi dan selanjutnya sales draft-nya ditagihkan kepada Pengelola.
7.Modus Operandi Record of Charge Pumping atau Multiple Imprint (Penggandaan Sales Draft)
Oknum Pedagang melakukan pencetakan sales draft lebih dari satu kali, selanjutnya sales draft hasil penggandaan dijual atau diserahkan kepada oknum merchant lainnya untuk diisi dengan data transaksi fiktif kemudian dibubuhi tanda tangan secara sembarangan atau meniru tanda tangan Pemegang kartu yang sah baru setelah itu ditagihkan kepada Pengelola seolah-olah hasil transaksi yang sebenarnya.
8.Alteref Amount (Mengubah / menambah nilai nominal pada sales draft)
Modus ini bisa terjadi dimana oknum Pedagang mengganti nilai nominal yang tercantum pada sales draft dari kartu yang digunakan dalam transaksi di tokonya. Misalnya transaksi yang terjadi sebesar Rp. 100.000 diubah menjadi Rp. 1.000.000 dan selanjutnya sales draft yang telah diubah ini ditagihkan kepada Pengelola.
9.Modus Operandi Mail Order / Telephone Order (Memesan barang melalui surat / telepon)
Pelaku melakukan pemesanan suatu barang melalui surat atau telepon dengan memberikan data kartu kredit Pemegang. Modus ini dapat terjadi karena pelaku mengetahui data Pemegang kartu (nama dan nomornya) kemudian pelaku bertindak seolah-olah Pemegang kartu tersebut memesan beberapa barang pada Pedagang yang melayani transaksi melalui telepon / surat termasuk pengiriman barangnya ke tempat pembeli / pemesan.
Selanjutnya pelaku menerima barang menandatangani tanda terima dari Pedagang di tempat yang ia tetukan sesuai pesanan dan kemudian melarikan diri. Biasanya tempat penerimaan barang atau pesanan adalah alamat palsu.
10.Modus Operandi Mengubah atau Merusak Program EDC
Modus ini dapat terjadi karena oknum Pedagang mengubah dan merusak program alat otorisasi EDC milik Pengelola yang dititipkan dipinjamkan pada merchant. Alat ini direkayasa agar dapat dilakukan otorisasi atau dioperasikan tanpa perlu ada kartu kreditnya secara fisik.
Pelaku di sini bertindak seolah-olah ada transaksi normal yang dihadiri oleh Pemegang kartu disertai kartu kreditnya. Namun kenyataannya pelaku / oknum Pedagang melakukan sendiri dnan menggunakan kartu-kartu palsu atau langsung secara manual pada EDC dengan memasukkan data Pemegang kartu yang sah (tanpa ada kartunya) yang didapat dari POC atau sales draft kartu asli yang pernah dipergunakan. Setelah diotorisasikan maka keluarlah persetujuan yang ditandai dengan keluarnya sales draft secara otomatis yang kemudian ditandatangani sendiri dan disetorkan kepada Pengelola.
11.Modus Operandi Fictitious Merchant (Berpura-pura menjadi Pedagang)
Pedagang mengajukan aplikasi untuk menjadi merchant suatu bank dengan data palsu, kemudian melakukan transaksi-transaksi dengan modus-modus di atas seolah-olah terjadi transaksi di tokonya. Biasanya kartu yang digunakan adalah kartu-kartu palsu atau kartu curian yang belum sempat diblokir. Setelah ditransaksikan maka sales draft tersebut ditagihkan kepada bank Pengelola dimana sesudah dana tersebut ditransfer oleh Bank maka Pedagang fiktif ini akan menghilang dengan meninggalkan tokonya begitu saja.
http://interfraud.org/
SukaSuka