HAKIM KOMISARIS SEBAGAI PENGGANTI LEMBAGA PERADILAN.
( FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT )
PENDAHULUAN
Pra pradilan sebenarnya adalah hal yang baru bagi dunia peradilan Indonesia. Pra peradilan adalah salah satu lembaga yang diatur dalam KUHAP yang bertujuan sebagai lembaga kontrol dalam proses penegakan hukum di Indonesia khususnya hukum pidana.
Praktisi dan juga pakar hukum DR. Adnan Buyung Nasution lah yang mengusulkan dimasukan lembaga prapradilan dalam KUHAP. Hal ini dimaksudkan agar terlindunjgi hak-hak asasi tersangka dalam suatu proses penegakan hukum di Indonesia. Ide ini sebenarnya diilhami dari kelembagaan hakim komisaris dalam dunua hukum barat.Dalam perddailan Barat dan Amerika polisi sebelum melakukan upaya paksa haruslah menerima pengesahan dari hakim komisaris atau yang bisasa disebut “Warrant”.Jadi lembaga yudikatif sudah mengontrol jalanya proses penegakakan hukum sejak awal untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan wewenang aparat penegak hukum yang merugikan tersangka atau orang lain.
Namun dalam prakteknya banyak terjadi ketidak puasan terhadap lembaga prapradilan ini. Ketidak puadan ini sering dilontarkan para pengacara yang merasa kliennya dirugikan. Lembaga ini dianggap tidak profesional dan berpihak pada aparat penegak hukum. Sehingga timbullah pemikiran para praktisi hukum dalam hal ini para pengacara untuk menggunakan lembaga hakim komisaraios sebagai pengganti lembaga praperadilan.
Bagaimana dalam perealisasian kelembagaan ini memerlukan pertimbangan dan pemikiran serta penelitian terlebih dahulu.
I.PRAPRADILAN SEBAGAI LEMBAGA KONTROL WEWENANG , TUJUAN, MEKANISME KELEMAHANANYA.
1.Wewenang dan tujuannya.
Sebelum kita membahas lebih lanjut perlulah kita
Memamaparkan secara singkat tentanng keberadaan lembaga prapradilan saat ini baik Funsi, tujuan dan mekanisme pelaksanaanya.Lembaga Praperadilan bukanlah lembaga peradilan tersendiri tetapi merupakan pemberian wewenang tambahan oleh KUHAP kepada pengadilan negri dari wewenang dan tugas yangh sudah ada. Jadi Praperadiulan bukanlah lembaga yang memberikan keputusan akhir pada suatu perkara. Berdasarkan struktur dan susunan peradilan maka prapradilan :
1.Kesatuan yang melekekatpada Pengadilan negri dan hanya merupkan satuan tugas.
2.Merupakan divisi dari Pengadilan Negri
3.Administrasi yustisil, personil, peralatan dan finansial bersatu dengan pengadilan Negeri dan dibawah Ketua Pengadilan Negri.
4.Tata laksana fungsi yustisilnya merupakan bagian fungsi yustisial pengadilan Negri itu sendiri.
Dari gambaran tersebut di atas, eksistensi dan dan kehadiran prapradilan adalah penambahan tugas dan wewenang dari Pengadilan negri saja. Wewenang tersebut adalah memeriksa dan memutus :
Sah atau tidaknya suatu pengangkapan atau penahanan.
Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
Permintaanganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Dari wewenang yang diberikan KUHAP sebenarnya Prapradilan meliliki tujuan agar upaya paksa yang merupakan kewenagnang dari aparat penegak hukum baik penyidik maupun penuntut umum dapat dilakasanakan secara bertangguing jawab menurut ketentuan hukum dan Undang-Undang yang berlaku ( due process of law ). Sehingga tidak terjadi perkosaan terhadap hak asasi tersangka.
2.Mekanisme
Tata cara proses mengajukan prapradilan diatur dalam Bab X bagian kesatu, mulai pasal 79 sampai 83. Baik saipa yang berhak. Dalam pembahasan ini hanya menitik beratkan pada tata cara pengajuan sampai keputusan dikeluarkan. Karena hal inilah yang menjadi perbedaan mendasar dengan lembaga hakim komisaris.
Tata caranya adalah sebagai berikut :
a.Permohonan ditujukan pada Ketua Pengadilan Negri.
b.Permohonan diregister dalam perkara prapradilan
c.Ketua Pengadilan segera menunjuk Hakim dan Panitera.
d.Pemeriksaaan dilakukan dengan hakim tunggal
e.Tata cara pemeriksaan Praperadilan :
1.Penetapan hari sidang 3 hari setelah diregister.
2.Pada penetapan hari sidang hakim sudah menyampaikan panggilan.Dalam waktu tujuh hari hakim harus sudah membuat keputusan Dalam peradilannya mirip peradilan perdata dimana pemohon sebagai penggugat dan termohon sebagai tergugat. Secara formal tidaklah demikian termohon /pejabat ini hanya dimintai keterangan dan hakim mempertimbangkan untuk mengambil keputusan.
3.Hakim harus mengambil keutusan dalam waktu 7 hari. Hal ini tidaklah ada batasan yang jelas mengingat di KUHAP dinyatakan tidak tegas. Jadi ada 2 alternatif :
i.Tujuh hari setelah tanggal penetapan hari sidang atau,
ii.Tujuh hari setelah hari pencatatan.
II.HAKIM KOMISARIS wewenang , TUJUAN DAN KEBERADAANNYA.
Hakim komisaris memiliki tujuan yang sama dengan lembaga praperadilan yaitu menjamin terlaksananya kewenangan penyidik dan penuntut umum dalam melaksanakan penegakan hukum sesuai undang-undang yang berlaku dan tetap memperhatikan dan menjamin hak-hak asasi daripada tersangka atau orang lain.
Namun disini keberadaan hakim komisaris yang diusulkan adalah hakim yang menetap di kantor polisi. Hakim komisaris melakukan pengesahan terlebih dahulu surat perrintah / menerbitkan surat perintah kepada penyidik sebelum melakukan upaya paksa. Dengan tujuan agar terjadi pengontrolan terhadap materil dan formil dari surat perintah dan alasan-alasannya.
III.Kendala – kendala yang timbul dengan perubahqaan dari lembaga praperadilan ke Hakim Komisaris.
Untuk mengetahui kendala dan menhindari ethnocentrisme seharusnya diadakan penelitian terlebih dahulu, namun dari pengalaman empiris kami sebagai perwira Polri yang telah berdinas kurang lebih 8 ( delapan ) tahun dapat lah ditarik beberapa kesimpulan faktor penghambat (kendala )sebagai berikut :
1.faktor Populasi dan demografi
Jumlah penduduk yang cukup banyak dan tersebar si seluruh wilayah Indonesia dan perkembangan organisasi Polri, sebagai dasar berkembangnya jumlah kesatuan Polri. Saat Ini di Indonesia :
Korserse Mabes Polri :
Polda :
Polwil / Poltabes :
Polres :
Polsek :
Semua kesatuan tersebut diatas ini memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan dalam rangka penegakkan hukum. Dan dalm prosesnya sehari – hari surat perintah selama ini dapat diterbitkan tanpa mempertimbangkan waktu. Artinya Perwira atau Bintara Polri yang karena jabatannya telah diberi wewenang oleh Undang – Undang dan Peraturan Pelaksanaan untuk menerbitkan Surat – perintah dapat melakukannya kapan saja demi kepentingan penyidikan setelah mempelajari alasan diterbitkannya Surat Perintah tersebut.
2.Angka kejahatan yang cukup tinggi.
Faktor ini juga akan menjadi kendala untuk penggunaan lembaga hakim komisaris. Angka kejahatan yang cukup tinggi dan terjadinya kejahatan secara mendadak mengharuskan Polri selalu siaga selam 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Perwira dan bintara Polri yang memiliki hak untuk menerbitkan surat perintah tidak perna boleh meninggalkan wilayah hukumnya. Dalam situasi bagaimanapun mereka harus siap untuk menerbitkan surat perintah. Dalam realitanya bukanlah tidak mungkin dalam situasi berduka ataupun merayakan sesuatu Perwira atau Bintara ini menanda tangani surat perintah. Apabila lembaga hakim komisaris ini dibentuk maka hakim yang ditunjuk terikat dengan situasi ini. Berarti harus ada beberapa Hakim komisaris dalam suatu kesatua Polri tersebut atau hakim subtitusi. Namun apakah seorang hakim subtitusi ini akan langsung saja mengesahkan surat perintah dari kasus yang belum diketahui sebelumnya ? Berbeda dengan Perwira Polri atau Bintara tersebut karena seluruh laporan perkembangan kasus akan bermuara kepada mereka dan lampiran laporan pelaksanaan perkembangan penyidikan kepada wakilnya atau atasannya. Sehinggaa apabila benar-benar berhalangan otomatis wewenang tersebut turun ke wakil atau naik ke atasannya.
3.Faktor sosial – Budaya
Pelayanan kepada masyarakat yang baik sampai saat ini di Indonesia masihlah jauh dari yang diharapkan. Sebagi contoh pengurusan surat tanah di BPN, KTP di kelurahan, pemasangan telepon, penerbitan SKKB dan laporan di kantor polisi, pelayanan askes di Rumah sakit dan lain-lain. Hampir diseluruh instansi pemerintah di bidang pelayanan belum bisa dikatakan baik. Selain sarana dan prasarana dalm pelayanan tersebut, faktor manusianyalah yang juga cukup berperan. Budaya merasa dibutuhkan menyebakan sense of service luntur atau bahkan hilang yang timbul adalah rasa memiliki kewenangan.
Hal inipun akan mungkin munmcul pada pribadi-pribadi para hakim yang duduk di kelembagaan hakim komisaris. Hakim komisaris ini akan melihatnya secara subjektif terhadap materil apakah cukup atau tidaknya alasan diterbitkannya surat perintah selain persyaratan formil.Budaya merasa dibutuhkan akan mempengaruhi daripada para hakim komisaris ini.Karena tanggung-jawab moral dari hakim komisaris ini akan berbeda dengan perwira atau bintara yang seorang polisi dalam hal pengungkapan suatu perkara. Sebagai contoh dalam pengesahan penyitaan dan permohonan ijin anggota polri harus mengeluarkan sedikit uang dari kantong pribadinya dan itupun membutuhkan waktu yang cukup lama.
4.Tidak ada kontrol terhadap penyalahgunaan surat perintah yang sudah disahkan.
Dalm perealisasian kelembagaan hakim komisaris maka setiap surat perintah dalam rangka upaya paksa harus mendapat pengesahan dari hakim komisaris. Namun apabila terjadi penyalah gunaan dari anggota polri baik senganja atau tidak, lembaga mana yang akan mengontrol karena konsekwensinya setelah lembaga hakim komisaris berlaku maka lembaga praperadilan harus dihapus.
Sebagai contoh : apabila surat perintah penangkapan yang diterbitkan atau yang disahkan hakim komisaris untuk tersangka “A” namun pada ekseskusi surat perintah tersebut terjadi kesalahan baik secara materiil atau formil lembaga mana yang akan mengontrol apakah hakim komisaris ini akan memperbaiki ?Apabila ini berulang-ulang maka kelembagaan hakim komisaris ini menjadi tidak terhormat.
5.SDM hakim yang memadai
Untuk duduk menjadi hakim komisaris haruslah hakim yang berpengalaman artinya dalam waktu relatif singkat seorang hakim tersebut haruslah dapat segera memutuskan untuk mengesahkan atau tidak suatu surat perintah. Ini disebakan karena angka kejahatan yang cukup tinggi dan penungkapan suatu perkara harus cepat. Institusi Polti akan menuntut ini karena desakan dari masyarakat. Masyarakat akan mempertanyakan kinerja Polri dalam pengungkapan / penyidikan suatu perkara bukan kinerja hakim komisaris.
Apabila seluruh hakim senior harus duduk dalam hakim komisaris yang berkantor di Kantor polisi maka lembaga kehakiman akan menghadapi masalah yang cukup besar dalam melaksanakan tugas pokoknya.
6.Menghambat teknis penyidikan (diperlukan Surat perintah yang cepat )
Dalam suatu penindakan tidak selalu dilaksanakan dalam suatu wilayah hukum. Sering terjadi setelah melakukan penangkapan dan di periksa di kantor polisi terdekat ternyata terjadi pengembangan jumlah tersangka atau barang bukti berkembang. Untuk penindakan ini diperlukan surat perintah, sedangkan keberadaan hakim komisaris jauh. Apakah Hakim komisaris setempat mau menerbitkan/mengesahkan surat perintah baru. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mempelajari kasus tersebut untuk memberikan alasan bagi terbitnya surata perintah ? Pada saat ini untuk pengesahan suatu surat perintah penyitaan saja membutuhkan waktu beberapa hari apakah ini tidak akan menhambat proses penyidikan. Lain halnya dengan perwira atau bintara Polri dalam suatu kasus tertentu mereka akan ikut dalam upaya paksa tersebut dan melengkapi diri dengan administrasi yang diperlukan dalam keadaan yang urgensi dengan sudah mengetahui perkara tersebut sebelumnya akan segera menerbitkan surat perintah.
7.Law as a tool of crime
Yang seharusnya adalah “ Law as a tool of justice “ namun pada kenyataanya dalam hukum modern yang memiliki tehnik yang tinggi hanya dapat dimengerti oleh orang – orang yang berprofesi dan berpendidikan hukum. Para pengacara seharusnya membantu tegaknya suatu keadilan namun tidak sedikit pengacara yang hanya bertujuan memenangkan perkara dan membebaskan kliennya dari tuntutan saja. Kelemahan-kelemahan dalam hukum dijadikan sarana untuk mencapai tujuannya teresebut. Kelemahan yang timbul dari keberadaan hakim komisaris dalam proses penegakan hukum akan menambah pemanjaan kepada pengacara. Sistem hukum dan situasi – kondisi negara Indonesia yang saat ini sudah sedemikian beratnya bagi aparat penegak hukum khususnya polisi akan menjadi semakin komlpleks dengan keberadaan hakim komisaris. Kondisi – kondisi ini akan dimanfaatkan bagi para pengacara yang tidak bisa menempatkan dirinya dalam menegakkan keadilan. Banyak contoh karena tingginya tehnik hukum modern dan terampilnya seorang pengacara, seorang tersangka terbebas dari tuntutan padahal dalam logika sederhana saja sebenarnya tersngka tersebut harus terjerat hukuman. Banyak perikatan-perikatan yang dibuat oleh pengacara yang menggunakan hukum untuk menguntungkan kliennya saja tanpa mendasari pada rasa keadilan.
IV.ALTERNATIF JALAN KELUAR.
Berdasarkan pembahasan diatas ada beberapa alternatif yang kami tawarkan dalam menyelsaikan polemik yang timbul dalam pemberlakuan lembaga praperadilan atau hakim komisaris, sebagai berikut :
1.Bagi Penyidik Polri setelah melakukan upaya paksa penangkapan dan akan melanjutkan dengan penahanan atau tidak wajib mendapat pengesahan dari Ketua Pengadilan Negri terhadap tindakannya seperti halnya surat perintah penyitaan.Dengan ketentuan selama proses pengesahan terangka yang ditahan tetap dalam tahanan Polri. Sejak saat itu kontrol lembaga peradilan sudah berjalan termasuk hari penahanan.Tidak perlu melalui proses sidang jadi kemampaun hakimlah utnuk melihat hasil pemeriksaan ( resume singkat ) dan keterangan dari pihak keluarga tersamgka, pengacara atau pihak ketiga. Terhadap kesalahan dari upaya paksa dalam penegakkan hukum maka perintah dilanjutkan atau dihentikan proses upaya paksa, rehabilitasi dan ganti rugi ditentukan oleh hakim menurut ketentuan yang berlaku secara bersamaan dengan hasil dari proses pengesahan tersebut.
2. Pada hari yang telah disepakati setiap minggu Pengadilan Negri melakukan inspeksi terhadap upaya paksa yang sudah dilakukan penyidik Polri guna mendapat pengesahan. Keterangan dari keluarga tersangka, pengacara atau pihak ketiga diserahkan 3 (tiga ) hari setelah diketahui secara resmi adanya upaya paksa tersebut
V.PENUTUP
Lembaga kontrol adalah sangat diperlukan dalam penegakkan hukum. Namun lembaga kontrol tersebut hendaknya tidak menghambat suatu proses penyidikan yang sebenarnya. Dalam semangat reformasi Polri sendiri sudah dengan bersusah payah dalam menjalankan tugas-tugasnya selain proses penegakkan hukum. Namun ini semua kembali kepada moral para penegak hukum dan para pengacara apakah akan menempatkan keadilan atau pengetahuan hukum saja sebagai dasar dalam melaksanakan tugasnya
Tinggalkan Balasan